"Inayah! Inayah! jangan pergi!" panggil Yusuf berniat bangun untuk mengejar Inayah, namun gerakannya terhenti saat seseorang memanggil namanya.
"Yusuf!" panggil Kyai Zailani Ayah Yusuf tepat berdiri di belakang Yusuf.
"Abah? Abah tahu darimana aku di sini?" sahut Yusuf sangat terkejut dengan panggilan Ayahnya.
"Kamu mau kemana? Abah mau bicara dengan kamu. Ustadz Ridwan bilang kamu ada di sini." ucap Zailani seraya duduk di kursi sambil menatap Yusuf yang masih dengan posisi berdiri ke arah di mana Inayah menghilang.
"Kamu melihat apa Yusuf? duduklah. Abah mau bicara penting denganmu soal adikmu Fitriah." ucap Zailani dengan tenang.
Mendengar ucapan Zailani yang terlihat penting, akhirnya Yusuf kembali duduk di tempatnya.
"Kenapa dengan Fitriah, Abah?" tanya Yusuf berusaha tenang walau tahu kemana arah tujuan Ayahnya membicarakan tentang Fitriah selain menjodohkan Fitriah dengan Ustadz Fajar.
"Abah bertanya dulu padamu, sampai kapan kamu seperti ini terus Yusuf? jarang pulang, menghabiskan waktu merantau kemana-mana. Apa kamu masih belum berhenti untuk berlabuh di satu tempat saja?" tanya Zailani dengan tatapan penuh.
"Aku masih mencari tempat untuk berlabuh Abah. Dan Insyaallah aku sudah mulai berusaha mendapatkannya dan menjadikannya wanita yang solehah dan taat pada suami." ucap Yusuf dengan tersenyum.
"Hem...Abah percaya dengan pilihanmu Yusuf. Kamu akan mencari seorang wanita yang bisa Abah banggakan. Untuk selalu kamu ingat Yusuf tentang latar belakang bibit, bebet, bobot. Kamu harus berpegang pada Prinsip itu." ucap Zailani mengingatkan Yusuf tentang tiga hal memutuskan mencari seorang wanita.
Yusuf menelan salivanya, menatap Ayahnya yang masih berpegang teguh pada prinsip keluarga besar yang sudah terjadi sejak dulu dan turun menurun.
"Insyaallah, aku akan menjadikan calon istriku seorang Wanita yang bisa di banggakan keluarga." ucap Yusuf menggaris bawahi apa yang di inginkan Ayahnya. Bukan tentang latar belakang calon istrinya.
"Alhamdulillah, Abah tunggu sampai waktu itu tiba. Dan sekarang bagaimana menurutmu, kalau Abah mau menjodohkan Fitriah dengan Ustadz Fajar? apa kamu setuju? dan bagaimana penilaianmu tentang Ustadz Fajar?" tanya Zailani dengan tatapan serius.
"Ustadz Fajar laki-laki yang baik Abah, aku tidak keberatan tentang keinginan Abah untuk menjodohkan mereka. Tapi sebaiknya Abah bertanya pada Fitriah dan Ustadz Fajar lebih dulu. Biarkan mereka berdua yang memutuskan." ucap Yusuf memberi saran pada Ayahnya.
"Alhamdulillah, kalau kamu setuju. Abah akan mencari waktu yang tepat untuk bicara dengan Ustadz Fajar dan Kyai Sidiq." ucap Zailani merasa lega tidak ada pertentangan dari Yusuf tentang keinginannya untuk menjodohkan Fitriah dengan Ustadz Fajar.
"Baiklah Yusuf, Abah mau ke depan lagi. Cepatlah kamu pulang. Umi kamu sangat merindukanmu." ucap Zailani seraya bangun dari duduknya kemudian meninggalkan Yusuf.
Yusuf menghela nafas panjang merasa lega Ayahnya tidak terlalu lama mengajaknya bicara.
"Aku harus mencari Inayah untuk menenangkan hatinya agar tidak salah paham dengan apa yang aku katakan. Sebentar lagi acara akan di mulai. Aku harus mencari Inayah sekarang." ucap Yusuf berjalan cepat ke arah halaman samping di mana Inayah tadi berlari.
"Aku rasa Inayah tadi berlari ke arah sini. Di mana dia?" tanya Yusuf dalam hati menyusuri jalan setapak ke arah sungai di samping pondok pesantren.
Langkah kaki Yusuf berhenti saat melihat Inayah duduk di sebuah batu besar sedang menangis terisak-isak.
"Inayah." panggil Yusuf dengan suara pelan mendekati Inayah.
Inayah menegakkan punggungnya dan menoleh ke arah Yusuf kemudian bangun dari duduknya dan berniat pergi.
"Inayah jangan menyakiti hatimu dan juga menyakiti hatiku. Duduklah kita akan bicara dengan tenang." ucap Yusuf menatap Inayah yang menatapnya dengan tatapan berkabut.
"Duduklah Inayah aku mohon." ucap Yusuf dengan tatapan memohon.
"Maafkan aku Ustadz, apa yang harus kita bicarakan. Tidak ada hal yang kita harus bicarakan kan? aku minta maaf padamu, semua ini memang salahku. Aku wanita yang tidak tahu malu dan tidak sadar diri karena telah berani menyentuh Ustadz." ucap Inayah menangis tersedu-sedu sambil menutup wajahnya dalam posisi masih berdiri di tempatnya.
"Inayah... kemarilah dan duduk. Tenangkan hatimu." ucap Yusuf meraih bahu Inayah dan mendudukkannya kembali di batu besar di pinggiran sungai.
"Ustadz, biarkan aku pergi. Aku sangat malu padamu, aku tidak pantas untuk dekat dengan Ustadz. Aku wanita yang tidak tahu malu." ucap Inayah menangis tersedu-sedu mengingat bagaimana dia telah berani merawat dan menyentuh tubuh Yusuf.
"Inayah, tenanglah. Aku tidak marah padamu tentang semua yang kamu lakukan padaku. Bukankah aku juga menyentuhmu? apa kamu ingat aku telah berani memeluk pinggangmu? aku merasa tenang dengan kehadiranmu Inayah." ucap Yusuf dengan jujur mengakui perasaannya.
Mendengar ucapan Yusuf, Inayah mengangkat wajahnya dan menatap kedua mata Yusuf dengan tatapan tak percaya.
"Apa yang Ustadz katakan? apa aku tidak salah dengar?" tanya Inayah mencari kejujuran di kedua mata Yusuf.
"Apa yang kamu dengar itu benar Inayah. Aku merasa tenang ada kamu yang telah merawatku. Aku sangat berterima kasih padamu, kamu telah membuatku sembuh tanpa aku harus meminum obat. Kamu obat mujarab bagiku." ucap Yusuf dengan tatapan sungguh-sungguh.
Tubuh Inayah seketika tak bergerak di tempatnya dengan kedua matanya tak berkedip menatap Yusuf yang telah mencurahkan isi hatinya walau tanpa ada ucapan kata cinta yang manis.
Tidak ada kata-kata yang bisa Inayah katakan, bibirnya Inayah terasa kelu untuk bicara.
Tanpa sadar airmata Inayah kembali mengalir deras tanpa ada suara.
"Inayah, kamu mendengarkan semua yang aku katakan kan?" tanya Yusuf menatap penuh wajah Inayah sambil memberikan saputangannya pada Inayah.
Inayah menganggukkan kepalanya sambil menerima saputangan Yusuf dengan tangan gemetar.
"Hapuslah airmatamu Inayah, jangan menangis lagi atau bersedih. Sudah waktunya kamu untuk memperbaiki diri untuk lebih dekat dengan Allah. Kamu harus menjadi wanita yang bisa aku banggakan walau tanpa ada aku di sisimu. Kamu bisa kan Inayah?" tanya Yusuf menatap dalam-dalam wajah Inayah yang sedang menatapnya dengan tatapan tak mengerti.
"Aku tidak mengerti dengan semua yang Ustadz katakan? apa yang harus aku lakukan agar Ustadz menjadi bangga padaku?" ucap Inayah dengan tatapan sayu.
"Tanyakan pada hatimu yang paling dalam Inayah. Apa yang kamu inginkan dariku? dan bagaimana kamu akan meraihnya. Aku akan menunggumu Inayah." ucap Yusuf dengan tatapan lembut.
Kedua mata Inayah masih tak berkedip menatap penuh wajah Yusuf yang menatapnya dengan sinar mata penuh keteduhan.
Dalam keteduhan sinar mata Yusuf, Inayah mendapat semua jawaban yang di ucapkan Yusuf.
"Sekarang aku sudah mengerti Ustadz, aku akan berusaha untuk mencari jalan menuju ke ruang hati Ustadz di mana hati Ustadz sedang menungguku." ucap Inayah melupakan tentang siapa dirinya, selain hatinya tertuju pada hati Yusuf.