"Hm … ini sangat harum. Ah mantap!" Cindy memuji hasil masakannya sendiri.
Sup sayuran sederhana dan juga ayam goreng menjadi santap paginya. Rasa lapar yang sudah menggerogotinya semakin membuat makanan itu terasa berlipat-lipat kali lebih lezat. Cindy menata makanannya dengan cantik di atas meja dan sudah siap menyantapnya. Tentu saja, ia tak lupa mencuci tangan.
"Berilah sedikit padaku." Peri Ella berbisik pelan. sungguh, sangat ingin rasanya mencoba makanan yang dibuat oleh Cindy. Peri itu hanya bisa menahan perasaannya saat melihat potong demi potong ayam masuk ke dalam mulut Cindy. "A … itu sangat terlihat enak. Apa aku coba ambil satu?"
Peri Ella lalu terbang kembali mendekati area kompor. Masih ada remah-remah ayam yang tersisa di atas tirisan gorengan. Ia mengambil ukuran yang paling kecil dan mencium aromanya terlebih dulu.
"Aku boleh mencobanya kan? Aku tidak akan sakit, kan?" Tiba-tiba saja, Peri itu memikirkan lagi tindakannya. Apa yang ia buat ini benar dan seperti apa resiko yang akan ia hadapi nanti. "Aku hanya akan mencobanya sekali saja!" Ia menarik napas panjang lalu mulai menggigit remahan tepung ayam goreng. "Waow!" Pupilnya membesar. Itu adalah rasa lain yang belum pernah ia coba. Sensasi itu sangat berbeda dengan rasa manis nektar dan juga buah. "Apa ini? Ini enak sekali!" serunya penuh semangat.
Cindy langsung terkejut saat mendengar seruan Peri Ella yang terdengar sangat keras.
"Apa makhluk itu sudah ada di sini?" Ia sedikit khawatir.
Ella menyadari keberadaannya yang ditangkap oleh pendengaran Cindy. Ia segera menutup mulutnya kembali. Ia sudah berjanji akan membiarkan gadis itu makan dengan tenang terlebih dahulu.
"Maaf," ucapnya pelan masih berharap tidak terdengar.
Cindy menghentikan makannya sesaat dan mengamati ruangan. Ia memasang telinganya baik-baik untuk menangkap suara apa lagi yang akan muncul tiba-tiba.
"Ah! Mungkin aku hanya berhalusinasi lagi." Ia kemudian melanjutkan lagi makan pagi yang sangat telat itu dengan damai.
Peri Ella mengamati bagaimana Cindy makan kembali dengan tenang. Setelahnya, ia melanjutkan lagi 'petualangan rasa' di dunia manusia itu. Selain remah tepung ayam yang ia cicipi, ia juga penasaran dengan sup yang dibuat Cindy. Peri Ella sempat pasrah ketuka melihat panci yang digunakan Cindy kosong melompong. Gadis itu tak menyisahkan sedikitpun. Lalu, ia melihat sendok kuah yang tergeletak di sana, di dalamnya ada sedikit kuah dan potongan sayur. Tak mengapa bagi Peri Ella.
"Ini sudah cukup, aku kan hanya ingin mencicipinya." Ia lalu mulai menyeruput kuah itu. Sekali lagi, ia dibuat takjub dengan rasa makanan itu.
Dua makhluk yang berbeda sedang menikmai makanan yang sama. Entah Cindy atau pun Peri Ella, masing-masing sibuk dengan sajia yang lezat.
Selesai makan dan kenyang, ia mencuci piring. Cindy merasakan suatu firasat yang aneh, apalagi saat satu piring yang ia cuci pecah. Ia teringat mitos yang sering ia dengar tentang kejadian ini. Tak ingin berlama-lama, ia cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya itu dan kembali ke kamar.
"Aku yakin ada sesuatu yang terjadi."
Cindy mencari ponselnya yang masih tergeletak entah di mana. Meja belajar, meja rias sampai kamar mandi pun didatanginya untuk mencari benda kotak itu.
"Di mana aku menaruhnya? Tempat tidur …." Ia lalu menelusuri dalam selimut namun belum menemukannya juga.
Akhirnya setelah mengibaskan selimut, ponsel itu ditemukan, walau akhirnya jatuh di atas lantai dan sedikit terbentur.
Cindy memandangi ponsel itu dan langsung terkejut. Banyak panggilan tak terjawab dari Sofi. Gadis itu mulai panik, tiga belas panggilan tak terjawab membuatnya takut. Ia memencet tombo memanggil dan berharap Sofi segera mengangkat panggilannya.
Tut … tut …..
Satu, dua … dan tiga, masih tak ada jawaban. Cindy tak berputus asa dan mencobanya kembali.
"Ha-"
"Apa yang kamu lakukan? Cepat ke sini, Ayah menunggumu!" Suara Sofi yang terdengar kesal dan juga sedikit sendu membuat pertanyaan lainnya. "Cepatlah ke sini, tidak ada banyak waktu!"
Cindy tahu ada yang tidak beres sekarang. Bagaimanapun ia harus segera menuju rumah sakit. Mandi atau pun tidak, sudah tak dipedulikannya lagi.
"Apa yang aku lakukan? Mengapa aku terlalu santai hingga tak bersiap sejak tadi? Ahk!"
Cindy lalu mengambil tas kecil, ia cukup membawa dompet di dalam sana. Ia juga hanya mengganti piyama atasnya dengan baju kaos dan mengambil kardigan. Ia menuju lantai satu denga terburu-buru dan langsung memesan taxi online. Sebelum keluar rumah, ia tak lupa mengunci pintu. Itu adalah hal penting.
Dalam perjalanannya, Cindy menghubungi lagi Sofi.
"Jangan hanya terus menghubungiku, segeralah ke sini dan kamu akan tahu!"
Seperti itulah jawaban Sofi yang membuatnya semakin kalut. Sebenarnya apa yang sudah terjadi?
"Apa … Ayah?"
Langkah kaki Cindy bergerak cepat begitu turun dari mobil. Ia juga segera menuju ruang ICU. Wajahnya mulai semakin sendu. Di sana, ia melihat Sofi dan Anti duduk di ruang tunggu. Kedua saudari tirinya segera menyambut kedatangannya.
"Syukurlah kamu sudah datang. Ibu ada di dalam sana bersama Ayah. Kita tunggu saja di sini." Sofi mencoba menjelaskan.
"Apa Ayah baik-baik saja?"