Matahari sudah mulai menyinari bumi. Cindy tentu saja masih dalam mimpi indahnya. Jelas sekali, karena ia baru saja tidur subuh tadi. Bukan hanya seorang manusia di sana, ada seorang peri yang juga sedang tertidur pulas diselimuti oleh selembar tissue. Ini adalah hari libur, bukan salahnya bila Cindy ingin menikmati masa kosong ini dengan beristirahat. Apa ia mampu melakukannya?
"Tuk tuk tuk! Cindy! Bangun!" Panggilan yang sangat keras itu membangunkannya seketika. Dengan wajah yang sedikit bengkak ia berusaha bangkit dari tempat tidurnya dan menuju pintu. Ia lalu membuka pintu. "A-ada apa?"
"Cepatlah mandi dan susul kami ke rumah sakit." Hanya kalimat itu yang ia dengar dari mulut Sofi.
Masih dalam keadaan setengah sadar, ia duduk dan berusaha mencerna kalimat itu.
"Pagi yang sangat ceraaaah … aku bahkan baru tidur tiga jam. Ini sangatlah tak adil." Cindy masih bisa bergumam hingga ia menyadari sesuatu. Rumah sakit dan terburu-buru. Ini adalah saat genting, bukan?
Cindy lalu mendengar bunyi mobil keluar dari pagar rumah. Bergegas ia melihat dari jendela. Ia benar-benar ditinggalkan sekarang, tanpa pemberitahuan lebih jelas dan juga tanda tanya besar. Ia bahkan belum tahu nama rumah sakit yang akan dituju dan siapa yang sedang sakit. Sungguh, pagi hari yang begitu kacau baginya.
"Tapi aku masih sangat mengantuk, hoam!"
Cindy memutuskan untuk menghubungi Sofi dengan meneleponnya. Akhirnya ia tahu ke mana ia harus pergi. Sofi benar-benar langsung pada inti topik dan lagi belum memberitahukan informasi yang lain.
Cindy memilih menuju dapur di lantai satu. Ia harus mengupayakan sesuatu untuk perutnya yang semakin begejolak di sana. Rasa lapar yang sudah tak bisa ditahannya lagi mengantarnya pada selembar roti yang masih ada di atas meja. Entah itu milik siapa, yang ia tahu … salah satu dari Sofi dan Anti sang pecinta roti.
"Sepi sekali … Ayah!" Ia mencoba memanggil ayahnya. "Apa yang aku lakukan? Jelas-jelas mereka semua tidak berada di … si … ni …." Cindy lalu terdiam. Ia berusaha mengontrol dirinya. "Ah, tidak mungkin. Itu hanya dugaanku saja. Aku akan tetap tenang, masak, makan lalu mandi dan menyusul mereka. Mungkin Kak Anti sedang kumat seperti biasanya sampai harus dibawa lari ke rumah sakit. Ini hal yang sangat biasa bagiku, kan?" Gadis itu benar-benar sedang menguatkan dirinya sendiri.
Sementara Cindy bergelut di dapur dengan pikirannya sendiri, Peri Ella ikut terbangun dari tidurnya. Rupanya gerakan tubuh dan juga suara Cindy mampu terdengar dan mengganggu mimpi indahnya tadi. Ia membuka matanya dan tidak mendapati Cindy di kamar.
"Di mana gadis itu? Hm …."
Peri Ella lalu terbang dan meninggalkan kamar Cindy, untungnya kamar itu tidak terkunci. Peri Ella juga sudah melihat bila jendela kamar sudah terbuka. Sayangnya, ia sudah tak minat lagi untuk beristirahat di dalam kelopak bunga seperti yang ia inginkan semalam.
"Oh di sini rupanya," Kali ini Peri Ella tidak mengganggu, ia hanya melihat-lihat apa yang sedang dikerjakan Cindy.
Gadis itu mulai membuka kulkas dan mencari bahan yang bisa diolahnya menjadi makanan. Saat ia mengambil sesuatu dari freezer, ia teringat kembali bagaimana Anti mengambil semua kudapan yang dibuatnya semalam dengan begitu lancarnya. Ia sedikit menyesalinya. Padahal ia bisa menolak untuk memberikan semuanya. Apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur.
"Hm … lalala … lalala …." Sesekali Cindy bersenandung sambil memotong wortel dan kentang. Ia akan masak sayur dengan satu porsi makan. Ayam juga sementara ia marinasi. Ia berencana langsung makan berat untuk sarapan hari ini. "A dream is a wish your heart makes … hm … hm … lalala …."
Peri Ella menikmati suara merdu Cindy dengan saksama. Suara gadis itu sangat halus dan jernih seperti air dalam kemasan botol, eh?
"Isshhhh! Apa ini? Mengapa aku merinding? Aku merasa ada yang mengawasiku sekarang. Duh, rumah sepi seperti ini menjadi mengerikan! Aku sama sekali tak suka. Siapa pun tolong cepatlah pulang," keluh Cindy dalam hatinya.
Peri Ella yang mampu mendengar suara hati itu hanya bisa tertawa sendiri. Ia jadi memiliki ide jahil untuk mengerjai bocah penakut dan yang sudah mengurungnya semalaman di dalam kamar ber-AC dan kedinginan.
"Cin … dy … yuhu …." Masih dengan suara pelan Peri Elle memanggil nama gadis itu. Ia lalu menunggu reaksi Cindy.
Cindy melipat tangan dan menutup mata. "Tuhan, jauhkanlah aku dari makhluk gaib dan roh-roh jahat, Amin."
Ini bukan pertama atau kedua kali Peri Ella menunjukkan dirinya dengan suara. Gadis itu benar-benar semakin membuatnya ingin bermain-main lebih lama.
"Cindy, anak manis … ayo bermain bersamaku … hihihi!"
"Aaaaaa!!"