Chereads / Salju Di Korea / Chapter 39 - Bab 39 Hati Yang Kau Pilih(8)

Chapter 39 - Bab 39 Hati Yang Kau Pilih(8)

Usai memberikan les privat kepada Nadya Syifa pamit pulang.

"Nadya hari ini belajarnya cukup dulu ya, kita lanjutkan besok." kata Syifa kepada Nadya.

"Iya Kak." Jawab Nadya sambil membereskan buku-bukunya.

"Selamat sore Bu, berhubung waktu sudah sore sebentar lagi malam Syifa mohon pamit Bu." Kata Syifa kepada Ibu Rosmalia.

"Baru kali ini Nadya mau belajar sungguh-Sungguh. Biasanya Dia sering ngambek kalau keinginannya tidak dituruti atau apa yang dia suka terganggu." ucap Bu Rosmalia senang.

"Setiap anak punya karakter sendiri-sendiri, tergantung bagaimana kita bisa memgambil hatinya. Tidak semua anak suka dengan cara mengajar kita meskipun meraka selalu nurut apa kata kita. Membuat anak suka itu kunci keberhasilan kita mengajar. Begitulah yang disampaikan dosen saya di kampus dan saya coba terapkan pada Nadya, Bu." Kata Syifa sambil mengutip kata-kata dosennya itu.

"Ada benarnya pernyataan itu setelah kita tahu bukti dan hasilnya." Kata Ibu Rosmalia.

"Ngomong-ngomong berapa honornya dik Syifa?" Tanya Ibu Rosmalia kepada Syifa.

"Silakan ibu mau kasih berapa setelah buat transport pulang pergi." Kata Syifa.

"Mau dibayar harian, mingguan apa bulanan." Tanya Ibu Rosmalia kepada Syifa.

"Apa maunya Ibu saja." Jawab Syifa.

"Baiklah kalau saya bayar mingguan bagaimana?" Tanya Ibu Rosmalia kembali.

"Iya bu." jawab Syifa.

"Syifa pamit pulang dulu bu Aassalamualaikum." Kata Syifa mengakhiri pembicaraan dan beranjak pulang.

"Wa'alaikum salam." Jawab Ibu Rosmalia.

Sabda mengemasi bukunya dan memasukkannya kedalam tas punggungnya, dia berjalan keluar ruangan dan mencari tempat yang nyaman untuk membaca buku yang baru di belinya. Sebentar kemudian dia mendapati tempat yang teduh dengan kursi yang masih kosong.

"Hai Sabda sendirian kamu di sini?" Tanya Richad yang kebetulan lewat di depannya.

"Ya, dari mana saja kamu?" Kata Sabda ganti bertanya.

"Ikut kegiatan sosial donor darah yang diadakan oleh teman-teman mahasiswa." Jawab Richad sambil bergabung duduk di kursi panjang di halaman kampus.

"Asik banget kamu baca, buku apa?" Tanya Richad kepada Sabda.

"Ini buku menarik untuk dibaca, sekilas membaca judul tergerak hati saya untuk membaca. China dan bisnis kapitalis. Sebuah judul buku yang bagus di tengah perang dagang Amerika China." Kata Sabda.

"Menurut kamu apa hebatnya China sebagai negara besar dengan penduduk yang tersebar di belahan bumi?" Tanya Richad kepada Sabda.

"Kalau menurutku banyak variabel yang mempengaruhinya. Pertama kemandirian rakyatnya. Orang China cenderung pekerja keras, rakyatnya tidak manja berharap subsidi dari negara. kedua politik dan pemerintahan dengan supremasi hukum yang berpihak kepada keadilan dan kemakmuran tentu dilandasi dengan idiologi sosialis komunis sehingga melahirkan kepercayaan terhadap rakyatnya maka politik cenderung stabil." Kata Sabda.

"Analisa yang bagus. Tetapi bagaimana dengan negara maju lainnya seperti Amerika?" tanya Ricard

"Kita tidak bisa mbandingkan Amerika dengan China karena kedua negara punya idiologi dan latar belakang sejarah yang berbeda.

Amerika cenderung lebih menitik beratkan politik internasional untuk kestabilan ekonominya." Terang Sabda.

"Kamu sudah seperti pengamat ekonomi saja Sabda." Kata Richad.

"Kamu juga seperti wartawan bisnis saja Richad." Balas Sabda dalam gurauannya.

"Kita ngobrol yang lain saja, di kampus bahas ekonomi di luar kampus bahas itu lagi, otak kita butuh obrolan lain yang menyegarkan." Kata Richad kepada Sabda.

"Sabda bagaimana kabar linda, sudah beberapa minggu aku tidak melihatnya?" Kata Richad kepada Sabda.

"Memang apa urusannya dengan kamu? " Kata Sabda balik tanya dengan Richad.

"Sebagai teman merasa empati saja, melihat latar belakang hidupnya dari keluarga yang broken home merasa kasihan melihat dia sering mabuk mabukan. Dia cantik juga cerdas tetapi sayang lemah jiwanya." Kata Richad kepada Sabda.

"Jangan terlalu cepat menilai sesuatu. Coba posisi kita sama seperti dia. Hidup sendiri dengan segala problematikanya, keluarga tidak ada yang peduli. Kondisi seperti itu bisa memicu frustasi, minimal stres." Kata Sabda kepada Richad.

"Sabda Aku juga mengalami hal yang sama, semenjak ibuku meninggal dan ayahku kawin lagi, aku tetap biasa saja, pertama kali shok, tetapi tidak lama sudah biasa-biasa saja." Kata Richad kepada Sabda.

"Bersyukurlah kamu Richad diberi hati yang kuat asal bukan mati rasa saja. Wanita itu cenderung perasa meskipun banyak yang mampu menahannya." Kata Sabda.

"Terakhir bersama aku ketika makan malam di kafe Dia ingin Drop out saja dari kampus dan ingin fokus bekerja ikut kakaknya yang mengelola restauran di jepang. Namun Kakaknya melarangnya." Kata Richad kepada Sabda.

"Sebaiknya kita sebagai teman selalu membesarkan hatinya, kita dukung dia, kita suport agar Dia percaya diri menyelesaikan kuliahnya." kata Sabda.

"Sebentar lagi ada kuliah kedua ayo kita ke kantin aku traktir kamu minuman." Kata Richad.

Keduanya beranjak dari tempat duduk dan berjalan menuju kantin tidak jauh dari kampus. Setelah tiba di kantin keduanya mengambil meja dan duduk berdua, tidak lupa mereka memesan minuman dan cemilan sebagai teman ngobrol.

"Sabda, kamu punya pacar di Indonesia?" Tanya Richad kepada Sabda.

"Punya, memangnya kenapa?" Tanya Sabda.

"Apakah kamu merindukannya?" Tanya Richad.

"Setiap orang pasti merindukan orang yang dicintainya. Namun tidak semua orang bisa menyimpan kerinduannya itu dan akhirnya melahirkan kegelisahaan yang berdampak buruk terhadap kehidupan pribadinya." Terang Sabda.

"Sabda nampaknya kuliah jam kedua sebentar lagi mulai, ayo kita ke kampus!" Ajak Richad kepada Sabda.

Mereka beranjak dari meja kafe dan berjalan ke depan kasir untuk membayar makanan dan minuman untuk selanjutnya pergi ke kampus.

Pagi itu Raja bangun lebih awal dari biasanya, entah apa yang ada dalam pikirannya sehingga membuatnya gelisah, tidur semalam dia tidak nyenyak. Ingin rasanya kembali pulih seperti semula, menjadi laki-laki utuh tanpa bantuan kursi roda. Bisa bercengkrama dengan teman-temannya.

Turun dari tempat tidur dia gapai kursi roda yang berada tidak jauh darinya. Dengan berhati-hati tangannya yang lemah menahan bobot tubuhnya untuk memindahkan ke kursi roda. Butuh kerja keras dan perjuangan sehingga dia berhasil duduk ke kursi roda tanpa bantuan orang lain. Dengan tanganya ia mengayuh roda untuk keluar kamar hingga sampai ke pintu dan berhasil membukanya.

Dengan kursi rodanya ia keluar kamar dan berjalan menuju pintu samping rumah. Dengan hati-hati ia membuka pintu samping rumah hingga ia berhasil keluar. Dalam pagi yang masih gelap ia berada di sebuah taman kecil tempat ia biasa berjemur tatkala matahari sudah memancarkan sinarnya. Ia mencoba turun dari kursi roda dengan tangan memegang ranting pohon peneduh rumah.

Namun apa yang terjadi dia terjatuh terkulai di tanah. Dia mencoba bangkit lagi namun otot-ototnya terasa tidak berfungsi, dia gapai kembali kursi roda yang ada di dekatnya dengan bersusah payah akhirnya di berhasil kembali duduk di kursi rodanya.