"Kenapa kau mengatakan hal itu jika kau belum mengusahannya, Tae Gwang?" tanya Tae Joon yang sudah menunggu adiknya datang ke apartemennya sendiri dimana lokasinya sangat jauh dari tempat Tae Gwang tinggal bersama In Seung dan tempat dimana Tae Jung dan Na Ra tinggal juga.
"Maaf membuat kakak menunggu," ucap Tae Gwang sopan berjalan mendekat ke arah kakak dan kakak iparnya. Tae Gwang melepas penyamarannya guna tidak dikenali beberapa mata-mata dari tempatnya bekerja. Bahkan Tae Gwang mengunci rapat-rapat apartemen tersebut membuat kakaknya menyatukan alisnya bingung.
"Ada apa denganmu?" Na Ra terlihat begitu bingung dan kurang nyaman, ini mengenai kenapa adik iparnya terlihat sangat waspada. "Pekerjaanku sangat mengerikan, nyawaku terancam, dan masih banyak lagi. Kalian tidak akan pernah paham." Tae Gwang berjalan mendekat membuka tirai kamarnya untuk membicarakan hal serius.
Tenang, semua minuman ada di sini. Memang apartemennya terawat begitu rapi, hanya saja Tae Gwang tidak bisa menempatinya.
Ini adalah tempat pertama dan terakhir yang dia beli dimana Tae Gwang mendapat uang dari menjual keponakannya sendiri. "Ini hanya satu-satunya tempat dimana aku bisa mengenang Eun Ra," ucap Tae Gwang memberi penjelasan kecil dimana tempat ini bukanlah tempat biasa.
"Apa maksudmu?" tanya Tae Joon terlihat sangat bingung. "Aku menjual Eun Ra di tempat pelelangan perdagangan manusia setelah aku mendapatkan uang, aku membeli apartemen ini. Ku pikir aku bisa membelinya lagi setelah mendapatkan uang dari kalian. Nyatanya tidak," keluh Tae Gwang merasa sangat tidak berdaya dan tidak bisa melakukan apapun karena masalahnya semakin rumit.
"Apa maksudmu?" Tae Gwnag tersenyum tipis, dia menaikan satu alisnya membuat teka-teki kecil. "Aku tidak bisa membeli Eun Ra kembali." Yang Tae Gwnag katakan berhasil membuat keduanya marah, ayah kandung Eun Ra dan ibu kandung Eun. Kakak Tae Gwang dan kakak ipar Tae Gwang juga.
"Kami memiliki uang banyak, semuanya, tambahan apa yang kau butuhkan, Tae Gwang?" Tae Gwang terkekeh, dia menggelengkan kepalanya dengan tegas mengatakan cukup jelas. "Mereka tidak butuh itu, apapun dari kalian tidak ada bandingannya karena mereka memiliki segalanya."
Tae Gwang menghela nafasnya berat, dia menyatukan kedua telapak tangannya untuk meminta maaf. Perasaan bersalah menyelimuti hatinya, dan kini Tae Gwang tidak bisa melakukan apapun sama sekali.
"Aku datang hanya bisa sebentar, jadi tolong pahami dalam satu kali aku mengatakannya, Kak," minta Tae Gwang memnbat kakaknya mengeratkan tangannya marah. "Apa maksudmu!"
"Kami datang, memberimu banyak uang, kepercayaan dan segalanya. Namun saat kami memberikan harapan padamu, kau menyerah begitu saja?"
"Tanggung jawab atas kesalahanmu, aku tidak perduli dan tidak ingin tahu. Temukan Eun Ra dalam keadaan hidup atau--"
"Apa!!" balas Tae Gwang tidak kalah marah, dia memutar bola matanya malas. "Aku sangat yakin, ada dan tidak adanya kau, Eun Ra pasti masih bisa tetap hidup walaupun aku yang membesarkannya. Tapi jika bukan aku yang menjaga dan mengambilnya, kau pasti sudah kehilangannya."
"Sopanlah sedikit padaku karena aku mengurusnya dengan kasih sayang, Gong Tae Gwang!" Amarah Tae Gwang meledak begitu saja. Dia punya hak, dia punya wewenang mengatakan ini karena kakak dan kakak iparnya tidak menginginkan anak perempuannya saat itu.
"Kau buruk, kalian buruk. Menjadi orang tua saja kalian gagal, bagaimana bisa kalian bisa menjaga Eun Ra ku dengan baik? Lelucon kalian tidak lucu, sialan!" Setelah Tae Gwang mengatakan hal itu dia mengambil masker penutup wajahnya, memakai topi hitam, dan juga kacamatanya.
Penyamaran untuk pulang.
"Jangan mencariku lagi, ku pikir kalian akan baik-baik saja untuk bekerjasama. Melihat seberapa bodohnya kalian, aku bahkan muak melihatnya." Tae Gwang pergi keluar dari apartemennya sendiri meninggalkan kakaknya.
○○○
"Ibuku pulang tiba-tiba tadi pagi, apa semua itu karena paman?" tanya Tae Jung pada pamanannya, ayah dari kakak sepupunya Park Ji Kang. "Apa kamu berpikir seperti itu, Tae Jung?" Yang ditanya menjawab dengan anggukkan kepala pelan.
"Ya," jawabnya. Woo sik terkekeh, dia menggelengkan kepalanya pelan, bukan didesak, tapi dia hanya merasa bersalah. "Jika kau berpikir seperti itu silahkan saja, hanya saja kami tidak saling bertemu dan membicarakan hal rumit satu sama lain, Tae Jung," jawab Woo Sik seakan-akan dia merasa sangat jujur dengan jawabannya, Tae Jung terkekeh pelan.
"Aku merasa kurang yakin dengan pemikiranku sendiri, oleh karena itu aku menanyakannya." Woo Sik terkekeh, dia mengelus puncak kepala keponakannya sendiri. "Paman terlihat jelas sekali menyayangiku, aku bisa melihat seberapa banyak dan lembutnya paman menyentuh kepala Kak Ji Kang, tapi melihat paman melakukannya juga padaku, apa ini tidak perlu ku tanyakan juga?"
Woo Sik terkekeh, astaga. Keponakannya begitu pintar dan cerdas, dia pintar mengatakan sesuatu yang membuat dirinya merasa tertekan tanpa bisa mengatakan apapun. Dia berjalan menjauh memilih tidak menjawab, namun suara intrupsi dari Tae Jung mengalihkan gerakan Woo Sik.
"Apa yang ku pikirkan benar? Mengenai hubungan perselingkuhan paman dan ibu? Apa aku anak paman, bukan anak ayah?" tanya Tae Jung diluar dugaan mendengarnya, ada beberapa hal yang perlu diperjelas bagaimana Tae Jung menanyakannya.
Ini masalah sangat sensitif, hanya saja Woo Sik tidak bisa mengatakan apapun. "Berhenti mengatakan omong kosong, Tae Jung. Kau terlalu banyak minum tadi malam atau kenapa? Jaga kesehatanmu, dan pikirkan masa depanmu saja Tae Jung. Kau mulai banyak bicara tidak jelas."
Woo Sik menggelengkan kepalanya tidak menjelaskan apapun, tangannya memilih saling mengadu, dengan jari telunjuk dan jari tengahnya sedikit digesekkan dengan genggaman tangan kirinya.
Itu tanda-tanda seseorang merasa dia sangat tertekan dan terdesak karena situasi. "Aku hanya menebak, tapi paman sudah sangat gugup. Apa tebakan gilaku berhasil membuat paman takut?" tanya Tae Jung membuat wajah Woo Sik mendatar, dia membalikkan tubuhnya dan menatap tajam Tae Jung dengan tegas.
"Kau gila?" marah Woo Sik membuat Tae Jung sedikit sekali terkekeh bermaksud untuk mengejek saja. "Paman takut dan sekarang paman marah, apa ini kesalahanku? Aku patut curiga pada paman karena ayah membenciku," balas Tae Jung tidak ingin disalahkan begitu saja.
Woo Sik berjalan mendekat pada Tae Jung untuk sedikit menasihati, namun Tae Jung memberi batas terlalu jauh. "Jawab pertanyaan pertamaku, paman," minta Tae Jung pada hal yang sama.
"Apa yang kau katakan Tae Jung? Semua itu hanya pikiran negatifmu saja, paman tidak akan pernah mengkhianati hubungan paman sendiri, begitupun ibumu. Jadi--"
"Kenapa paman menangis saat ibuku juga menangis?" potong dengan pertanyaan dari Tae Jung membuat tubuh Woo Sik menegang tanpa diminta. "Kau?"
"Ya, aku melihat dengan mataku paman, dan asal paman tahu saja jika aku juga tahu kalau Kak Ji Kang menghapus data base CCTV nya, tapi aku melihat dengan mata kamera yang tidak bisa terhapus."
"Ingatanku permanen, paman." Tidak ada yang bisa menghindari pertanyaan menuntut dari Tae Jung sekarang, tidak ada yang bisa membohonginya lagi saat ini.
"Sebaiknya kita hentikan saja pembicaraan ini, sangat tidak nyaman jika kita-----"
"Apa maumu paman?" tanya Tae Jung meminta apa yang pamannya butuhkan dari dirinya saat ini. "Paman butuh semua warisannya? Aku siap memberikan semuanya asal hidupku bahagia, ada ayah, adikku, dan ibuku."
"Itu saja yang ku inginkan sejak dulu, tapi semua orang terus mengkhianatiku seakan-akan menganggap perasaan dan hatiku hanya permainan kalian saja." Tae Jung menertawakan takdirnya sendiri saat ini.
Keluarganya mempermainkannya, semuanya, segalanya, siapapun, dan siapa saja.
"Tidak hanya ayah, ibu dan adikku, tidak hanya paman, bibi dan Kak Ji Kang. Bahkan paman Go Hyung juga melakukannya, apa kalian pikir aku tidak tahu dan bodoh sekali?"
Wop Sik terdiam, pria yang dia pikir bodoh dan tidak tahu segalanya, adalah orang yang berbahaya.
Woo Sik salah, dia didikan Min Su Ri. Ya. Kim Tae Jung adalah didikan Kim Su Ri. Mantan pacarnya yang misterius.
"Sampai mana kau tahu, Tae Jung?"
'Segalanya!'