(Waktu pembicaraan ini satu hari sebelum Ji Kang menemui Eun Ra. Hari dimana Min Su Ri baru saja pulang ke rumahnya, Tae Jung berbicara dengan pamannya Park Woo Sik dan Tae Jung mendatangi Eun Ra)
"Bisa ku bicara denganmu, Eun Ra?" langkah cepat Eun Ra terhenti membuat Kang Hyun yang akan pergi bersama dengan Eun Ra merasa tidak nyaman dengan ada diantara mereka. "Permisi tuan," ucap Kang Hyun yang sengaja berpamitan karena dia tahu jika keberadaannya tidak seharusnya ada di antara mereka bertiga.
Namun, tangan kecil Eun Ra menarik Kang Hyun untuk menunggu. "Tunggu aku berangkat, tuan Kang Hyun," minta Eun Ra dengan mengeratkan tangannya pada pria yang sudah lama dekat dengannya karena rekan bekerja juga.
"Pekerjaanku banyak, Eun Ra. Dan ku pikir lebih baik kau menyusulku saja nanti, aku akan menunggu di mansion saja." Eun Ra menghela nafasnya pasrah saja, dia merasa tidak nyaman dan canggung jika bersama dengan Tae Jung kali ini.
Pembicaraan terkahir kali dengan Tae Jung membuat Eun Ra semakin tidak memiliki keberanian untuk berbicara. Dia merasa sangat malu dan tidak memiliki wajah, bahkan harga diri dan tahu dirinya. Eun Ra rasa dia seharusnya mencium kaki Tae Jung saja, dia banyak salah karena perasananya pada Ji Kang yang membuat Tae Jung menjauhinya.
Terlebih kemarin, ah lupakan.
"Ada apa tuan ingin berbicara denganku? Aku rasa seharusnya tuan bekerja ke tempat--"
"Kau siapa, Eun Ra?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Tae Jung berhasil mengintrupsi mulut Eun Ra karena dia yakin yang dia katakan begitu sulit dan rumit diperjelas sekarang.
Eun Ra menundukkan kepalanya tidak berani untuk menatap atau bahkan memperihatkan wajahnya pada tuannya. Setelah kemarin, Eun Ra semakin canggung dengan Tae Jung. Selain begitu banyak masalah yang Eun Ra dapatkan dari Min Su Ri, ibu Tae Jung, Eun Ra juga menjadi wanita yang tahu diri saja mulai sekarang.
"Aku memang pekerjamu, Tae Jung. Tapi jika seperti ini kau yang akan rugi jika aku tidak bekerja membantu tuan Kang Hyun, kan? Aku harus pergi tuan." Tae Jung tersenyum miring sekarang, dia sama sekali tidak bodoh bagaimana Eun Ra semakin tidak ingin melihat mata dan wajahnya karena ibunya.
Ya, Min Su Ri mengatakan begitu banyak kecauan pada Eun Ra, Tae Jung tahu itu. "Kau ku berhentikan bekerja dan hanya tinggal di sini pun ku rasa aku tidak akan rugi sama sekali," jawab Tae Jung ingin menjelaskan pada Eun Ra jika maksudnya adalah baik. Tangan Tae Jung yang beberapa detik lagi menarik tangan Eun Ra untuk digenggam bahkan berhasil menjauh. "Tuan, katakan saja," minta Eun Ra yang memilih berjalan cukup jauh membuat jarak agar mereka tidak saling melihat wajah atau yang lainnya.
"Eun Ra, aku hanya ingin mengatakan maaf sebagai pengganti bagaimana ibuku menyakiti perasaanmu," ucap Tae Jung meninggalkan kehormatannya hanya untuk berbicara pada wanita egois dan keras kepala seperti Eun Ra. Wanita itu memang mendengarnya, sangat jelas, bahkan dengan sangat amat bodoh juga Eun Ra menjawab dengan beberapa kali kalimat menyakitkan untuk Tae Jung.
Ini salah, Tae Jung menghilangkan harga dirinya untuk mendapat maaf, namun Eun Ra menutup matanya. "Hey! Bagaimana bisa seorang tuan, majikan, dan bos meminta maaf pada pembantunya? Tuan, apa yang kau katakan? Ini hanya salah paham, nyonya Min hanya ingin menegurku untuk tahu diri, aku menerimanya, bagaimana bisa aku menyukai raja saat aku sendiri adalah pesuruh? Nyonya Min benar-benar aneh, tuan."
Tae Jung terdiam, dia bisa melihat bagaimana wajah dan mulut Eun Ra mengatakan bualan untuknya, bagaimana seorang Eun Ra mengatakan begitu banyak kalimat baik, namun bermakna menusuk untuknya sendiri.
Tae Jung tahu, dia melihatnya dan bisa merasakannya. "Jangan--"
"Aku sudah memasukan semua ucapan nyonya Min pada hatiku, tuan. Jadi kau jangan khawatir, aku menerimanya sebagai pacuan jika aku tahu diri, jika aku hanya pembantu, tuan tenang saja." Eun Ra kembali memotong ucapan Tae Jung saat pria itu akan memperjelasnya, hanya saja kali ini Eun Ra ingin memilih egois, untuk dirinya, perasaannya dan hatinya.
"Eun Ra," panggil Tae Jung dengan suara sangat lembut, lirih, bahkan begitu kentara mengayomi yang lebih muda. "Apa kau begitu membenciku? Aku hanya pria yang sedang meminta maaf atas nama ibuku, tapi kau menginjak semua yang sudah ku lakukan padamu bahkan saat aku melepas semua yang ku punya."
"Kau siapa Eun Ra? Kau siapa yang dengan kurang ngajarnya terus menjadi egois di depan orang yang menolongmu?" Tunggu! Eun Ra menangis, dia merasakan seberapa kurang nyaman dan ingin meledakkan semua perasaannya pada Tae Jung.
Tae Jung benar, tapi Eun Ra tidak ingin disalahkan. "Tuan, maafkan aku. Bukan kau yang seharusnya menurunkan harga dirimu, melainkan aku yang seharusnya menurunkan harga diriku."
○○○
"Tiba-tiba?" tanya Ji Kang yang mendengar ayahnya tiba-tiba sekali ingin pulang bahkan saat dirinya dan ayahnya masih dalam tahap menyusun rencana masing-masing untuk memperbaiki keadaan.
"Iya, ayah harus pergi, pulang, ibumu sangat merindukan ayah, ayah hanya percaya diri, tapi ibumu pasti merindukan ayah." Ji Kang memutar bola matanya malas, ini gila, ayahnya memang gila, tapi Ji Kang tidak pernah berada di satu fase dimana dia bisa melihat ayahnya sangat percaya diri dengan cintanya pada ibunya.
"Ada yang aneh, ada apa dengan ayah?" sadar Ji Kang negitu ayahnya mengalihkan tatapannya darinya, Woo Sik terkekeh dan mengelus puncak kepala anaknya. "Pukul satu pagi nanti ayah akan pulang, jaga dirimu Ji Kang," ucap Woo Sik mengelus pelan kepala anaknya lagi.
Kesekian kalinya, bahkan Ji Kang terkadang merasa sedikit malas begitu ayahnya terlalu memanjakannya dengan beberapa tindakan yang membuatnya kesal.
"Bagaimana dengan rencanaku dan ayah?" tanya Ji Kang sedikit tidak setuju begitu ayahnya justru akan kabur begitu saja setelah menyusun sebagian rencananya.
Woo Sik terlihat pusing, dia bingung dan menghela nafasnya berat, matanya terangkat satu untuk memberi isyarat pada anaknya jika anaknya bisa menyelesaikannya dengan rapi. "Astaga," keluh Ji Kang kesal.
"Seharusnya ayah tidak datang saja, semua terasa begitu percuma, akan tetap sama karena aku juga yang akan melakukannya. Ayah bodoh," umpat Ji Kang kesal memaki ayahnya tidak dengan kasar namun dengan suara yang datar merasa sangat kecewa. Lagi, sekarang bukan untuk yang kesekian kalinya, melainkan hampir setiap kalinya.
Woo Sik begitu percaya pada anaknya, sampai rasa-rasanya Ji Kang begitu sangat bisa diandalkan sampai Woo Sik percaya Ji Kang tidak butuh ayahnya untuk berada di rencananya atau keberadaannya. Sama sekali, Ji Kang terbiasa dididik oleh Woo Sik untuk melakukannya sendiri, arahan, dan melakukannya sendiri. Sampai Ji Kang sudah hafal apa yang akan dia dapatkan.
Woo Sik terkekeh, dia memeluk erat tubuh yang sekarang sudah tumbuh sangat dewasa dan tampan. "Kau anakku, Ji Kang. Kau benar-benar anakku yang berhasil ku besarkan dan didik dengan caraku yang sukses. Jadi ayah hanya ingin kau bisa mandiri dan menyelesaikan urusan dan masalahmu sendiri sebelum menikah." Woo Sik terkekeh begitu melihat anaknya memutar bola matanya malas, bahkan mata tajamnya sekarang seakan-akan menantang ke arahnya.
Woo Sik sangat membebaskan Ji Kang melakukan apapun padanya, kata umpatan, makian, dan segalanya. Selagi nada bicaranya bisa dibicarakan baik-baik, Woo Sik benar-benar mendidik Ji kang dengan rapi, walaupun terkesan sering bertengkar dan seorang ayah yang akan mengalah, Ji Kang bersyukur dia memiliki ayah yang bisa menjadi temannya.
"Aku tidak ingin menikah, sudah ku bicarakan pada ayah bahkan saat umurku masih duabelas tahun, ayah jangan main-main denganku," ucap Ji Kang mengancam hal-hal konyol pada ayahnya untuk jangan mempermainkannya lagi untuk menyukai satu wanita atau bahkan pria cantik yang harus Ji Kang nikahi.
"Lepas topeng yang kau kenakan Ji Kang! Kau pikir ayah tidak tahu jika kau menyukai wanita yang berlawanan denganmu juga?" marah Woo Sik menatap tajam dan menusuk pada anaknya jika dia tahu rahasia terbesar milik anaknya beberapa bulan terakhir, namun Woo Sik sengaja mendiamkannya.
"Ayah tidak tahu apapun, jadi ayah tidak perlu sok tahu tentangku," jawab Ji Kang dengan wajah santai dan percaya diri seakan-akan dia benar-benar sudah menang dari ayahnya.
"Uh?" Woo Sik terkekeh begitu melihat anaknya terlihat sangat sombong dan meremehkannya, Woo Sik menggelengkan kepalanya pelan. "Katakan pada ayah siapa wanita yang kau cintai dan kau selamatkan nyawanya bahkan saat kau bisa menyelamatkan nyawa kakekmu yang jelas-jelas satu darah dan ayah dari ibumu?" Ji Kang terdiam, dia tersentak karena terkejut. Apa ayahnya tahu?
"Kau ingin mengatakannya sendiri siapa wanita itu pada ayah atau ayah yang harus mencari tahu sendiri siapa dia, Park Ji Kang?"
'Sialan! Jadi selama ini ayahnya tahu? Ini bencana!'