"Oh, ya sudah, masuk saja ke dalam! Bapak yang bonceng apa sama pacarnya?" tanya beliau sambil mengarahkan pandangan ke Zaki.
"Sama saya aja, Pak! Saya juga mau ke dalam cari Pak Burhan, mau kasih titipan dari ayah saya. Bapak duluan aja, nanti kami ikuti Bapak dari belakang," ujar Zaki.
Setelah petugas keamanan tadi pergi, Gita setuju ikut dengan Zaki ke gerbang utama kantor.
"Terima kasih, ya, Ki. Udah bantuin aku tadi!" ucap Gita tanpa basa-basi.
"Kamu itu gak berubah, ya? Suka banget aduh jotos gitu! Kalau diabaikan aja gak masalah, kan? Lewat aja, gitu!" omel Zaki yang heran dengan sifat Gita yang suka sekali keributan.
"Enak aja! Nanti bisa ngelunjak kalau dibiarin. Jangan dibiasakan sembarangan colek-colek anak orang!" jawab Gita tak kalah mengomel.
"Oh, pantesan ngamuk harimaunya, haha!" ejek Zaki sambil tertawa.
Sesampainya di pusat informasi, Zaki menemui orang yang ingin didatanginya. Kemudian, barulah Zaki mengikuti Gita untuk bertemu dengan Pak Hasan. Gita mengajak Zaki bertemu dengan ayahnya dan menceritakan kejadian tadi serta hubungan pertemanan mereka saat ini.
Berbincang dan mengobrol sejenak, Pak Hasan memperhatikan pandangan Zaki pada anaknya. Dia yakin, Zaki menyukai anaknya. Namun, dia tak ingin gegabah menasihati anak orang agar menjaga jarak dengan puterinya.
Pak Hasan berterima kasih atas bantuan Zaki menolong anaknya, dan mempersilahkan Zaki meninggalkan mereka karena Gita akan pulang bersama Ayahnya saja.
"Gita, Zaki itu suka sama kamu, ya?" tanya Pak Hasan pada Gita yang hanya menjawab dengan anggukan. Sangat terlihat kalau Gita malas membahas soal itu.
"Dari SMP?" tanya sang ayah lagi.
"Iya, Yah. Yang Gita pernah cerita dulu kalau orang tuanya gak suka sama Gita. Terus ngaduhin yang bukan-bukan sama wali kelas Gita," Gita menjawab.
Pak Hasan mengerti dan tidak bertanya lagi karena tidak mau puterinya mengingat hal itu lagi.
"Ya udah. Ngomong-ngomong kamu cari Ayah ada apa? Sampai dibelain ke sini. Ketemu berandalan lagi! Kalau mau ngobrol sesuatu, kan, bisa telepon ayah aja!" tanya Pak Hasan lagi.
"Gak ada apa-apa, Yah. Cuma alasan ke teman-teman yang rebutan mau nganterin Gita pulang. Eh, gak taunya malah ketemu Zaki di sini, haaa! Ribet banget ya, Yah?" jawab Gita sembari melepaskan nafas panjang.
"Ayah senang, kamu bisa jaga ikatan sama Barra walau jauh. Gak mudah tergoda juga sama laki-laki lain. Gak malu-maluin keluarga kita. Yang sabar, teman laki laki yang suka sama kamu itu juga ujian buat kamu dari Allah, Gita. Semoga Allah selalu melindungi kamu, Nak!" doa sang Ayah sambil mengelus kepala anaknya.
'Buktikan sama orang-orang yang sudah menyepelekan adab kamu, Gita! Ayah yakin sama anak ayah sendiri,' lanjut Pak Hasan bergumam dalam hati saat memandang puterinya itu.
***
Di kota S, Barra tengah sibuk dengan laporan laporan permesinan yang menumpuk di meja kerjanya. Ia nampak tekun mengerjakan dan membaca setiap lembaran tugasnya. Sampai ia lupa kalau waktu istirahat sudah hampir habis.
"Mas Barra, gak keluar? Gak laper kamu, Mas? Ke kantin, yuk, temenin aku makan!" tanya wanita cantik yang berpenampilan menawan dengan kemeja merah muda berenda dan rok hitam yang panjangnya di atas lutut. Dan membuat bagian tubuh belakangnya menonjol dengan sangat mencolok.
"Udah duluan aja, Mer! Kerjaanku masih banyak. Lagian aku baru minum kopi juga," jawab Barra tanpa menoleh ke arah rekan kerja wanitanya yang bernama Mery itu.
"Okay, seperti kebiasaan kamu, Mas. Silahkan lanjutin!" ujar Mery agak sebal karena mendapat penolakan Barra lagi.
Mery heran dengan Barra yang tahan sekali dengan godaan penampilannya yang terbilang cukup menantang setiap kali ia menghampiri Barra. Sementara, rekan kerja laki-laki yang lain selalu berebut ingin dekat dengan Mery.
'Awas kamu Mas, gak akan aku lepasin kamu! Sebentar lagi, kamu gak bisa lari dari aku!' ucap Mery dalam hati.
***
Sabtu malam diiringi dengan hujan deras yang diselangi suara petir menggelgar di atas gedung-gedung tinggi pusat kota.
Malam itu Barra kembali bekerja lembur. Seharusnya pertengahan hari sudah pulang, tapi, ia memilih menyelesaikan laporan yang masih menumpuk. Barra selalu berusaha bertanggung jawab dalam pekerjaannya.
Di luar ruangannya nampak Mery datang membawa secangkir kopi panas untuk Barra. Sebagai assisten Barra, Mery memilih untuk menunggu Barra dengan alasan bosan bila pulang terlalu awal.
"Kopi, Mas! Masih lama kerjanya?" ucap Mery sembari menyodorkan kopi yang dibawanya.
Barra menujukan pandangannya ke arah kopi, lalu ke sosok Mery yang duduk di sofa tamu ruangannya, "Terima kasih, Mer. Aku memang lagi butuh ini biar enggak ngantuk. Kamu pulang aja, gih!" ucap Barra.
"Di rumah sepi. Gak tahu mau ngapain kalau pulang lebih cepat. Gak ada temannya, Mas. Baiknya aku nungguin cowok ganteng yang di depan aku. Siapa tahu kamu tergoda sama aku!" ucap Mery centil sambil mengedipkan sebelah matanya untuk Barra.
"Jangan ganggu aku, Mer. Nanti kamu kecewa! Cari aja laki-laki lain yang lebih baik dari aku!" ucap Barra tanpa memandang wajah Mery dan tetap fokus ke lembaran kertasnya.
"Aku kurang apa sih, Mas? Kamu kok gak pernah sedikitpun melirik aku! Aku kurang cantik? Kurang pintar di mata kamu?" tanya Mery memelas.
Barra mengangkat wajahnya dan memandang Mery yang sudah mulai menangis.
"Mungkin bagi laki-laki lain kamu itu sempurna Mery. Sudah cantik, pintar dan punya karier bagus di usia semuda ini," jawab Barra serius.
"Tapi, aku gak bisa muji perempuan lain. Mery, aku sudah jadi calon suami orang!" lanjutnya sambil menunjukkan cincin di tangannya.
"Kamu bohong Mas, aku gak pernah lihat kamu dekat sama perempuan, bahkan sama aku! Dan gosip yang tersebar di kantor ini, menceritakan kalau kamu tidak suka perempuan! Tolong, Mas. Jangan tolak aku dengan kebohongan!" ucap Mery dengan perasaan sedih.
"Aku memang gak suka perempuan selain tunanganku. Dan maaf Mery, aku menganggap kamu hanya sebagai teman, tidak lebih!" jawab Barra sambil menyesap kopi yang dibawakan Mery tadi.
Mery tersenyum kemenangan melihat Barra meminum kopinya. Merasa rencananya berhasil, kemudian ia mengaku menyerah mengejar Barra.
"Baiklah, Mas. Aku terima kamu gak bisa suka sama aku, yang penting kita masih berteman. Aku mau pulang aja, Mas. Takut makin malam hujannya tambah deras. Dan gak ada gunanya juga aku temanin Mas Barra di sini!" ucap Mery sambil tersenyum melihat raut wajah Barra yang mulai gusar.
BERSAMBUNG...
Author: Bau perempuan penggoda mulai tercium guys!!!
Reader: Mesti banget, Thor, dikasih penggoda, gitu?
Author: Kalau gak gitu kurang seru, loh! Jadi nyia-nyiain pengorbanan Cu Pat Kai nanti. Hahaha!
Cu Pat Kai: Woi, ngapain bawa nama gue?
Beginilah cinta, deritanya tiada akhir!