"Maafin aku, Mas! Aku ngaku salah udah jebak kamu. Asal kamu tau, Mas. Cuma kamu laki-laki yang bikin aku penasaran. Kamu sopan dan ramah sama aku. Tapi, sekalipun kamu gak pernah mau deket sama aku!" Sesal Mery seraya meminta maaf.
"Aku janji, Mas. Aku gak akan buat kayak gitu lagi sama Mas Barra! Aku juga akan jaga jarak sama Mas. Jadi tolong, jangan laporkan ke perusahaan. Nanti karier aku hancur, Mas!" pinta Mery lagi yang membuat Barra berfikir.
"Oke! Aku anggap ini gak pernah ada. Jadi kamu harus pegang janji kamu. Kalau bisa kita jangan ketemuan lagi. Lagipula divisi kita beda, gak ada alasan kamu sering-sering ke ruangan aku!" jawab Barra lantang dan tegas.
Barra pergi meninggalkan Mery yang masih menangis. memaafkan kesalahan Mery dengan mudah. Karena Barra bukanlah pendendam, juga bukan pemarah. Tapi, jangan coba mengusiknya. Orang selembut apapun bila diusik akan keluar sifat buruknya juga.
Bagi yang menginginkan part kehancuran Mery, ya sabar dulu, ya! Mungkin gak akan ada part itu, karena Barra bukan orang yang suka menghakimi.
Selesai masalah dengan Mery. Barra mampir ke sebuah pusat perbelanjaan yang ada di pusat kota yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
Saat berjalan, matanya tersorot pada pasangan muda yang terlihat sedang memilih cincin. Entah cincin pertunangan ataupun pernikahan, entahlah. Yang pasti, di bayangan Barra, ada Gita dan dirinya yang bertukar cincin saat pertunangan waktu itu.
"Mas rindu kamu, Gita. Sampai kapan rindu ini akan terbayar? Apa hati ini akan sanggup menahan beban rinduku yang sudah makin menggunung?" ucapnya dalam hati dengan mata yang berkaca-kaca memandang pasangan itu.
'Bagaimana aku bisa menghilangkan rinduku padanya sebentar saja?' begitulah isi benaknya. Lalu, terlintas pikiran kenapa ia tidak mengajukan cuti untuk pulang kampung. Dan sebentar lagi, juga hari lahir kekasihnya. Tepat sekali dirasa moment yang pas untuk pulang dan membuat kejutan bagi Gita.
Esok harinya, Barra kembali bekerja lembur karena beberapa hari sudah ia tid ak bekerja. Tak lupa Adimas mengunjungi bagian HRD menanyakan perihal cuti yang diajukan.
Hatinya sungguh gembira mendengar staf HRD menyebut bahwa ia bisa mengambil cuti tahunan yang belum diambil selama satu tahun lebih di kotanya bekerja selama ini. Hasilnya, Barra bisa pulang kampung selama dua minggu walau dengan banyak pertimbangan.
Pertimbangan berupa pekerjaan Barra yang sekarang harus tetap ada yang menghandle selama kepergiannya. Setelah mencari dan mendapatkan siapa bawahannya yang tepat untuk menggantikan pekerjaan Barra. Pada akhirnya, Baraa juga harus menerima dirinya hanya bisa cuti selama sepuluh hari.
Tapi sudahlah, itu juga sangat cukup dia rasa untuk pulang bertemu orang-orang tersayangnya. Haaaahh! Rasanya sudah tak sabar...
***
Di lapangan sekolah pada jam olahraga. Terlihat ramai karena kebetulan kelas Gita dengan kelas sebelahnya sedang mengadakan pertandingan dalam olahraga basket untuk siswa perempuan.
Di pinggiran lapangan, nampak Zaki dan Dimas yang dengan tenang menantikan pertandingan antar kelas tersebut.
"Kamu pegang siapa, Ki?" tanya Dimas pada Zaki.
"Ya, jelas Gita-lah! Pakai tanya segala!" jawab Zaki cuek pada Dimas.
"Idih, ikut-ikut aja! Kreatif dikit kalau buat jawaban. Jangan ikut-ikutan terus kamu!" omel Dimas setelah mendengar jawabannya.
"Ya, memang aku pilih Gita. Lagian aku tahu Gita pasti bisa ngalahin kelas sebelah! Yakin aja, deh!" balas Zaki.
"Setuju! Aku pilih Gita juga!" Sean ikut menimpali obrolan kedua adik kelasnya tersebut.
"Kak Sean ngapain di sini? Gak belajar? Bolos kelas, ya?" tanya Dimas sedikit kaget.
"Tadinya cuma lewat aja, sih! Habis dari toilet. Eh, gak sengaja lihat Gita di lapangan. Ya udah, aku ikut duduk aja di sini sama kalian!" jawab Sean santai.
"Berani amat bolos belajar gitu! Contoh kakak kelas yang gak baik, Mas! Gak perlu kita tiru!" ucap Zaki pada Dimas yang tersenyum setuju meledek Sean.
"Terserah, deh! Yang penting aku mau lihat Gita main! Penasaran aku, gimana Gita kalau lagi serius main kayak gini?" jawab Sean tidak peduli.
"Siap-siap aja mulutnya ditutup biar lalat gak masuk! Gita tuh sama aja, mau ngapain juga, dia tetap serius! Apa lagi soal olahraga gini, mata pelajaran yang paling disukai Gita!" Dimas berkomentar.
"Betul! Pasti totalitas banget pecicilannya!" Zaki setuju dengan ucapan Dimas, "Dan aku udah lama gak lihat Gita super aktif lagi," lanjut Zaki bergumam.
"Haish! Makin pengen lihat nih jadinya!" balas Sean yang semakin penasaran dengan obrolan Zaki dan Dimas tentang Gita. Pandangan mereka kini tertuju pada sekelompok orang di tengah lapangan basket.
Pertandingan di mulai. Kali ini Gita menjadi ketua tim bersama empat teman lainnya. Di seberang ring sudah berkumpul tim lawan yang diketuai Santi.
Koin dilemparkan guru olahraga ke atas, lalu menangkapnya dan undian pun terjadi. Tim Santi menang untuk memulai permainan lebih dulu.
Santi mengoper bola ke teman terdekatnya sambil melangkah maju menuju ring tim Gita. Santi terus mengoper bola ketika terlihat temannya sedang bebas. Hingga berada di bawah ring, bola sudah sampai di tangan Santi lagi. Santipun melompat jinjit melemparkan bola ke ring dan masuk.
Skor pertama dicetak tim Santi. Gita masih terlihat tenang melihat arah permainan Santi dan timnya. Setelah beberapa kali tim Santi mencetak angka, Gita mulai dapat menyimpulkan strategi yang tepat untuk timnya melawan tim Santi.
Istirahat sejenak, tim Gita berembuk menyusun strategi permainan. Ditutup sorak semangat dengan timnya, dan permainan dimulai kembali.
Kali ini permainan dikuasai tim Gita. Kerja sama tim yang baik menghasilkan hasil yang sempurna. Dengan lincah Gita mengoper kesana-sini pada teman se-timnya. Sesekali skor dicetak Gita dan dia juga memberi kesempatan rekan timnya memasukkan bola ke ring lawan.
Perolehan skor yang awalnya dikuasai tim Santi kini hampir didekati tim Gita. Rasa cemas Santi tidak terbendung saat skor sudah setara dan bahkan melewati skor timnya. Waktu terus berjalan tanpa mau tahu siapa yang akan menang.
"Jangan harap kamu menang, ya! Awas kamu!" gerutu Santi pelan sambil berlari menghampiri Gita yang masih standby mengamati posisi bola dan Brugh! Gita terjatuh saat Santi melewatinya dengan sedikit dorongan hingga Gita tersungkur ke lantai lapangan.
Priiiittt!
Guru olahraga membunyikan peluit agar permainan berhenti sejenak. Teman satu tim Gita menghampiri dan membantunya untuk duduk. Membersihkan tangan dan kaki Gita dari debu dan sedikit pasir yang menggores kulitnya.
Di bagian lutut celana olahraganya sobek akibat gesekan lantai lapangan basket yang kasar. Telapak tangan Gita banyak guratan bekas gesekan juga, yang mungkin bila dibersihkan akan perih rasanya.
Gita hanya terdiam dan sedikit meringis. Tidak terlalu menghiraukan rasa sakit dan teman-temannya yang menanyakan keadaannya. Fokus pandangan Gita hanya ke arah Santi yang tersenyum licik melihatnya.
Bersambung...
Reader: Balas gak, Thor?
Author: Maunya gimana?
Reader: Ya balaslah! Masa enggak, sih?
Author: Ya udah, next aja deh bacanya!