Barra yang baru kembali lagi ke pabrik awal ia bekerja, berjalan dengan cepat menuju kantor karena mendapatkan telpon dari sana.
Tok Tok Tok
"Permisi, Bu, selamat siang!" Sapa Barra pada seorang wanita paruh baya yang diketahui bernama Linda.
"Ya, Pak, silahkan masuk!" ujar wanita itu yang mendapat anggukan dari Barra.
"Bapak sudah dapat kabar atau belum dari Manager Bapak soal promosi jabatan yang Pak Barra dapatkan?" pembicaraan dimulai Bu Linda sebagai staf HRD di perusahaan Barra bekerja.
"Setelah kami melakukan pertemuan untuk membahas tentang kinerja Pak Barra lebih dari setengah tahun belakangan, yang dinilai sangat bagus untuk perusahaan kita yang baru. Maka dari itu, dari pihak di Divisi Departemen Bapak sekarang, menerima tawaran agar Pak Barra dipromosikan untuk naik jabatan menjadi Manager Divisi Maintenance dan akan di tempat kerjakan di luar kota tempat Pak Barra bekerja kemarin!"
"Maaf, Bu!" dari sekian panjang lebar Bu Linda menjelaskan, hanya dapat sepotong kalimat heran yang Barra keluarkan.
"Pak Barra kaget, ya?" sambil tersenyum Bu Linda mengamati raut kaget wajah Barra.
"Eh, iya, Bu, maaf! Saya masih kurang faham. Bisa tolong Ibu jelaskan lagi!" pinta Barra.
"Begini, Pak. Secara rahasia, Tim divisi Maintenance tempat Pak Barra bekerja saat ini melakukan penilaian kelayakan serta kinerja pegawai dalam memajukan operational perusahaan,"
"Tujuannya agar pegawai berprestasi dengan etos kerja yang bagus bisa ditempatkan menjadi Manager Divisi Maintenance yang saat ini masih kosong untuk perusahaan kita yang baru di luar kota,"
"Tentu saja penilaian kami tidak sembarangan dan sangat teliti serta membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Dan kami merahasiakannya supaya kami bisa melihat langsung kinerja pegawai yang sebenarnya tanpa memberi kesempatan kepada pegawai untuk melakukan nepotisme,"
"Penilaian kami sangat profesional sesuai standart, Pak. Jadi ini merupakan kesempatan emas yang jarang sekali dimiliki pegawai lain di perusahaan kita,"
"Selamat ya, Pak Barra! Selamat atas promosi kenaikan jabatan Bapak. Surat Keputusan kenaikan jabatan dan prosedur pemindahan pegawai akan dikirim secepatnya melalui divisi Bapak saat ini. Dan untuk konfirmasi waktu keberangkatan silakan berkonsultasi dengan Kepala Divisi Bapak, ya! Sekali lagi selamat, Pak Barra!" sambil mengulurkan tangan Bu Linda mengucapkan selamat untuk promosi jabatan yang Barra dapatkan.
"Iya, Bu Linda, terima kasih!" Barra juga mengulurkan tangan menyambut tangan Bu Linda walau masih sedikit informasi yang dapat diserap otaknya saat itu.
Yang menjadi pemikirannya saat ini adalah di satu sisi dia bahagia, dia senang karena jabatan pekerjaannya meningkat. Di sisi lain, Barra bingung karena harus pindah meninggalkan kota tempat tinggalnya saat ini, yang juga meninggalkan Gita tunangannya.
Sebenarnya ini berita baik atau berita buruk? Apa yang harus dikatakannya kepada Gita yang baru saja dipinangnya? Baru saja pulang dan bertemu, kini mereka sudah harus berpisah lagi.
Terlintas di benaknya ingin menolak tawaran yang langka itu, namun sisi akal sehatnya berfikir untuk tetap menerima tawaran tersebut. Dengan karier yang bagus mudah-mudahan dapat membahagiakan Gita kelak.
Tanpa berpikir dua kali ia mengendarai sepeda motornya menuju ke kantor tempat Pak Hasan bekerja. Setelah memarkirkan motornya, Barra menuju pos yang merupakan bagian resepsionis.
"Selamat siang, Pak! Ada yang bisa dibantu?" tanya lelaki petugas resepsionis itu.
"Ya, selamat siang, Pak! Saya minta tolong ingin bertemu dengan Pak Hasan bagian HUMAS, bisa minta tolong dipanggilkan sebentar Pak? Saya ada keperluan sebentar!" jawab Barra.
"Ya, baik. Mohon tunggu sebentar ya, Pak! Silahkan menunggu di tempat yang sudah disediakan, sementara kami akan menghubungi bagian HUMASnya!" ucap petugas tersebut dan terlihat mengangkat gagang telpon dan menghubungi seseorang.
***
Pak Hasan yang sudah melihat Barra duduk di bangku tunggu tamu, memanggil sambil melambaikan tangan pada calon menantunya itu, "Barra!"
Barra memalingkan pandangan ke arah sumber suara, "Ya, Yah!" sambil berdiri dan menghampiri Pak Hasan.
Mereka memutuskan duduk di kantin kantor. Dengan udara yang sejuk karena banyak pohon-pohon besar yang rindang.
Barra nampak memperhatikan burung elang yang terbang di sekitar dahan pohon, karena terlihat ada sarangnya di sana.
Melihat gelagat Barra yang sedikit aneh, Pak Hasan menanyakan maksud datang Barra mencarinya.
"Barra, kok tiba-tiba kamu datang ke sini cari Ayah?" Pak Hasan memulai sebelum menyeruput kopi pesanan mereka.
"Barra bingung, Yah," jawabnya singkat sambil menghela nafas berat.
Pak Hasan menoleh dan terlihat menaikkan sebelah alisnya tanda heran, "Kenapa bingungnya?".
"Barra tadi dari kantor HRD dan informasinya, Barra dapat promosi naik jabatan jadi Manager Maintenance, Yah!" jawabnya lagi dan membuat wajah Pak Hasan sumringah mendengarnya.
"Alhamdulillah, Bar! Ini berita bagus, loh! Ayah bangga sama kamu!" ucap selamat Pak Hasan pada calon menantunya itu sambil menepuk bahu Barra.
"Tapi, Yah," Barra berhenti sejenak, "Barra dipindah tugaskan di perusahaan baru di luar kota," jawabannya ini langsung menyurutkan senyum Pak Hasan yang tadi merekah.
Memikirkan sejenak, sambil menyuruput lagi kopinya yang sudah hangat. Pak Hasan juga jadi ikut memandang jauh ke celah-celah dahan pohon besar yang menaungi mereka.
Beliau jadi faham kenapa Barra terlihat gundah dan gelisah saat ini. Dia sangat mengetahui kekhawatiran Barra sekarang. Yang tidak ingin meninggalkan Gita, namun merupakan tanggung jawabnya juga untuk membuat masa depan Gita cerah.
"Ayah sudah paham cerita ini mau kemana. Sebagai orang tua, sudah pasti kami ingin Gita bahagia bersama kamu, Bar. Walaupun caranya harus melihat kalian berjauhan dulu demi masa depan, Ayah tidak keberatan," jawab Pak Hasan.
Barra terperangah mendengar kalimat calon ayah mertuanya itu. Namun kelihatannya, memang begitulah yang terbaik.
"Itu juga yang Barra pikirkan sepanjang jalan. Demi masa depan kami yang cerah, Barra akan pergi ke sana. Tapi Gita, Yah?" tanyanya lagi.
"Gita pasti sedih, Bar. Tapi kita sama-sama tahu, Gita perempuan yang cerdas, dia pasti bisa tegar dan sabar," ucap Pak Hasan sedikit meneduhkan hatinya.
'Ya, Yah. Gita memang bisa tabah, tapi Barra yang mungkin enggak bisa,' gumamnya dalam hati.
"Biar Ayah yang ngasih tahu nanti. Kita berkumpul dulu di rumah, ya! Sekarang kamu jangan pusing. Di sana kamu kerja, kan? Bukan ingin main, kan? Untuk Gita juga, kan? Jadi, pikirkan dengan tenang. Mudah-mudahan Allah melancarkan semuanya!" Pak Hasan menasihati Barra.
"Ya, terima kasih, Yah! Barra udah agak tenang. Nanti kalau Barra enggak ada di sini, tolong jaga Gita buat Barra ya, Yah!" pinta Barra.
"Memangnya Gita anak siapa, Bar? Ya, pastinya Ayah jaga, lah! Kamu ini. Udah dulu, ya? Ayah masih ada yang harus dikerjain di kantor," Pak Hasan berujar.
"Iya, Yah. Barra pamit, maaf udah ganggu Ayah kerja. Assalamu'alaikum, Yah!" Barra berucap pamit.
Pak Hasan melihat sosok Barra yang menjauh pergi.
"Mungkin Allah ingin menjaga adab kalian, makanya kalian dipisahkan sampai waktunya tiba nanti. Ayah harap kalian bisa sabar dan tegar!" Gumamnya pelan melihat Barra pergi.