"Ck, apalagi ini, Ya Allah?" gumam Gita sambil menepuk dahinya saat melihat Sean dan Dimas menghampiri mereka.
"Kak Sean! Masih ingat aku? Kemarin yang Kak Sean bilang kucir aku kalau ditambahi dua jadi selusin. Ingat, enggak?" tanya Anti dengan mode centilnya.
"Aduh! Apaan, sih, Dian? Sakit nih!" pekik Anti kaget saat Dian menginjak sepatunya.
"Emm, aku gak ingat deh! Habisnya, banyak yang minta tanda tangan kemarin, hehe!" jawab Sean sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
Sementara itu, Dimas mengalihkan pandangannya dari Sean dan Anti yang sedang berbincang ke Gita yang terlihat malas dan melempar pandangan kosong ke gelas di tangannya.
"Git, pulang bareng lagi!" ajak Dimas pada Gita.
"Gak usah, Mas. Aku naik angkot aja. Mau ke kantor ayahku nanti!" jawab Gita cuek sambil mengunyah gorengan di hadapannya.
"Aku anterin ya, Gita?" tanya Sean menyela.
"Sama aku aja, Git!" potong Dimas lagi.
"Maaf ya, orang-orang ganteng sekalian! Percuma aja bujuk Gita, kalau dia bilang enggak ya berarti enggak! Ya, gak, Git?" sela Dian di antara perdebatan dua lelaki itu.
"Aku padamu, Dian!" jawab Gita cengengesan sambil mengedipkan sebelah mata ke Dian.
"Kamu Dimas, kan? Memangnya kamu gak tahu Gita udah ada yang punya? Kalian dari SD uda kenal, masak gak tau, sih?" tanya Dian ke arah Dimas.
"Cuma pacar bukan suami, masih halal buat direbut! Lagian cowok Gita gak selalu ada buat Gita sekarang. Kesempatan aku masih banyak!" jawab Dimas cuek dengan tekanan Dian.
"Oke Fix! Nanti aku pindah duduk. Males sama kamu! Aku udah bilangin dari dulu, kita lebih enak berteman! Jangan ngeyel, Dimas!" gerutu Gita sambil pada Dimas.
"Kamu gak bisa larang orang mau suka sama siapa, Gita! Itu hak aku, loh!" ucap Dimas tidak mau kalah.
"Betul. Aku setuju!" potong Sean menimpali.
"Kak Sean kok ikutan, sih?" cibir Dimas yang tidak terima di ikuti Sean.
"Kamu yang bilang barusan, mau suka sama siapa aja bebas. Kok, kamu yang sewot!" balas Sean tidak mau kalah.
Perdebatan dua lelaki itu membuat Gita dan dua sahabatnya bosan. Hingga meninggalkan mereka tanpa disadari keduanya.
***
Si Gadis cantik Gita melangkahkan kakinya dengan santai di jalan beraspal. Di atas kepala, seakan beratap rindangnya dahan pohon-pohon besar, yang berada di sisi kanan kiri sepanjang jalan menuju kantor tempat ayah Gita bekerja.
Gita berjalan kaki, setelah turun dari angkutan umum kota yang memberhentikannya di pinggir jalan menuju kawasan kantor sang ayah. Jalanannya sepi karena itu bukan merupakan jalan umum yang bisa dilalui macam-macam kendaraan. Hanya kendaraan karyawan pegawai staf yang boleh memasuki kawasan itu.
Di perempatan jalan sebelum gerbang besar kawasan kantor, nampak dua pemuda berseragam SMA sedang duduk bersandar di bawah pohon dan sedang asik merokok. Dari simbol di lengan mereka, Gita memastikan mereka bukan berasal dari satu sekolah dengannya.
"Assalamu'alaikum, cantik!" sapa salah seorang pemuda. Tapi, Gita tidak bergeming.
"Dosa loh, gak jawab salam abang!" sahut pemuda yang satunya.
"Wa'alaikumsalam!" Gita menjawab dengan suara pelan. Tanpa menggubris mereka, Gita terus saja berjalan melewati dua pemuda itu.
"Cantik-cantik kok sombong, sih?" komentar salah satu pemuda yang melihat Gita tidak menghiraukan mereka.
"Alah, palingan sok jual mahal aja! Mentang-mentang cantik, padahal dalam hatinya senang digodain! Sok pakai jilbab segala!" cibiran pemuda yang satunya terdengar agak keras hingga membuat Gita berhenti.
Gita berbalik melihat mereka tanpa bergerak dari tempatnya. Melihat respon Gita, salah satu pemuda mendekati hendak meraih tangannya. Tapi dengan cepat Gita mengelak.
"Cantiknya hilang loh, kalau galak-galak!" kata pemuda itu sambil mencolek dagu Gita. Sontak saja, Gita membelalakkan matanya. Kemarahannya sudah di ubun.
"Karena pikiran kalian enggak di sekolahin, makanya tangan kalian juga biasa gak sopan, ya?" ucap Gita menyunggingkan senyum sinis.
"Wah, udah sombong, bibirnya pedes amat! Jadi pengen tau rasanya!" ujar pemuda tadi mencoba kembali menyentuh Gita. Tapi sayangnya, belum sampai menyentuh wajah Gita, tangan pemuda itu sudah ditangkap dan dipelintir Gita ke belakang tubuhnya sendiri.
"Akh!" pekik pemuda itu kesakitan.
"Kasian ya, orangtua kalian! Cari uang susah-susah cuma buat bayar bangku kosong sekolahan aja! Pinter enggak, malah jadi sampah masyarakat gini!" ejek Gita masih memegang tangan pemuda yang kesakitan tadi.
Tidak terima dihina oleh perempuan bahkan mungkin sepantaran adik kelas, pemuda itu melayangkan tangan satunya ke belakang hendak menyikut Gita.
Tidak habis akal, Gita langsung menangkap tangan satunya lagi lalu dipelintir seperti yang sebelahnya. Sejurus kemudian, Gita mendorong bagian belakang tubuh pemuda itu kuat-kuat dengan kakinya, hingga pemuda itu terperosok jatuh mencium aspal.
"Cium tu aspal! Nikmat enggak, kasihan iya, itu bibir!" decak Gita sambil menepuk tangannya, seperti membersihkan debu di tangan.
Melihat temannya kesakitan karena terperosok ke aspal, pemuda lain yang masih duduk di bawah pohon tadi segera bangkit dan berusaha menyerang Gita.
Tapi sayang, sebelum maju melancarkan pukulannya, perutnya sudah lebih dulu mendapat ciuman tapak sepatu Gita, yang membuatnya terperosok juga ke aspal bersampingan dengan temannya yang tadi.
"Oh, jago berantem ternyata! Pantesan aja sombong! Kita kerjain bareng, Bro!" ujar pemuda yang barusan jatuh kepada temannya yang juga setuju.
Saat hendak menyerang secara bersamaan, terdengar suara pemuda lain dari arah belakang Gita.
"Kalian cewek atau cowok jadi jadian? Beraninya sama perempuan, keroyokan pula, cek cek cek!" Pemuda itu mengejek mereka yang hendak mengeroyok Gita.
Gita yang dari tadi sudah siap dengan kuda-kudanya berbalik arah ketika mendengar suara yang tak asing, "Zaki?" sebutnya.
Gita yang lengah ketika melihat Zaki nyaris saja terhantam tangan pemuda yang mengambil kesempatan ingin memukulnya, sebelum mendapat tendangan Zaki yang sudah berlari sebelumnya.
Gita cukup kaget, tapi dengan cepat dia menghindari dan memukul pemuda satunya yang ingin menyerangnya juga. Sekali lagi, dua pemuda itu tersungkur.
Dari arah area kantor, muncul security yang berjaga di gerbang. Mungkin karena melihat cctv di monitor pengawasan, security tersebut bergegas menuju tempat di mana Gita dan Zaki berada.
Merasa tidak akan menang dan akan repot bila mereka tertangkap, dua pemuda itu lari membawa motor mereka yang terparkir di bawah pohon tadi.
"Gak apa-apa, kan, Dik?" tanya pak security pada Gita.
"Aman kok, Pak! Udah dibantu temen juga, hehe!" jawab Gita enteng.
"Mau cari siapa dateng ke kantor sini, Dek? Biar Bapak bantu," tanya si bapak lagi.
"Saya anak Pak Hasan bagian Humas. Mau cari ayah, Pak!" jawab Gita lagi.
Bersambung...