"Kenapa dokter magang di perbolehkan masuk ke sini? Bukannya ada ruangan khusus dokter magang?" tanya Alena yang penasaran.
"Iya, memang ada ruangan khusus untuk dokter magang. Tapi, dokter Noah di sini untuk belajar dengan saya. Karena kebetulan saya pembimbingnya," jelas Ryota. Alena hanya mengangguk paham.
"Len, bagaimana hubungan mu dengan keluarga mu? Baik-baik saja?"
Pertanyaan Ryota membuat Alena bungkam, apa dia harus menceritakan keluarganya pada Ryota? Tidak, Alena tidak ingin menceritakan itu semua. Ia tidak ingin menjelek-jelekkan Mamanya.
"Baik-baik aja kok, Dok,"
"Ya, sudah. Udah hampir malam, kamu pulang saja. Jangan lupa obatnya di minum," pesan Ryota. Alena hanya mengangguk dan memakai tasnya lagi.
"Aku pulang dulu ya, Dok, besok ada pemeriksaan lagi, kan?" tanya Alena.
Ryota hanya mengangguk, "Kalau hasil pemeriksaan besok tidak bagus, terpaksa kamu harus mau melakukan kemoterapi," jelas Ryota.
Alena menghela napas berat, "Okay," pasrah Alena. Ia beranjak dari duduknya, dan melangkahkan kakinya keluar dari ruang Ryota.
Saat menutup ruang Ryota, seseorang memanggil Alena dengan pelan. Alena langsung menoleh dan terkejut melihat teman barunya itu bersama dengan dua lelaki dewasa berwajah tampan.
"Bener kan dugaan gue, lo ngapain di sini, Len? Siapa yang sakit?" tanya cewek itu.
"Zee? Kok ada di sini?" Bukannya menjawab pertanyaan Zee, Alena sendiri malah balik Nanya.
"Lo kenal sama cewek cupu ini?" tanya lelaki yang berdiri di samping kanan Zee.
Zee langsung menginjak kaki cowok itu, "Diem! Dia sahabat gue! Macem-macem lo sama dia? Abis lo sama gue!" ketus Zee pada Zan, kakaknya.
Zan sendiri berdecak kesal, "Udah ayo pulang! Laper gue!" ucap Zan berjalan lebih dulu. Zee hanya menatap kakaknya itu datar.
Sedangkan cowok yang berdiri di samping kiri Zee, dia tersenyum pada Alena, "Maaf ya, dia emang suka kayak gitu," ucapnya yang merasa tidak enak pada Alena.
Alena hanya tersenyum sambil mengangguk, "Nggak apa-apa, kak," ucap Alena. Saat melihatnya tiba-tiba saja teringat pada Dion, sifatnya hampir sama dengan cowok itu.
"Kenalin, Na. Ini kakakku yang pertama, Zeno, dan yang tadi Zano," ucap Zee memperkenalkan lelaki yang berdiri di sampingnya.
"Na, jawab pertanyaan gue."
"Oh, nggak. Gue nggak sakit, tadi cuma nganterin saudara aja," alibi Alena agar Zee tidak banyak tanya.
"Len, ayo pulang!" teriak Dion yang berjalan menghampiri, Alena sendiri terkejut mendengar teriakan Dion. Karena ia sendiri tidak janjian pada cowok itu.
"Diem! Ini rumah sakit!" peringat Alena.
Dion hanya berdecak kesal, "Lagian lo, gue panggil enggak denger!" kesal Dion.
"Ekhem," deham Zee memberi kode kalau masih ada orang disana.
Dion sendiri langsung menoleh, ia mengerutkan keningnya. "Sakit? Periksa sana, mumpung di rumah sakit!" ucap Dion dengan sarkas.
Zen yang mendengar adiknya di perlakukan seperti itu hendak menyeretnya keluar dari rumah sakit. Namun, Zee sendiri menahan sambil menggeleng pelan.
"Lo pacarnya Alena?" tanya Zee. Alena sendiri langsung melotot ketika Zee menanyakan itu.
"Harus banget gue jawab?" tanya Dion dingin.
Alena sendiri menepuk pundak Dion, "Dingin banget, Zee kan nanyanya baik-baik!"
Alena sendiri sudah tidak cuek lagi pada Zee ntah sejak kapan, ia tidak ingin menambah musuh. Justru Alena mencari teman sebelum dia pergi selama-lamanya.
***
Dion berjalan ke parkiran motor dengan di ikuti Alena di belakang, gadis itu sendiri masih bingung kenapa Dion mau menunggu, dan mengantarkan Alena pulang.
Dion memberikan helm-nya pada Alena, gadis itu mengambil helm itu, dan langsung memakainya. Dion naik ke motornya, dan langsung menyalakan mesin motornya. Alena masih berdiri dengan lamunannya.
"Mau pulang besok subuh? Ayo, naik!" titah Dion. Alena tersadar dari lamunannya, dan langsung naik ke motor Dion dengan memegang pundak Dion untuk pegangannya ketika naik ke motor besar itu.
Dion langsung melajukan motornya keluar dari rumah sakit, cowok itu sendiri masih berpikir, juga merangkai kalimat untuk bertanya tentang keluarganya, ia juga bertanya tentang apa yang ia lihat semalam.
"Btw, Rei gimana?"
"Tadi nyariin lo, rewel banget. Tapi itu udah biasa kalau dia rewel kayak gitu."
Alena menepuk keningnya pelan, dia baru ingat kalau ia belum pamit pada Ratna, juga Rei. Ia merasa tidak enak pada Dion, "Aduh, maaf. Gue lupa pamit ke nyokap lo, sama Rei," ucap Alena yang merasa tidak enak.
Dion sendiri hanya tertawa kecil, "Nggak apa-apa, btw lo kok bisa dekat gitu sama bokap gue?" tanya Dion.
Cowok itu juga penasaran pada Alena yang bisa dekat, bahkan akrab pada Alena.
"Dia dokter keluarga pribadi gue, jadi ya kita udah kenal," jelas Alena.
"Eh, lo kenapa nungguin gue?" tanya Alena penasaran, Dion membuka kaca helmnya.
"Tadi gue yang bawa lo, sekarang gue yang anterin lo, sampai lo baik-baik saja di rumah."
Alena mengerutkan keningnya, "Maksud lo?"
"Maaf."
Alena semakin bingung dengan Dion yang meminta maaf maaf, "Gue nggak ngerti kenapa lo minta maaf."
"Maaf karena …"
***
Ryota masih berada di ruangannya, dia sendiri sedari tadi sibuk memeriksa hasil pemeriksaan laboratorium milik pasiennya. Ryota sendiri sedikit pening karena pasien yang akhir-akhir ini lebih banyak dari biasanya.
Noah, dokter magang yang baru sehari magang di sana pun takjub dengan kerja keras pembimbingnya itu. Ia belajar banyak dari Ryota.
Dddrtttt dddrtttt
Getaran ponselnya itu membuat aktivitasnya terhenti, Noah mengangkat telpon itu, dan berbicara dengan temannya dalam telepon. Noah sesekali menepuk keningnya karena belum mengerjakan semua tugasnya dengan tuntas.
Ryota yang mendengar suara Noah yang memohon hanya tertawa kecil, dia pun merasa beruntung bisa memberikan ilmunya pada Noah. Selain pandai, Noah pun pandai dalam berkomunikasi dengan pasien. dIa mudah untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Setelah menelepon, Noah mematikan ponselnya, dan dia masukkan ke dalam tasnya. Ia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam.
"Noah, sudah waktunya pulang," ucap Ryota yang sedang merapikan mejanya.
"Dok, boleh saya bertanya sesuatu?" tanya Noah dengan menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu. Ia sendiri bingung harus memulai dari mana.
"Ada apa?" tanya Ryota yang masih merapikan kertas-kertas yang sedikit berserakan di meja.
"Bagaimana cara pasangan kita tetap percaya dengan kita?" tanya Noah dengan ekspresi wajah yang datar.
Ryota yang mendengar pertanyaan aneh itu langsung menghentikan aktivitasnya, ia mengangkat kepalanya sedikit menatap Noah yang masih terfokus dengan layar ponselnya.
"Tanyakan saja pada Alena, saya sendiri juga gagal dalam membangun rumah tangga," ujarnya dengan lirih.
***
Gadis itu baru saja selesai mandi, ia keluar dengan kaos putih polos, celana pendek, rambut yang di biarkan terurai. Dia sedikit lemas karena baru saja ia mengeluarkan cairan merah dari perutnya.
Akhir-akhir ini Alena memang sering muntah darah, juga mimisan. Untung saja ketika dia mimisan, ia sudah berada di kamar, ataupun tidak sedang bersama orang lain. Alena sendiri bingung kenapa ia sering mimisan.
Alena duduk di tepi kasur dengan mengeringkan rambutnya dengan handuk, dia tiba-tiba saja teringat dengan ucapan Dion di taman tadi.
• Flashback on •
"Maaf."
Alena semakin bingung dengan Dion yang meminta maaf maaf, "Gue nggak ngerti alasan lo minta maaf ke gue itu kenapa."
Dion meminggirkan motornya, dan terhenti di taman yang tidak terlalu ramai. Dion memang harus bertanya tentang hak ini, ia ingin melindungi Alena dari bahaya apapun. Jujur saja, Dion mulai ada rasa dengan Alena.
Dion sangat berterima kasih pada adiknya karena adanya dia akrab dengan Alena, membuat Dion juga akrab dengan Alena.
"Gue minta maaf, karena … gue nggak sengaja ngelihat sama nyokap lo—"
"Lo lihat semua?" potong Alena cepat, Alena sendiri terkejut ketika Dion mengetahui keluarganya yang sebenarnya
"Maaf, awalnya gue denger suara benda terjatuh. Gue turun dari motor, dan enggak taunya suara itu dari rumah lo sendiri," jujur Dion mengusap wajah Alena.
Perlahan tangannya menyentuh bagian kening, "Kening lo nggak apa?" tanya Dion menatap lekat wajah Alena.
"Nggak apa-apa, dan gue mohon jangan bilang ke siapa pun."
Dion mengangguk paham, cowok itu menatap lekat wajah gadis yang di hadapannya itu. Bahkan, Alena sendiri sudah merasakan jantung yang berdebar, juga ia sedikit canggung ketika berada di dekat Dion.
"Gue suka sama lo."