Alena langsung membuka pesan itu, dia menggigit bibir bawahnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Papa : Kamu sudah bosan tinggal di rumah? Kalau kamu bosan, pergi saja dari rumah. Kami tidak membutuhkan anak seperti mu!
Deg!
"Kenapa Papa tiba-tiba kirim pesan seperti itu?"
"Papa mengusir ku? Kenapa? Kenapa Papa yang mengusir ku?"
Alena menelungkupkan badannya di meja. Air matanya sudah tidak bisa dia tahan. Alena benar-benar tak berdaya. Ia membutuhkan seseorang untuk menjadi temannya, setidaknya dengan adanya teman ia bisa sedikit melupakan masalahnya itu.
Namun, semua itu juga tampak mustahil.
Semua temannya sudah menjauh, gadis itu tidak lagi mempunyai teman. Tidak ada yang ingin berteman dengannya.
Kenapa nasibnya seperti ini, Tuhan?
Alena tidak mempunyai keluarga yang sayang kepadanya, dia juga tidak mempunyai teman.
Jika seperti ini, Alena selalu berpikir, "Kenapa aku dilahirkan? Kenapa aku bisa bertahan sampai sekarang? Apa aku bisa melalui semua ini? Kenapa masalah selalu saja bertambah? Aku bahkan belum menyelesaikan masalah ku satu persatu." Pertanyaan itu selalu muncul di benak Alena.
***
Bel pulang berbunyi nyaring, semua murid berhamburan keluar kelas. Tidak dengan Alena yang masih berada di kelas. Ia masih takut untuk pulang ke rumah. Pesan Taniel masih teringat dalam pikiran Alena.
"Apa aku benar-benar diusir dari rumah?" pikir Alena dengan bergumam pelan.
"Alena, lu piket kan? Kumpulin ini ke meja guru!" perintah gadis itu dengan ketus seraya berjalan keluar kelas. Alena menatap punggung gadis itu, dia tersenyum samar melihat kepergiannya. Dulu, gadis itu pernah menjadi sahabatnya. Namun, sekarang dia menjauh.
"Apa kamu tak merindukan ku, Sal? Aku sangat merindukan mu," lirih Alena dengan menatap punggung gadis itu.
Orang itu adalah Salsa, sahabat terbaik Alena. Meskipun, Salsa sudah tidak menganggap Alena sahabat. Tapi, Alena selalu menganggap Salsa sebagai sahabatnya.
Flashback on
Dua tahun lalu. Alena masih berada di kelas satu di SMA Bangsa.
"Alena apa ada orang kau suka?" tanyanya dengan tersenyum manis. Alena menaikkan alisnya sambil tersenyum, terlihat wajah Alena yang tersipu.
"Em, ti-tidak ada. Kenapa?" tanyanya menatap sahabatnya. Ia hanya tersenyum bungkam.
"Janji tidak memberitahu siapapun?" tanyanya dengan menjulurkan jari kelingkingnya. Alena hanya mengangguk dan juga menjulurkan jari kelingkingnya.
"A-aku menyukai Kak Ren," ujarnya dengan tersenyum malu, ia menyembunyikan wajahnya dengan buku. Alena membuka matanya lebar.
"Kak Re-Ren? Kelas 12 IPA?" tanya Alena memastikan. Reina hanya mengangguk. Alena hanya tertawa kecil, ia memeluk Reina.
"Ah, semoga kau cepat jadian dengannya!"
"Eh, kalian lagi bahas apa? Reina, kenapa pipimu kaya kepiting rebus gitu?" tanya Salsa yang baru saja masuk, ia memegang kedua pipi Reina dengan gemas.
"Reina suka sama Kak Ren!" Adu Alena pada Salsa. Ia tersenyum lebar. Reina melirik Alena dengan melotot kan matanya, sedangkan Alena hanya tersenyum dengan menutupi mulutnya dengan tangan.
"Kak Ren? Anak IPA itu?!" seru Salsa histeris. Alena hanya mengangguk.
"Alena!!" peringat Reina dengan melotot.
"Ups!" Alena memalingkan wajahnya. Salsa tertawa kencang, Reina pun ikut tertawa. Alena melihat kedua sahabatnya tertawa. Alena pun ikut tertawa.
"Kalo Reina berhasil jadian sama kak Ren, Reina harus traktir kita! Ya kan, Na!" seru Salsa merangkul Alena juga Reina. Alena hanya mengangguk. Reina hanya mengacungkan ibu jarinya.
"Alena, dipanggil Bu Rika!"
Alena menoleh ke arah pintu, terdapat Ren yang berdiri di tengah pintu. Alena mengangguk, ia melihat Reina, dia hanya mengangguk.
Yang memanggil Alena adalah Ren, orang yang disukai Reina. Alena pun tak enak jika berjalan dengan Ren, meskipun hanya sampai ke ruang guru, tetap saja Alena tak enak pada Reina.
Karena Alena juga menyukai Ren.
"Reinaa, ayok anterin aku!" ajak Alena menggandeng tangan Reina.
"Yang dipanggil kamu, aku mau mengerjakan tugas matematika," tolak Reina halus.
"Na! Ayo, cepat!" teriak Ren.
"Iya." Alena berjalan keluar kelas mengikuti Ren.
••••
Sepulang sekolah, Alena masih berdiri di gerbang. Ia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul lima sore. Kevan belum datang untuk menjemput, Alena mulai memasang wajah kesalnya.
"Belum pulang?" tanyanya yang tiba-tiba datang membuat Alena tersentak kaget, ia langsung menoleh ke belakang.
Terdapat Ren yang duduk di motornya, ia tersenyum melihat Alena. Alena membungkamkan mulutnya. Ia melihat Ren yang berjalan mendekatinya.
"Kenapa diam aja?"
"Em, i-iya, kak, belum di jemput."
"Mau bareng?" tawarnya dengan menunjuk motornya. Alena terdiam dan tampak berpikir.
"Gimana?" tanyanya sekali lagi. Alena mengangguk setuju. Ren menaiki motornya, Alena menatap motor sport milik Ren.
"Ayo buruan naik. Keburu ujan!" titahnya dengan menunjuk jok belakang. Alena mengangguk dan langsung naik. Ren langsung melajukan motornya dengan kecepatan normal.
***
Alena berjalan memasuki gerbang sekolah, dan berjalan santai masuk koridor sekolah. Banyak orang yang menatap tajam ke arah Alena, ia terus berjalan dan menghiraukan-nya.
Alena menghentikan langkahnya, ia menoleh ke arah depan papan mading, banyak murid yang melihat ke mading.
"Itu Alena? Kenapa bisa pegangan tangan sama Ren?"
"Itu Ren ketos kan? Kenapa dia bisa boncengan sama dia?"
"Alena? Dia jadi orang ketiga? Ren udah punya pacar kan?
"Dasar pengkhianat!"
Begitulah suara semua murid, meskipun bisik-bisik, Alena masih bisa mendengar dengan samar-samar, ia merasa kepo, dan melangkahkan kaki mendekati mading.
Semua orang berjalan mundur ketika gadis itu mendekat. Alena membelalakkan matanya, bagaimana bisa fotonya pulang bareng Ren tertempel di mading.
Itu tidaklah foto mesra, kemarin Ren menolong Alena yang terjatuh karena tertabrak orang yang tergesa-gesa. Kaki Alena sedikit terkilir, dan Ren memegang tangan Alena untuk menjaga keseimbangan tubuh gadis itu.
"Oh, ini rupanya sang penghianat?!"
Mata Alena berkaca-kaca, ia langsung mengambil foto itu dengan cepat, semua orang langsung berjalan meninggalkan mading. Ren datang dengan tergesa-gesa.
"Len, maafin aku. Gara-gara aku, kamu..."
"Enggak apa, Kak, emang salah ku." Alena menghapus air matanya dan berlari meninggalkan Ren.
Alena masuk ke dalam kelas, ia melihat Reina yang menatap tajam ke arahnya. Alena berjalan mendekati Reina dan Salsa. Reina langsung beranjak dan berjalan cepat meninggalkan kelas, Salsa menggelengkan kepalanya pelan. Alena menatap punggung mereka dengan perasaan bersalah.