Aku terbangun diruangan yang sangat aku kenal. tunggu.... ini kamarku.
"heii.... kau sudah bangun". ucap Velly yang datang tiba-tiba lalu memelukku.
" Velly? ". aku benar-benar bingung.
" iya sayang". Balas Velly dengan ucapan centilnya seperti biasa.
"Bagaimana bisa aku ada disini Velly? ". tanya Anora bingung.
" kau tidak perlu memusingkan itu sekarang. yang penting kau telah kembali, dan aku bahagia sekali dengan itu". Ucap Velly.
Anora terdiam.
"Sekarang... kau istirahat, aku akan masak dulu. kau mau sarapan apa? ". Tanya Velly penuh perhatian.
" Tidak. aku belum lapar. Aku akan beritahu jika aku butuh sesuatu " Ucap Anora kalem.
"Hmmm... kau tau, 3 hari tertidur membuatmu berubah sikap jadi sangat manis". Ucap Velly dan berlalu pergi.
" tiga hari? aku tertidur selama itu? jadi percakapanku dengan Rafael, apakah itu mimpi? ". Pikir Anora.
Anora membuang tatapannya ke cermin. Spontan gadis itu langsung bangkit. Namun,
" akh..... ",
Anora merengkik kesakitan. Ia membuka selimut yang menutupi kakinya. Dan tampaklah semua bekas luka di tubuhnya.
" Luka ini ada. Berarti itu semua benar-benar terjadi? ". pikir Anora.
pelan-pelan gadis itu berjalan menuju cermin fullbody yang di tempatkan di kamarnya.
Anora tampak mengamati tubuhnya yang penuh dengan bekas luka. pipinya yang dahulu mulus, kini tampak berhiaskan luka lebam.
Anora meniti semua luka di wajahnya. Hingga saat ia menyentuh bibirnya, ia terdiam.
cup....
gadis itu merasakan kembali ciuman singkatnya dengan Rafael.
"Kenapa tiba-tiba aku merindukan dia? perasaan apa ini". Pikir Anora bingung.
***
Semua kembali seperti semula. Anora kembali mendapatkan kehidupannya yang dahulu. Kampus, teman-teman, ayahnya yang sangat menyayanginya, ibunya yang cuek. Semua kembali.
Tetapi tidak dengan hati dan Rafael.
lelaki itu menghilang dengan tiba-tiba. tak ada kabar dan jejak yang bisa ia telusuri.
di kantin kampus,
Bruk...!!!
Setumpuk buku dengan sengaja di jatuhkan di depan Anora.
Anora terperanjat saat ia melihat pada orang yang dengan sengaja menjatuhkan buku itu.
"Rafa...
" Hmmm... kupikir kau sudah cukup sehat untuk mengerjakan tugas-tugas ini. Kau tau, selama kau pergi, si dosen gila itu terus memburuku."
Anora terdiam melihat lelaki itu mengoceh.
"Dan beri aku satu alasan. kenapa kau diam saja". Ucapnya dengan wajah Aneh.
" Kau benar-benar Sean? ". Tanya Anora bingung.
Sean terdiam lalu memandang langsung ke retina cantik gadis itu.
" Apa yang kau pikirkan? ". Tanya Sean dengan nada datar.
Anora mengedipkan matanya. Ia seperti tidak ingin sosok Sean menghilang dari hadapannya.
" Apa kau tau Anora, tidak sopan memandang seseorang seperti itu". Ucap Sean dengan pandangan menekan.
"Eh... Maafkan aku". Ucap Anora lalu menunduk.
Tanpa menunggu perintah, Sean lalu duduk di hadapan gadis itu lalu menyodorkan buku yang penuh dengan teori-teori memusingkan.
" Apa ini? ". tanya Anora.
" Kau pikir hanya aku yang harus melaksanakan hukuman ini". Ucap lelaki itu.
Anora hanya mendengus kesal.
Bagaimana ada lelaki se-mengesalkan dia.
1 jam telah berlalu. Mereka telah menyelesaikan 1 buah Makalah yang akan mereka berikan pada dosen yang memberi mereka hukuman.
"Hmmm... akhirnya selesai." Anora menghela nafas.
"Bagaimana kau bisa tau begitu banyak tentang dia ". Tanya Sean dengan wajah datarnya.
" Kau tidak perlu tau. Yang penting kita sudah ada bahan yang harus di serahkan pada dosen". Ucap Anora sambil beberes.
"Aku serius Anora". Ucap Sean sambil menggenggam tangan kanan Anora.
" Apa-apa kau... lepas tanganku". Ucap Anora tidak suka.
"Kau belum menjawab pertanyaanku Anora".
" Aku tidak berkewajiban untuk menjawab semua pertanyaanmu Sean. Dan kau tidak ada hak apapun untuk memaksaku". Tekan Anora.
"Sean... ayo pulang".
Tiba-tiba Alona datang bersama dengan El.
" Hei... Anora... apa kabar? ". Tanya El.
" Baik". ucap Anora dengan senyum ramahnya.
Sean tampak mengepal tangannya yang sedari tadi telah melepas tangan Anora sesaat setelah Alona dan El datang.
"Kalian tidak ada tugas lagi kan? ". Tanya Alona memastikan.
" Tidak. kau bisa bawa pergi Dia". Ucap Anora sedikit ketus.
Sean masih tetap diam.
"Oiya... Anora, kami ingin mengadakan party. Kau mau ikut? ". Tanya El.
"Party. Party apa? ".
" Party atas kembalinya Sean". Tambahnya.
Anora yang bingung kembali memandang Sean yang sedari tadi melototinya.
"Kembali dari mana? ". Tanya Anora tanpa memalingkan wajahnya dari Sean.
" ya... ",
" Cukup. tidak perlu mengundangnya terlalu formal. Kita sudah beritahu dia. Setelah itu biarkan dia sendiri yang memutuskan". Ucap Sean ketus lalu bergerak pergi meninggalkan ketiganya.
"Dasar cowok bajingan". Maki Anora.
" haha... dia memang seperti itu pada orang yang ia tidak sukai". Ucap Alona penuh arti.
"Ya... aku tau. Masalahnya aku tidak tau dia ada masalah apa denganku". balas Anora kesal.
****
Aku duduk terdiam di balkonku. Entahlah...
aku seperti menunggu saat-saat ia datang dan tiba-tiba memberiku serangan memabukkan.
bodoh... aku tau itu menjijikkan. tetapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri.
Namun, ada hal lain yang menjadi pertanyaan bagiku. benarkah saat terakhir kami berjumpa, semua itu adalah mimpi? apakah itu benar-benar mimpi? apa benar aku tertidur selama 3 hari? rasanya tidak mungkin. Tetapi, Velly tidak akan pernah berbohong tentang aku.
Ku teguk coklat panas yang tersaji di hadapanku. Aku masih bisa merasakan nyeri yang timbul dari luka yang ada di sudut bibirku. Dan saat aku menyentuh luka itu, aku kembali terseret pada masa dimana kecupan itu terjadi.
"Bodoh... Bodoh... kenapa aku terus mengingat keparat itu". Tangisku.
Aku benar-benar disiksa oleh perasaan konyol ini. Aku benar-benar dibuat hancur oleh rasaku sendiri.
Rafael... Rafael.... Rafael...
hatiku terus menjeritkan nama itu.
Ia telah berhasil memerangkap jiwaku dan membawanya pergi untuk lenyap bersamanya.
Bagaimana aku bisa jatuh cinta pada lelaki yang aku sendiri tidak tau keberadaannya.
Bagaimana aku bisa menaruh hati pada lelaki yang beberapa waktu lalu membuatku menghadapi kematianku.
Lelaki yang membuatku merasakan sakit yang teramat. Lelaki yang menjadi penyebab aku memasrahkan diri untuk mati. Lelaki yang menyebapkan aku terluka dan menderita.
Dan....
Kenapa aku menginginkan mu. Kenapa aku haus oleh sentuhanmu... Apa yang kau lakukan padaku Rafa... Kenapa kau tinggalkan derita ini. Kau dimana....
Aku tidak dapat menahan rasa sakitku. Aku terus menangis walau ku tau ini tidak akan berarti. Jika pun aku ingin mencari dia, aku harus kemana? dimana si brengsek itu. Bagaimana mungkin ia bisa lepas dari perasaan itu dengan cepat....
Bagaimana rasa ini bisa ada. Bagaimana mungkin aku bisa sangat tersiksa....
Rafael.... kau dimana??!!!!!
Aku tidak ingin perasaan ini. Aku tidak ingin menderita karena mu... Kau dimana....
Aku merindukanmu... aku merindukanmu...
Aku mencintaimu Rafael....
Tangisan sendu malam itu terus beralun. tertelan berisik suara kendaraan kota yang lalu lalang. Hilang di bawa sang angin malam yang dingin. Hingga akhirnya gadis itu lelah dan tertidur bersama perasaan rindu yang menyiksanya.