Gadis itu terbangun dengan wajah polos yang masih di penuhi luka kering di pipinya. ia meregangkan tubuhnya pelan-pelan sambil menahan rasa nyeri yang masih begitu berat.
"kenapa aku disini? ". pikir Anora sambil memandangi sekitarnya.
" apakah aku sudah mati? ". pikirnya lagi.
Anora coba berdiri dengan kakinya yang masih nyeri. ia berkeliling menyelusuri ruangan itu.
tubuhnya hanya di tutupi kemeja putih kebesaran. kemeja yang sama persis seperti yang ia pakai sewaktu pertama kali di sekap di villa Rafael.
Anora menatap ke bawah, ia menemukan sebuah ruangan kecil yang megah.
ruangan itu di penuhi tirai berwarna emas yang megah, cat putih dan sinar matahari yang diam-diam menyisip dari balik tirai menambah keindahan ruangan itu.
"apa aku benar-benar sudah mati? bagaimana bisa aku berada di tempat damai ini? ". pikir Anora.
Anora membuka tirai megah itu, dengan sekejap, ia bermandikan cahaya matahari pagi yang begitu hangat.
" hah... rasanya aku merindukan kedamaian ini". pikir Anora sambil memejamkan matanya, Menikmati kebebasan yang ia sendiri tidak tau itu nyata atau tidak.
Lama gadis itu terlena dalam fikirannya. Hingga tiba-tiba cahaya itu tiba-tiba meredup.
Anora membuka kelopaknya dan menemukan sepasang retina indah yang sangat ia kenal.
"kau? ". ucap Anora tanpa memalingkan wajahnya.
Rafael tetap diam. Ia hanya menikmati siluet cantik dari gadis yang ia cintai itu.
" Ikut aku". ucap Rafael sambil menggenggam lembut tangan Anora. Anora tidak menolak, bahkan ia tidak bertanya tentang apapun.
"Duduklah". Ucap Rafael, dan tentu saja Anora menurut.
" Kemarikan lukamu". Tambah lelaki tampan bertopeng Itu.
Kali ini Anora diam.
"apa kau mendengar aku? ". ucap Rafael sambil menatap dalam gadis itu.
" Kenapa harus di obati? bukannya di dunia ini aku tidak akan merasa sakit lagi? ". tanya Anora serius.
Rafael sedikit kebingungan dengan pertanyaan gadis itu.
" apa maksudmu? ". tanya Rafael.
" Bukankah aku sudah mati? tetapi kenapa kau bisa ada di sini? apa kau juga...? ". Anora tampak kacau.
Rafael akhirnya mengerti. Rasa sakit itu sempat membuat gadisnya putus asa. Hingga ia menganggap kebebasannya sekarang adalah dunia kematiannya.
perlahan Rafael mendekatkan, memandang gadis itu jauh kedalam retina indahnya. Anora bisa merasakan detak jantungnya yang memburu. Gadis itu benar-benar telah terperangkap pada Rafael.
Kedua wajah itu kini sangat dekat. Pandang Rafael tidak lagi begitu menghipnotis gadis lugu di depannya. Nafas mereka kini bertemu, saling menyapu kulit wajah keduanya.
"Kenapa kau tidak menghindariku Anora". ucap Rafael dengan sedikit Desahan.
Anora hanya diam sambil mengedipkan kelopaknya sesekali.
" Aku menunggu jawabanmu cantik". Ucap Rafael mengecup singkat bibir kenyal Anora.
Anora tidak dapat berbohong. Tubuhnya dengan alami merespon kecupan itu. Bulu kuduknya berdiri, dan jantungnya semakin memacu.
"Anora". panggil Rafael lagi.
Anora tidak memalingkan pandangannya. Ia masih memandangi wajah di hadapannya itu.
" Aku telah berjanji pada diriku sendiri. aku akan menjadi budakmu jika kau menyelamatkan aku. dan kau tau, aku tidak tau saat setelah aku matipun aku akan bertemu denganmu. Dan bagaimana pun, aku telah berjanji. dan aku akan melakukannya apapun resikonya". ucap Anora dengan nada sungguh-sungguh.
Rafael tampak terdiam.
"Boleh aku meminta sesuatu padamu? ". Tanya Rafael.
Anora menaikkan alisnya.
" Bisakah kau mencintaiku? Bisakah kau lakukan semua itu karna kau mencintaiku? ". Tanya Rafael dengan tatapan penuh harapan.
Anora terdiam. Ia bingung dengan permintaan lelaki itu.
" Jawab Anora". Ucap Rafael yang tidak sabar menunggu jawaban gadis itu.
"Aku tidak mengenalmu Rafael. bahkan di kematianku pun, takdir tidak membiarkan aku untuk dapat melihat wajahmu. Jika saat ini aku masih hidup, mungkin kau hanya mimpi bagiku. Jika pun benar aku telah mencintaimu, perasaan ini hanya aku temukan dalam anganku. karena aku tidak mengenalmu. Didunia nyata, kau adalah orang yang membawaku jauh dari kehidupanku. Orang mengenalmu sebagai penjahat yang merengutku dari kehidupan yang aku miliki. Jika aku mengijinkan cinta ada di antara kita, kau harus mengijinkan aku untuk dapat melihat dirimu yang sebenarnya ".
" dan membuat mu menjadi penghianat atas diriku? kau akan dengan mudah mengatas namakan cinta untuk menyerahkan ku pada tangan- tangan kotor yang selama ini mengingini nyawaku kan Anora". Ucap Rafael yang dengan seketika berganti suasana hati.
Anora memandang lelaki di depannya dengan lembut. Tanpa sadar, gadis itu menaruh tangannya yang masih nyeri di pipi sang lelaki bertopeng.
Rafael terperanjat. Ia terkejut dengan sikap Anora.
"eh.... maaf",
ucap Anora hendak menarik kembali tangannya. Namun Rafael malah mencegahnya.
" Kau akan menatap wajahku setiap hari Anora. Kau akan dengan leluasa menemukan retinaku tanpa terhalang topeng apapun. Aku yang akan mengikuti setiap langkahmu. membuatmu menangis dengan tingkah egois ku. Dan menahanmu dengan sikap overprotective ku. Tetapi ingatlah Anora, kau yang akan berkorban atas perasaan ini. Kau yang akan membayar semua perasaan ini". Ucap Rafael.
lelaki itu menangis sambil meniti setiap siluet wajah Anora.
"Kenapa kau menangis? ". tanya Anora.
"Karena bagaimana pun, aku akan kehilangan kau Anora. bagaimana pun, aku tidak dapat memilikimu. Sebanyak apapun aku berusaha, aku aku akan tetap kalah oleh takdir ini". Tangis Rafael.
Anora bingung dengan ucapan lelaki di hadapannya.
" Apa yang ia katakan? dan kenapa hatiku rasanya sangat nyeri? kenapa tubuhku merespon seakan-akan aku mengerti apa yang ia ucapkan". pikir Anora.
Malam semakin larut.
sinar matahari itu kembali menghilang. Namun tidak mengurangi keindahan ruangan itu.
Anora masih dengan diamnya. ia terfikir dengan ucapan Rafael siang tadi.
Sementara Rafael sibuk dengan buku yang membuatnya diam dan berjalan bolak-balik di depan Anora.
"lampunya tidak di padamkan? ". tanya Anora dengan puppy eyenya.
Rafael terhenti dan memandang gadis itu. Tubuh Rafael selalu antusias merespon setiap ucapan dan kelakuan Anora.
" Apa....? ". Tanya Anora yang bingung dengan repon berlebihan Rafael.
Rafael tidak berucap. Ia malah berjalan dan mendekati Anora yang sedang merebahkan setengah tubuhnya di sofa nyaman itu.
" Rafa... ". Anora salah tingkah.
Rafael berhenti. Kini wajah mereka hanya berjarak satu jengkal saja.
Anora memejamkan matanya. Entah mengapa ia merasa tubuhnya sangat panas dan bergairah oleh perlakuan Rafael yang tidak dapat di tebak itu.
" Kau tau Anora, cahaya yang menyinari mu dalam gelap dapat membuatku menjadi gila saat memandangnya. Bahkan aku ingin membunuh setiap orang yang dapat dengan leluasa melihat senyumanmu. Kau adalah candu ku. jadi kau harus paham satu hal, jangan berbuat apapun yang membuatku lepas kendali atas dirimu. karena jika itu terjadi, bahkan Tuhan pun tidak akan dapat menghentikan aku". tegas Rafael.
Anora menelan kasar salivanya saat mendengar penuturan lelaki gila itu.
"Sungguh!!!! aku adalah gadis gila jika dengan beraninya aku jatuh cinta pada iblis tampan ini". Guma Anora dalam hati.