"Kenapa tidak ada yang menginap di hotel semalam?". Tanya Anora pada Sean yang sedang sibuk menyetir. "untuk apa menginap, jika bisa kembali ketempat masing-masing". Ucap Sean tanpa mengalihkan pandangan dari jalan raya.
"lalu kenapa kita menginap jika kita bisa pulang?".
"aku sedang di pengaruhi alcohol. Dan kau sendiri sudah tidak sadarkan diri. Menurutku kau juga akan melakukan hal yang sama. Kecuali kau memilih untuk mengahiri hidupmu". Jawab lelaki itu ketus.
Anora pun terdiam sambil memanyunkan bibirnya.
"tunggu…mobilku?". Tambah Anora yang tiba-tiba membuat kaget Sean.
"kau benar-benar ya…kau bisa membuat kita mati". Bentak Sean.
"aku serius Sean. Dimana mobilku?".
"aku sudah memberitahu Velly agar membawa mobilmu pulang. Puas!!". Bentak Sean.
Anora menghela nafasnya lega.
Mereka menempuh waktu yang cukup lama untuk keluar dari daerah itu. Entahlah, mungkin Sean sengaja, atau ia memang sedang tidak ingin sampai ke apartemennya dengan cepat. Waktu menunjukkan pukul 15:00 sore, dan mereka baru memasuki wilayah kota.
Huah…., Anora menguap, ia mengantuk.
"tidurlah jika kau lelah. Aku akan beritahu jika telah tiba di apartemenmu". Ucap Sean.
"bagaimana kau tau alamat apartemenku? Aku tidak pernah memberitahumu atau mengundangmu datang ketempatku?". Anora curiga.
"hmmm…apa gunanya aku bertanya pada Velly". Ucap Sean sedikit gugup.
"apa Velly memberitahu semua tentang aku?". Pikir Anora.
"tidurlah". Ucap Sean sekali lagi.
Anora tidak menjawab ucapan Sean. Ia mencoba untuk tidak terlelap. Namun rasa bosan, ditambah dengan music yang mengalun sendu dari radio mobil itu membuatnya tidak dapat menahan kantuk. Hingga akhirnya ia tertidur.
***
Seharusnya sejam berjam-jam lalu, aku sudah tiba di apartemen. Tetapi kau tau, aku sengaja memutar jalan agar bisa mengulur waktu untuk bisa sedikit lebih lama denganmu.
Beberapa menit kemudian, mobil itu telah berhasil masuk ke parkiran apartemenku. Gadis manis itu masih terlena dalam mimpinya. Ia tampak sangat kelelahan.
Dengan hati aku keluar dari mobilku. Membawa tubuh mungil itu dalam gendonganku, dan masuk ke apartemen.
"Se…",
Aku berpapasan dengan Alona. Ia tampak terdiam menemukanku dengan seorang gadis di pelukanku. Dan pastinya ia mengenal siapa gadis itu.
"kenapa kau bisa dengan Anora?". Tanyanya dengan nada yang datar.
"panjang ceritanya. Aku masuk dulu". Ucapku tanpa memperdulikan isi kepalanya.
Kuletakkan tubuh itu di ranjangku. Wajahnya tampak tidak berdaya.
Wajah itu tampak sangat damai. Rasanya ku tidak ingin berhenti menatapi wajah polos tanpa polesan make up itu.
20:00…
Eh…huah…..
"kau sudah bangun". Ucapku tampa mengalihkan padanganku dari buku ditanganku.
"emmm…sedang apa kau disini?". Ucapnya.
"apa aku harus memiliki alasan untuk berbuat sesuatu di rumahku sendiri?". Tambahku.
"rumahmu?!!". Gadis itu bingung.
"kau pikir kau dimana muka bantal".
Gadis di hadapanku tampak bingung. Beberapa kali ia melihat sekitarnya. Ia sangat lucu. Apa ia butuh waktu untuk mengenali sekiarnya. Dasar gadis bodoh.
"aku harus pulang". Ucapnya setelah diam sejenak.
"ini sudah malam. Di daerah ini minim taksi". Ucapku.
"tetapi aku tidak berencana untuk tidur satu atap lagi denganmu". Balasnya ketus.
"setidaknya kau tau kalau aku tidak menyentuhmu sedikit pun. Lagi pula apa yang bisa dilihat darimu. Dada yang minim itu tidak menarik sama sekali".
"hah… jaga bicaramu tuan. Jika aku mau, aku bisa membuatmu tergila-gila padaku". Ucapnya kesal.
"hah…aku lupa, kau adalah gadis yang kesekian kalinya mengatakan hal itu padaku". Ucapku dengan nada mengejek.
5 menit, aku menunggu ia membalas ejekanku. Tetapi aku tidak mendengar wacana apapun lagi.
Dan saat aku menoleh kearahnya.
Damn….sial…harusnya aku tidak membuarkan labtop itu terbuka.
"sedang apa kau". Bentakku sambil secepat kilat menutup labtopku.
Gadis itu menatapku dengan pandangan curiga.
"aku mengenal lelaki dalam foto itu. Dia Rafael kan?".
Deg…
Jantungku berdetak kencang. Ia masih mengingatnya.
"itu bukan urusanmu". Ucapku lalu meninggalkannya untuk menyimpan labtop ke dalam lemariku.
"kenapa kau terlihat sangat panic seperti itu?". Tanya Anora.
"aku tidak panic. Dan tolong kau kendalikan sifat keingin tahuanmu itu. Kau sungguh tidak sopan". Ucapku.
"apa? Aku tidak menyentuh apapun barangmu. Labtop itu memang tergeletak disana. Dan foto itu ada disana. Jadi jangan, tunggu…".
Deg…
jantungku kembali bergemuruh saat Anora memutus kalimat panjangnya.
"jangan-jangan kau ingin mengerjakan hukuman kita sendiri. Dan membuatku terlihat tidak perduli dengan esay itu". Tebaknya. Dasar gadis bodoh. Kenapa kepalamu isinya negative semua.
Huft…aku menghembuskan nafasku lega.
"jawab aku Sean. Itu kan tujuanmu". Bentaknya.
"bisa kau kecilkan sedikit suaramu". Ucapku dengan nada datar.
"kau benar-benar licik. Aku selalu mengejarmu untuk bisa mengerjakan hukuman itu bersama-sama. Ternyata kau sudah mengerjakannya dahulu tanpa memberitahuku". Oelnya tepat di depanku.
Aku hanya diam sambil memandangi wajahnya yang memerah.
"kenapa kau diam!!! Kau terkejut aku tau maksud licikmu!!". Tambahnya.
Brugh…
Tubuh kami menghantam kasur. Aku mendorong gadis itu ke atas ranjangku. Dan kini aku menindihnya diatas tubuh mungil miliknya.
"kau tau, terkadang aku berpikir untuk benar-benar membungkam mulutmu itu dengan bibirku". Ucapku lirih tanpa memutus kontak mataku dengannya.
Eh…
"ingat…kau adalah gadis lemah yang bisa dengan mudah ku hancurkan. Kau harus tau batasanmu untuk berbicara dengan lelaki." Ucapku menekan kedua tangannya keatas kasur.
"lepaskan aku". Ucapnya menantang.
Aku hanya diam sambil memandangi wajah cantik di depanku.
"aku hanya mencintai mu Sean. Tidak aka nada orang lain yang bisa menggantikan perasaanku padamu. Jadi jangan berpikir aneh-aneh". Ucapan itu terngiang di kepalaku.
"Sean lepaskan aku". Erangnya memintaku untuk berhenti menyekapnya.
"Tidak".
Gadis itu tampak terkejut dengan jawabanku.
"kau gila lepaskan aku". Erangnya lagi.
"kau milikku. Kau sudah berjanji".
Kami saling menatap dalam diam. Entah kenapa aku enggan menyudahi kedekatan itu.
Rasanya aku ingin kembali memilikinya seperti dahulu. Aku ingin menjalani hari-hari penuh cinta seperti dahulu.
Ting…tong…
Suara bell mengejutkan kami.
Bruggh…akh….
Aku mengerang saat Anora menendangku hingga terjatuh kelantai.
"rasakan itu". Ucap gadis itu lalu berlari keluar dari kamarku menuju pintu keluar apartemenku.
***
Krek…
Aku bergegas membuka pintu apartemen itu, dan ya…aku ingat. Bukan hanya Sean yang menjadi bebanku kali ini.
"kau sudah terbangun b*tch". Ucap gadis aneh yang sedari pertama berjumpa dengan ku seperti memiliki dendam kusuma padaku.
"jaga ucapanmu nona". Ucapku kesal.
"heh…kau tau, dari sekian banyaknya wanita yang mencoba mendekati Sean, hanya kau yang paling berani. Hingga rela mengorbankan harga dirimu untuknya".
Ho..ho…gadis ini benar-benar mengibarkan bendera perang.
"jangan bila kau cemburu". Ucapku yang berhasil menyulut api amarahnya.
"apa?!!".
"kau menyukai Sean ya?". Tanyaku kembali.
Tampak semburan merah di wajah gadis itu.
"jangan merendahkan harga dirimu hanya karena rasa cemburumu. Gak ada gunanya kamu cantik. Jika hatimu tak secantik apa yang dilihat oleh orang lain dengan mata mereka. Sean ada didalam. Dan tenanglah, ia masih perjaka". Ejekku dan pergi meninggalkan apartemen yang penuh dengan orang gila itu.