"aku ingin kau. Aku hanya ingin dirimu". Ucap lelaki itu dengan mantap.
Anora pun terdiam.
"Anora…bangun".
Pekikan suara yang menusuk gendang telinga itu berhasil menyadarkan Anora dari tidurnya.
Gadis itu mengucek matanya yang silau oleh cahaya matahari pagi.
"eem… jam berapa ini?".
"ini sudah jam 10 pagi Anora. Kau selalu saja telat bangun. Kau ingat hari ini mata kuliah pertama itu jam 10:45". Ucap Velly bawel.
"hmm…sepertinya aku gak mau masuk dulu Vell. Badan ku sakit semua". Ucap Anora tanpa bangkit dari tempat tidurnya yang nyaman.
Velly tampak berpangku pinggang sambil menatap sahabatnya yang masih terbaring di tempat tidur.
"kau tau, aku sedikit penasaran dengan kebiasaan anehmu sekarang. Setauku kau tidak suka begadang, dan",
"Vell…bisa biarkan aku istirahat? Percayalah aku sangat lelah". Ucap Anora dengan wajah sunggh-sungguh.
Velly hanya menarik berat nafasnya. Sepertinya ada sesuatu yang di sembunyikan oleh sepupunya itu.
***
Argh….
Aku begitu kesal setiap aku melihat layar monitor ku.
Untuk pertama kalinya aku tidak ingin menoleh layar yang menghidupiku selama ini.
Tringg…..tring….
Ponsel itu berdering.
Ponsel yang akan selalu memberitahuku nama pemilik nyawa yang harus aku renggut hidupnya.
"hallo tuan Rafael. Besok malam aka nada pesta persahabatan antar politikus besar. Dan gadis itu pasti datang pada malam itu. Kami akan mengirimkan undangan khusus agar anda bisa masuk dengan mudah ke dalam gedung. Dan tentu saja sisanya kami serahkan pada anda". Ucap orang di balik telepon itu.
Aku hanya diam sambil terus mengepal kuat telapakku.
Aku harus mengulang dosa yang aku lakukan tiap harinya. Dan kali ini, aku harus mengulang kembali takdir yang telah di siapkan untukku di kehidupanku selanjutnya.
"Anora….aku mencintaimu".
Hatiku rasa diiris. Rasa perih tidak dapat kuhentikan. Rasanya luka itu berubah menjadi luka baru yang memiliki rasa sakit berkali-kali lipat.
Anora….anora….
Prank…!!!!
Gelas cantik itu terlepas dari genggaman Anora hingga pecah berantakan dilantai.
"ada apa ini?". Pikir Anora.
Gadis itu menunduk lalu mengutip satu persatu beling kaca yang hampir tidak dapat di lihat dengan mata telanjang.
Akh…
Anora…Anora…
Tangan anora tersayat kecil oleh tajamnya beling kaca itu. Namun sesaat, waktu serasa membawanya jauh kesuatu tempat.
"Anora….Anora..!!!".
Akh….
Gadis itu kembali tersadar.
"apa tadi itu?". Pikir gadis itu sembari menatapi tangannya yang tampak memerah oleh beberapa tetes darahnya.
Anora berdiri lalu meninggalkan dapurnya yang masih berantakan oleh beling itu.
Anora mengambil kotak P3K yang selalu ia tempatkan di laci lemarinya.
Mengambil beberapa perban luka, lalu merawat lukanya.
******
Aku menatapi luka yang kini telah menghias tanganku.
Ya…hanya luka kecil.
yang membuatku kepikiran adalah, sesuatu yang muncul bersama luka ini. Apakah itu hanya ingatan? Atau itu adalah sesuatu yang terlupakan olehku?
Brugh….
Aku terkejut oleh suara jatuh yang terdengar dari arah dapur.
Apa itu?
Selesai memberi perban pada lukaku, aku beranjak mencari asal suara itu.
Ini masih siang, rasanya bodoh jika aku berfikir ada perampok yang berani masuk ke apartemen ku siang bolong.
Lagian penjagaan begtu ketatb di tempat ini.
Lalu apa? Kucing? Ayolah… sedikit berlebihan jika kucing liar bebas keluar masuk di apartemen mewah ini.
Lalu apa?
Seketika langkahku terhenti tepat di depan dapur . ya…aku rasa aku tau sumber dari suara itu.
Tapi ini masih siang. Seberani itukah dia datang.
Jantungku berdetak tak karuan.
Rasanya aku ingin berteriak. Tapi itu akan sia-sia. Seluruh ruangan di apartemen ini kedap suara.
Tapi…apa mungkin?
Aku melangkah perlahan. Ku perhatikan seluruh area dapurku yang bersih. Dan betapa terkejutnya aku saat aku melihat tetesan darah di area sekitar tempatku memecahkan gelas tadi.
Darah itu cukup banyak. Dan aku yakin itu bukanlah darah milikku.
Aku mengikuti tetesan darah yang kini telah menjadi petunjuk arah bagiku.
Hingga retina mataku membulat, saat aku menemukan sosok yang hendak terjun dari balkon apartemenku.
"hey…
Brukhhh…
Kami berdua terjatuh kelantai. Ia tampak mengerang dengan luka yang cukup lebar di telapak kakinya.
Aku yang berada beberapa meter dari tubuhnya,
Memadangnya dengan was-was.
"haruskah aku menolong pria ini? Siapa dia?".
Aku berdiri dan coba mendekatinya. Sepertinya lelaki itu tidak berbahaya.
"kau..kau siapa?". Tanyaku dengan nada pelan.
Dan ya…tentu saja ia tidak akan menjawab. Aku yakin luka itu cukup untuk menyumbat pita suaranya.
Ada satu hal yang membuatku penasaran.
Topeng? Kenapa ia memakai topeng?
"jangan".
Aku terperanjat saat orang asing itu memegang pergelangan tanganku dengan tiba-tiba saa aku ingin melepas topeng miliknya.
"siapa kau? Sedang apa di tempatku?". Tanyaku coba memberanikan diri.
"bisakah kau obati dahulu lukaku. Ini sangat menyakitkan". Erangnya.
Ucapan itu menyentuh ibaku. Bukan kesalahanku jika dengan mudahnya merasa kasian pada orang lain.
Ku papah tubuh kekar dan besar itu. Rasanya aku begitu kerdil dan kecil. Aku bagai memapah batang kayu yang 3 kali lebih besar dariku.
"tunggu disini, aku akan mengambilkan obat". Ucapku saat telah mendudukannya di kasurku.
Namun,
Ehhh….
Ia menarik tanganku hingga jarak kamu sangat dekat.
"kau tidak takut padaku?".
Bisikan itu begitu mengerikan. Aku seperti pernah mendengar suaranya. Mungkinkah dia lelaki yang setiap malamnya mengganggu malamku??
"luka ini sangat dalam. Kurasa kau akan mengalami anemia". Ucapku sambil menyusun peralatan P3K ku kedalam kotak.
"aku tidak perduli dengan itu semua". Ucapnya ketus sambil memandangku dengan tatapan yang tidak dapat aku artikan.
Aku membalas pandangan ketus mengerikan itu.
Ini rumahku. Dan dia harus tau itu.
"kau harus tau kau dimana tuan". Ucapku ketus.
Raut wajahnya tampak berubah drastis.
"aku mau tau bagaimana kau bisa masuk kedalam rumahku". Ucapku dengan nada menekan. Dan ia tetap diam.
"apa kau penyusup yang selalu masuk dengan sembarangan kerumahku?". Ucapku dengan nada tidak suka.
Hehehe….
Ia tertawa.
"apa yang lucu?". Bentakku tidak suka.
Deg…
jantungku berdetak kencang.
Adrenalinku bergejolak seakan-akan menyuruhku untuk berwas-was saat pandangan tajam dari mata pemuda di hadapanku memandang tepat lurus ke retinaku.
"kau terlalu banyak bicara". Ucapnyan dengan datarnya.
Dasar manusia tidak tau terimakasih. Rasanya ingin ku lempar dia dengan kotak yang ada di tanganku. Tetapi rasa manusiawi ku lebih besar dari kekesalan yang kini menguasaiku.
"seharusnya kau mengkhawatirkan keberadaanku disini Anora".
Mataku terbelalak. Ia tau namaku?
"kenapa? Kau terkejut aku tau namamu?". Tebaknya yang membuat aku semakin gelagapan.
"siapa kau sebenarnya Tuan". Ucapku dengan sedikit menggertakkan gigi.
Ia bergerak dari tempat ia berbaring. Menyebapkan king size nyamanku itu berdecit oleh massa tubuhnya.
Aku coba menguatkan diriku. Bagaimana pun aku tidak boleh kelihatan lemah di hadapannya.
Ia tampak tertatih untuk mempersempit jarak antara kami.
Brugh…
"akh…hati-hati".
Tak sadar kini aku berada tepat di hadapan lelaki dengan topeng itu.
Tatapan kami membeku. Rasanya aku telah memiliki retinanya, tidak aku telah memiliki dunianya.
Bodoh…pikiran apa ini? Tik…
Sebuah tetesan bening menyudahi percakapan hati dengan isi kepalaku.
Apa ia menangis? Aku benar-benar bingung dengan sosok di hadapanku ini.
Kupejamkan mataku dengan tiba-tiba saat tangan besarnya tergerak mendekati pipiku. Satu detik, dua detik, aku tidak kunjung menerima hal yang tengah memenuhi otakku. Hingga aku merasakan telapak hangat yang memenuhi pipi cabiku.
"Jangan datang ke pesta malam ini". Ucapnya beberapa saat setelah aku membuka kedua mataku dan kembali menemukan retina indahnya.
"kau dengar aku". Ucapnya dengan nada sedikit kesal.
"kenapa?". Balasku dengan nada hampir tidak terdengar.
"akan lebih baik jika kau mendengarkan peringatanku. Aku ingin melihatmu sedikit lebih lama Anora". Ucapnya dengan mata yang sebam.
Ada apa dengan sosok di depanku ini? Aku tidak mengenalnya, tetapi kenapa aku seperti sangat dekat dengannya? Aku bahkan bisa merasakan kesedihan yang ada di dalam dirinya. Aku seperti merasakan sebuah kerinduan yang tidak dapat aku gambarkan.
Apa ini??