Beberapa daun berguguran di depan gerbang kampus, menimbulkan kesan yang begitu khas tentang negara yang terkenal karena bahasa dan sistem kerajaannya. Bentuk bangunan yang begitu apik dengan batu bata merah yang masih tampak begitu alami.
Yang datang ke kampus ini tentu saja bukan hanya Bella dan Tony, ada begitu banyak orang yang datang. Susuai dugaan, meski Tony merasa bahwa ia cukup tinggi dulu saat di Indonesia, tapi di hadapan orang-orang ini ia merasa biasa-biasa saja.
Lagipula, telinganya masih belum bisa beradaptasi dengan pembicaraan orang yang ada di sekitarnya.
Wajar saja, selama ini ia belajar dari film dan lagu yang logatnya jelas beda dengan orang Inggris asli yang terdengar begitu rumit.
"Sepertinya aku harus menyuruh orang lain untuk berbicara denganku menggunakan aksen Amerika saja, atau paling tidak meminta mereka untuk berbicara lebih lambat", Tony menggerutu sendiri selama perjalanan mereka menuju kelas yang akan mereka tempati.
Bella sudah berjalan sejak tadi, mencoba mencari tau letak kelas yang akan merkea tempati beberapa waktu ke depan. Meski tak ada percakapan di antara mereka, tidak sekalipun mereka berpisah ataupun berpencar.
Masing-masing dari mereka sadar jika itu adalah resiko yang tak ingin mereka ambil. Tony yang masih sedikit kesulitan karena bahasa dan Bella yang jelas kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain.
"Sebenarnya apa yang kau ucapkan dari tadi?"
Bella yang sudah duduk di hadapannya kini sudah membawa dua kaleng minuman soda. Karena lelah dan sudah menemukan lokasi yang mereka cari kini akhirnya mereka bisa bersantai sejenak di kantin yang ada di area kampus.
Beberapa orang juga memilih untuk beristirahat di sana, entah untuk sekaligus makan siang ataupun hanya sekedar bersantai sambil menikmati wifi gratis yang disediakan pihak kampus.
Tony menghembuskan nafas beratnya, tampak sekali jika ia begitu kelelahan. Wajar saja, ukuran kampus ini tak bisa dibilang kecil meski tak bisa dibilang terlalu luas juga. Tapi setidaknya ia sudah beberapa kali naik dan turun tangga di beberapa gedung yang berbeda.
Salahkan otak bodohnya yang terlalu lemot di hari yang sibuk dan penting seperti ini. Yang anehnya hal itu sama sekali tidak membuat gadis cuek di depannya ini kelelahan.
"Kenapa kau bisa tidak kelelahan seperti ini?". Jujur saja Tony sangat iri, meski tubuhnya kecil Bella memiliki stamina yang luar biasa. Jika dibandingkan dia yang berbadan lebih besar dan sering berolahraga, seharusnya Bella sudah duduk kelelahan dari tadi.
"Siapa bilang aku tidak lelah?", dengan cueknya Bella membuka kancing teratas dari kemeja putih yang ia kenakan. Mengambil karet gelang yang ada di tangan kirinya dan menggabungkan dua ikat kepangannya menjadi satu.
Tindakan Bella itu tentu saja menarik perhatian dari orang lain yang ada di sekitarnya, meski Tony juga ikut terkejut. Tony menggelengkan kepalanya berfikir jika hal itu seharusnya adalah hal yang wajar dilakukan oleh orang luar negeri.
Tapi begitu ia menggelengkan kepala, ia bisa melihat orang yang duduk berjarak dua meja dari meja mereka kini dengan jelas mengarahkan pandangannya pada Bella.
Lelaki itu berpakaian rapi, sebuah kemeja putih dengan jas hitam yang tidak dikancingkan dengan bawahan jeans yang cocok untuk dipadukan. Belum lagi wajah bulenya yang membuat Tony iri setengah mati, entah memang keturunan Inggris terlihat menawan atau karena lelaki itu sebenarnya adalah keturunan bangsawan.
"Apa yang kau lihat?", nada bosan yang keluar dari suara Bella membuat Tony berpaling ke arahnya. Matanya yang menatap jengkel jelas menunjukkan bahwa ia sebenarnya tau jika ada orang yang sedang mengamatinya secara terang-terangan.
Suasana kantin yang ramai membuat Bella risih sejak tadi, mungkin karena hari sudah semakin siang dan orang-orang juga sudah mulai bosan.
"Kenapa kau menatapku seperti ingin membunuhku?", Tony membalas tatapan sinis Bella dengan pandangan tak kalah sinis. Pasalnya ia tak mengerti apa salahnya hingga ia begitu dibenci oleh Bella hanya dalam waktu dekat ini?
Bella mencondongkan badannya ke arah Tony tanpa melepas tatapan matanya. "Andai tatapan mata bisa membunuh seseorang, aku ingin membunuh dia yang melihatku dengan tidak sopan itu!"
Mendengar ucapan Bella, Tony justru ikut kesal juga. "Lalu kenapa kau malah menatapku?!", ucap Tony dengan nada berdesis agar tak ada orang lain yang mendengar pembicaraan aneh mereka.
"Karena aku tidak mengenal dia, tentu saja!"
Tony memundurkan badannya lalu memijat keningnya yang berdenyut pusing. Kantin yang terletak di luar ruangan membuat angin sepoi-sepoi terasa begitu nyaman, setidaknya itu membuat pusingnya tak terlalu menyakitkan.
"Kalau kau memang tidak nyaman dengannya, lebih baik kita pergi saja. Urusan kita disini untuk hari ini sudah selesai, kuliah kita juga baru akan dimulai beberapa hari lagi. Jadi, ada kemungkinan kita akan bertemu dengan orang menyebalkan seperti dia lagi"
Bella mundur dari posisinya lalu menenggak sisa minuman soda yang dari tadi ia genggam. "Ayo pulang"
Tony tersenyum melihat Bella akhirnya mau dibujuk. Tanpa menunggu waktu lama, mereka berdiri dari tempat duduk lalu beranjak pergi meninggalkan kantin yang ramai itu.
Tapi ketenangan yang mereka fikir akan mereka dapatkan harus berhenti sebentar karena sebuah tangan yang menahan Bella. Tony berbalik karena tarikan tangan Bella pada kemejanya dan melihat lelaki yang tidak disukai Bella tadi sedang memegang lengan kanannya.
"Hei, aku sudah memperhatikanmu sejak tadi. Meski kau menutupinya dengan rambut kepangmu itu, aku bisa tau bahwa kau begitu cantik. Jadi, maukah kau berkencan denganku?"
Lelaki berambut pirang itu mengangkat telapak tangan Bella ingin menciumnya, tapi Bella dengan gesit melepasnya dengan tatapan jijk. Tanpa mengatakan apapun Bella menarik Tony untuk segera pergi menjauh dari tempat memalukan itu.
Lelaki pirang itu terpaku di tempatnya, melihat Bella menjauh bersama Tony yang digandeng pergi. Tapi bukan hanya itu yang ia fikirkan, beberapa orang yang tadinya ramai di kantin tiba-tiba hening. Rasa hening yang tidak menyenangkan karena bisikan-bisikan yang terdengar setelahnya sungguh menjengkelkan.
***
"Hei..hei..hei.."
Bella menarik Tony menjauh dari kantin, berjalan melewati orang-orang yang melihat mereka dengan rasa penasaran. Pasalnya, yang menarik laki-laki itu justru seorang gadis kecil yang tampak seperti masih murid sekolah.
Anehnya Bella tampak seperti tidak mendengarkan sedikitpun ucapan Tony yang memintanya untuk berhenti sejak tadi.
Gerbang kampus sudah mulai terlihat, meski tidak berlari tapi Bella berjalan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Hanya beberapa langkah dari gerbang dan Tony bisa merasakan jika cengkraman tangan Bella pada kemejanya makin kencang, itu bisa dilihat dari betapa kusut sekarang kemejanya.
"HAAH!!", Bella melepaskan tangannya dari kemeja Tony dan berjalan lebih dulu melewati gerbang, membuat Tony melihatnya dengan tatapan anehnya lagi. Meski begitu ia tetap berjalan menyusul Bella.
Tiba-tiba saja Bella menutup wajahnya dengan kedua tangannya, "Kamu kenapa?"
"Mengerikan!!"
***
Bersambung