Isabel kembali keruang tunggu dan melihat Pak Amir sedang terduduk menunggu dengan begitu setianya.
Isabel langsung memberikan senyuman kecil kearah Pak Amir.
"Bagaimana, Pak? Apa bayinya belum lahir?" tanya Isabel.
"Belum, Bu. Sepertinya masih lama," jawab Pak Amir.
Lalu Isabel langsung memberikan air minum yang dibelinya dikantin.
"Oh ... baiklah. Bapak beneran tidak ingin diperiksa dulu?" tanya Isabel.
"Tidak Bu, saya tidak mau. Saya ingin menunggu bayinya lahir dulu," jawab Pak Amir.
"Kenapa Bapak sangat ingin menunggunya?" tanya Isabel heran.
"Ada sesuatu hal, Bu," jawabnya.
"Aneh sekali," batin Isabel.
"Ya sudah, terserah Bapak saja," ucap Isabel.
Setelah 2 jam menunggu, akhirnya seorang dokter keluar dari ruang bersalin.
Isabel dan Pak Amir langsung menghampiri dokter tersebut untuk menanyakan keadaan Icha.
"Bagaimana, Dok?" tanya Pak Amir.
Isabel yang ingin bertanya didahului oleh Pak Amir.
"Ibu dan kedua bayinya selamat dan sehat," jawab dokter itu dengan ramah.
Isabel dibuat terkejut dengan pernyataan dokter barusan. Rupanya bayi Icha kembar.
"Jadi bayinya kembar, Dok?" tanya Isabel.
"Iya, betul sekali, Bu," jawabnya.
"Apa kami boleh melihatnya," tanya Isabel.
"Tentu, tentu saja. Silahkan jika ingin melihat pasein," ucap dokter tersebut mempersilahkan Pak Amir dan Isabel untuk masuk.
Pak Amir dan Isabel pun segera memasuki ruangan bersalin untuk melihat Icha dan bayinya.
Saat telah memasuki ruangan, Isabel segera mendekat ketempat Icha berbaring.
"Hai Icha, selamat datang dikehidupan baru. Kehidupan menjadi seorang Ibu," ucap Isabel.
"Ehm ... terimakasih, Mbak. Terimakasih banyak. Mbak telah mau menolong saya. Jika Mbak tidak ada, tidak tahu nasib saya dan kedua bayi saya akan jadi seperti apa. Dan maaf, selama Mbak membantu saya, saya selalu marah-marah sama, Mbk," tutur Icha.
"Apa sih, kamu ... tenang saja, jangan terlalu formal begitu," terang Isabel.
"Makasih Mbak, sekali lagi makasih banyak," ucap Icha sembari mencium tangan Isabel.
"Iya Icha, udah ah, jangan kayak gini," jelas Isabel. "Ngomong-ngomong, bayi kamu di mana?" lanjut Isabel.
"Sebentar lagi bayiku akan dibawa ke sini oleh Suster," tutur Icha.
"Aduh jadi ga sabar, pengen liat bayi mungilnya kamu. Apalagi ini kembar, pasti gemesin banget," ucap Isabel antusias.
Tak lama kemudian, dua orang suster datang dengan membawa kedua bayi Icha.
"Sus, berikan bayinya pada saya," pinta Pak Amir.
Isabel semakin dibuat heran oleh prilaku Pak Amir. Pasti ada sesuatu yang tidak dia ketahui. Isabel melirik kearah Icha. Icha yang tahu Isabel kebingungan akhirnya menyentuh tangan Isabel.
"Nanti akan saya jelaskan, Mbak," terang Icha.
Isabel hanya menganggukan kepalanya saja.
Suster pun memberikan kedua bayi Icha. Salah satu bayi Icha diberikan kepada Isabel.
Isabel meneteskan air mata saat menggendong bayi Icha. Dia jadi teringat akan sesuatu hal. Sesuatu yang pastinya sangat membahagiakan.
"Bayi mungil ini sangat lucu," ucap Isabel.
"Mbak tahu ga? Bayi kembar aku sepasang, satu laki-laki dan yang satunya perempuan," terang Icha.
"Benar kah? Yang mana yang laki-laki, dan yang mana yang perempuan?" tanya Isabel.
"Yang Mbak gendong itu, yang perempuan," jelas Icha.
"Wah, pantesan saja, cantik sekali. Imut dan lucu," gemas Isabel.
"Icha, aku akan mengadzani anak kita," ucap Pak Amir tiba-tiba saja.
Sontak saja Isabel langsung membulatkan kedua bola matanya. Isabel benar-benar terkejut mendengar perkataan Pak Amir yang mengatakan 'anak kita'. Isabel benar-benar bingung.
"Apa ini?" tanya Isabel heran.
"Jadi ... sebenarnya saya adalah istrinya Mas Amir," aku Icha.
"Apa?" Isabel benar-benar terkejut.
"Mmm ... iya, Mbak. Mas Amir Suami saya," terang Icha.
"Tapi usia kalian?"
"Iya Mbak, saya menikahi Mas Amir karena paksaan orang tua saya. Tapi itu dulu, sekarang saya sudah benar-benar mencintainya. Dulu saya dipaksa menikahi Mas Amir sebagai jaminan hutang," aku Icha, berkata sejujurnya.
Isabel kembali terkejut. Dia benar-benar tidak menyangka.
"Jadi? Bentar, jujur aku masih syok mendengarnya. Kenapa bisa kebetulan?"
"Kebetulan apa, Mbak?" tanya Icha.
"Ya ... begini, pertama aku tidak sengaja bertemu denganmu. Dan aku membantumu untuk pergi kerumah sakit. Kemudian aku menabrak seseorang, dan ternyata, orang yang aku tabrak adalah Suamimu. Ini sebenarnya apa yang terjadi?" ucap Isabel bingung.
"Mmm ..." Icha bingung harus memulai cerita dari mana.
"Terus kalau emang Pak Amir adalah Suamimu, kenapa saat dimobil tadi, kamu tidak ingin duduk didekatnya?" tanya Isabel kembali.
"Itu karena saya sedang marah sama, Mas Amir. Saya kesal sama dia," kesal Icha.
"Maafkan, Mas ya, Icha sayang," ucap Pak Amir.
"Ga mau," jutek Icha.
"Sebentar! Tolong jelaskan dulu apa yang terjadi?" tegas Isabel.
"Jadi tadi pagi itu, saya marah sama Mas Amir, gara-gara dia tidak mau mengikuti kemauan saya. Padahal keinginan saya tidak berlebihan," ucap Icha.
"Apanya yang tidak berlebihan?" sanggah Pak Amir, merasa tidak terima dengan pengakuan Icha.
"Bentar dulu, Mas! Aku akan ceritakan kejadian sebenarnya pada Mbak Isabel," tutur Icha.
"Hmm ... baik lah. Terserah kamu saja," pasrah Pak Amir.
"Nah gitu dong. Ok Mbak Isabel aku akan lanjutkan ceritanya. Terus setelah aku marah sama, Mas Amir, aku suruh Mas Amir pergi dari rumah. Ya, hanya untuk sebentar saja, sampai emosiku beneran reda. Tapi yang dilakukan Mas Amir keterlaluan, dia pergi terlalu lama. Sepertinya dia sengaja ingin lari dari tanggung jawabnya," tuduh Icha.
"Tidak begitu, Icha. Mas, pergi lama karena ... karena Mas ada urusan. Tadi ada seseorang yang nyuruh Mas, benerin genteng rumahnya. Mas ingin menolaknya, tapi Mas tidak tega. Dia seorang wanita tua yang sangat butuh bantuan. Jadi Mas putuskan untuk membantunya terlebih dulu," jujur Pak Amir.
"Masa?" tanya Icha tak percaya.
"Mas, berani sumpah, Icha," ucap Pak Amir.
"Terserah ... sudah lah, aku mau jelasin dulu sama Mbak Isabel. Terus ya, Mbak, saat Mas Amir ga ada dirumah, saya merasakan nyeri yang begitu sangat menyakitkan. Saya tahu bahwa saya akan segera melahirkan saat itu. Kemudian saya mencoba untuk meminta bantuan kepada tetangga, tapi ruapanya mendadak tetangga pada ilang, sepi seketika. Akhirnya saya putuskan untuk pergi saja kejalanan. Saya berharap akan ada orang yang menolong saya, dan benar saja, Mbak Isabel menolong saya," tutur Icha.
Isabel sudah sangat pusing, terserah lah, Isabel tidak ingin bertanya lagi. Menurutnya penjelasan dari Icha saja sudah cukup.
"Baik lah kalau begitu ceritanya. Bukannya Pak Amir akan mengadzani anak kalian ya? Ayo Pak, silahkan adzani mereka," ucap Isabel.
"Baik, Bu," ucap Pak Amir.
Pak Amir segera mengadzani kedua bayi kembarnya. Setelah selesai dia memberikan salah satu bayi yang berada digendongannya, kepangkuan Icha.
Icha menerima bayinya, dia begitu bahagia bisa melahirkan kedua bayinya dengan selamat dan sehat, tanpa ada yang kurang satu pun.