Langkah demi langkah kaki Isabel terasa berat. Dia merasakan hawa tidak enak. Jalanan yang sangat sepi dan gelap itu, Isabel coba telusuri. Jujur saja Isabel takut berada ditempat seperti itu. Seumur hidupnya Isabel tidak pernah berada ditengah kegelepan sendirian.
Menggunakan pakaian tanpa lengan dan panjang hanya selutut, membuatnya sangat kedinginan terkena angin malam. Rambut yang tergerai acak-acakan, karena tadi Azam sudah sempat membuka ikatan rambutnya.
Isabel mengusap-ngusap tangannya yang tidak tertutup sehelai benang pun. Sungguh Isabel merasa menyesal karena telah meninggalkan penginapan itu. Harusnya dia tidak perlu meninggalkan tempat itu. Tapi sekarang untuk kembali pun sangat tidak mungkin. Isabel terlanjur malu dan marah pada Azam. Isabel malu, jika dia kembali ketempat itu, Azam pasti akan mengiranya tidak mampu berada diluaran sendiri tanpa Azam. Isabel ingin membuktikan pada Azam, bahwa dia bisa melakukan apapun sendiri, tanpa campur tangan Azam. Isabel juga sangat marah pada Azam, karena dia mengira Azam akan berbuat hal yang tidak pantas padanya.
Dengan berat hati, Isabel kembali melanjutkan perjalanannya yang tanpa arah dan tujuan. Dia melihat sekeliling, tidak ada siapa pun. Hanya dirinya seorang yang masih berkeliaran.
"Sekarang aku harus kemana? Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan berikutnya. Aku takut, bagaimana jika ada hantu? Atau bagaimana jika hewan buas tiba-tiba datang dan menerkamku? Aku bisa dijadikan santapan makan malam mereka. Hiks ... aku takut, aku pun juga haus," keluh Isabel. Isabel hanya menakutkan hal itu, dia tidak berfikir, bisa aja ada sesuatu yang lebih berbahaya dari semua yang ia fikirkan.
Kesalahan Isabel adalah dengan pergi begitu saja tanpa mau mendengar penjelasan dari Azam. Isabel langsung menyimpulkan semua kejadiannya sendiri.
Ketika Isabel terus berjalan, ia tiba-tiba saja melihat ada 2 orang laki-laki berbadan besar. Kedua lelaki itu memiliki banyak tato diseluruh bagian tubuhnya. Rambutnya yang gondrong dan penampilan yang begitu acak-acakan, membuat siapa saja yang melihatnya akan berfikir buruk tentang mereka.
Sontak saja Isabel menjadi sangat ketakutan. Isabel menjadi merinding dibuatnya. Dia takut akan terjadi hal buruk padanya.
"Siapa pun, tolong aku. Aku mohon tolong aku. Ya Allah, lindungi aku. Aku hanya hambamu yang lemah dan tak berdaya," celoteh Isabel.
Isabel semakin mendekat dengan kedua laki-laki tersebut. Isabel menundukkan pandangannya, berpura-pura tidak melihat mereka berdua. Tapi tetap saja, meski Isabel berpura-pura tidak melihatnya, mereka tetap dapat melihat Isabel dengan sangat jelas.
"Permisi, Mbak, mau kemana nih? Sendiri aja. Mau kita temenin? Ga baik perempuan sendirian dijalanan. Biar kita antar saja sampai ketempat tujuan, Mbak," ucap salah satu lelaki tersebut.
Isabel benar-benar dibuat takut dengan ucapan mereka. Isabel jadi mengingat sinetron yang sering dia tonton. Pertama orang jahat akan berbicara seperti itu, lalu memaksanya ikut dengan mereka. Setelah itu yang terjadi pasti hal buruk.
"Betul Mbak, sebaiknya kita temenin. Biar Mbak ga kesepian," ucap salah satunya lagi.
"Huwa ... tolong! Tolong! Siapa pun tolong aku, ada orang jahat di sini," teriak Isabel meminta tolong. Isabel yang sudah ketakutan segera berlari secepat mungkin.
"Lah ... tuh Mbak-mbak kenapa ya? Padahal niat kita baik, ingin menolongnya," ucap lelaki tersebut.
"Iya, aneh tuh orang. Tapi gue kasian sama dia, di sini kan tempatnya bahaya. Seorang cewek cantik berjalan sendirian dengan penampilan yang menggiurkan, pasti akan memancing banyak kejahatan," terangnya.
"Betul banget. Apa kita ikutan aja ya? Sumpah gue kasian sama dia. Gue jadi inget adek sama emak gue dikampung. Mereka juga seorang perempuan. Perempuan itu harus kita jaga," tutur salah satunya.
"Ah, jangan. Nanti tuh cewek makin ketakutan," jelasnya.
"Iya sih, gimana kalau kita ikutin secara diam-diam saja?"
"Boleh, boleh juga ide, Lo."
"Ya udah, ayo," ajaknya.
Akhirnya kedua lelaki itu pun pergi mengikuti Isabel, bukan untuk berniat jahat, melainkan untuk menjaga Isabel dari berbagai kejahatan.
Ternyata walau pun penampilannya tidak karuan, ternyata hatinya sangat baik.
"Hiks ... hiks ... aku takut, tolong! Mas Arav, Mas Arav tolong aku. Mas Azam," tangis Isabel. Ternyata saat dalam keadaan seperti ini, orang yang Isabel panggil adalah Arav mantan suaminya dulu, dan yang menjadi orang keduanya adalah Azam, orang yang menjadi suaminya saat ini.
Isabel terus menangis sambil berlarian, dia ketakutan. Ingin ingin segera kembali kepenginapan, tapi dia lupa arah jalan pulang.
Ditempat lain, Azam menjadi tidak karuan. Dia begitu mengkhawatirkan Isabel. Azam tahu Isabel pasti ketakutan diluaran sana. Karena Azam sudah berteman dengan Isabel sejak mereka masih kecil. Jadi, Azam tahu betul apa yang menjadi ketakutan Isabel.
"Isabel! Isabel! Kamu di mana?" Azam terus berteriak-teriak memanggil nama Isabel.
"Isabel, maafkan Mas. Kembali lah, Isabel," ucap Azam.
Azam pun berlari mencari jejak kaki Isabel. Dia sudah tidak tahu lagi harus mencari Isabel kemana.
"Ya Allah, lindungi Isabel, istriku," do'a Azam.
Azam kembali melanjutkan perjalanannya mencari Isabel.
Kembali kepada dua orang lelaki yang akan mengikuti Isabel. Mereka juga sama seperti Azam, kehilangan jejak Isabel.
"Kemana dia? Cepat sekali ngilangnya," ucapnya.
"Gue juga ga tahu."
"Sudah, ayo cepat kita cari lagi."
Mereka terus mencari keberadaan Isabel.
"Tuh cewek nekat banget, pergi sendirian ditengah malam. Gue ngeri liatnya."
"Lah, kenapa harus ngeri?"
"Ngeri aja gue. Takut dia kenapa-napa. Nanti ada beritanya."
"Halah, sudah lah. Ayo cari lagi."
Ditengah jalan Isabel terus menangis. Dia berharap bisa segera bertemu dengan Azam. Tapi bukannya Azam yang ia temui. Melainkan, segerombolan berandalan jalan. Isabel belum menyadari ada sekumpulan orang berbahaya yang menunggunya didepan. Dia terus saja berjalan kearah depan tanpa memperdulikan apapun.
Orang-orang itu menatap Isabel dengan tatapan yang sulit diartikan. Tapi sepertinya mereka memiliki niat yang tidak baik untuk Isabel. Mereka semua berjumlah 5 orang. Badannya tidak sebesar 2 lelaki tadi, tapi sepertinya mereka jauh lebih berbahaya dari kedua lelaki tersebut.
Saat Isabel ingin meneruskan perjalanannya, tiba-tiba saja dia dihadang oleh kelima berandalan itu. Tubuh Isabel bergetar hebat, rasa takutnya semakin besar, dan penyesalannya juga sangat besar. Andai bisa dia mengulang waktu, mungkin dia tidak akan pergi dari penginapannya. Isabel merasa dia melakukan kesalahan besar dengan pergi begitu saja.
Isabel langsung dikelilingi oleh berandalan itu. Semuanya membawa sebuah pemukul ditangannya. Sepertinya mereka memang sudah biasa melakukan kejahatan dijalanan.
"Rezeki nomplok nih, mantap sekali," ucap salah satu dari mereka.
"Langsung aja, sikat," sahut yang lain.
"Ahahahaha ..." mereka semua tertawa dengan begitu puasnya.
"Mau apa kalian?" tanya Isabel takut.
"Kita, mau dirimu, cantikku. Haha ...," terangnya.
"Haha ... haha ..." mereka kembali tertawa.
"Tolong, tolong jangan sakiti aku, hiks ..." pinta Isabel.
Mereka bukannya merasa kasihan dengan tangisan Isabel, justru mereka begitu terhibur mendengarnya.