Suasana menjadi sangat tidak enak. Kemarahan Isabel begitu menggebu-gebu. Dia marah kepada Pak Amir.
"Tolong maafkan saya, Bu. Saya menyesal," ucap Pak Amir yang terus meminta maaf pada Isabel.
"Saya sangat marah, Pak Amir keterlaluan," terang Isabel.
"Isabel, maafkan saja Pak Amir. Jika Mas, ada diposisi Pak Amir, Mas pasti akan melakukan hal yang sama. Secara, Istrinya akan segera melahirkan, dan dia dibawa oleh orang asing. Menurut Mas, perbuatan Pak Amir bisa ditoleransi," ucap Azam.
"Tapi tetap saja, Mas. Pak Amir telah membahayakan kita," kekeh Isabel.
"Mbak Isabel, saya mohon, maafkan Mas Amir," tutur Icha.
Sepertinya cukup sulit untuk membujuk Isabel memaafkan Pak Amir. Isabel sangat kecewa terhadap Pak Amir.
"Isabel, maafkan Pak Amir, ya," pinta Azam.
"Rasanya sulit, Mas. Aku sangat kesal. Coba Mas Azam bayangkan, bagaimana kalau tadi aku tidak sengaja menabrak Pak Amir juga. Apa yang akan terjadi? Pak Amir akan celaka, dan kita pasti diamuk warga. Sedangkan Icha, Icha pasti sudah terlambat untuk tertolong," jelas Isabel, mengatakan kemungkinan terburuk yang akan mereka alami karena ulah Pak Amir.
Azam menjadi bingung harus bagaimana. Dia tahu sifat Isabel. Jika Isabel sudah marah, pasti akan sangat sulit untuk dibujuk. Azam sendiri pun meresa kecewa dengan tindakan Pak Amir.
"Bu, tolong maafkan saya," ucap Pak Amir. Tanpa diduga Pak Amir langsung berlutut dihadapan Isabel.
"Ya ampun, Pak, tolong jangan seperti ini," ucap Isabel.
"Isabel, sudah lah. Maafkan saja. Jangan biarkan masalah ini berlarut-larut," pinta Azam. Isabel sudah tidak memiliki pilihan lain, dia pun akhirnya mau memaafkan Pak Amir, meski setengah hati.
"Baik lah, saya akan memaafkan, Pak Amir," ucap Isabel pada akhirnya.
Icha dan Pak Amir sangat senang mendengarnya.
"Terimakasih, Bu," tutur Pak Amir.
"Mbak Isabel, terimakasih, dan maaf atas tindakan Mas Amir," terang Icha.
"Hemm ... iya, tak apa. Asal jangan diulangi lagi," pinta Isabel.
"Iya Bu, saya tidak akan pernah mengulanginya lagi," ucap Pak Amir.
"Terus, gerobak sayur yang tadi Isabel tabrak, itu milik siapa?" tanya Azam.
"Tenang saja, Pak. Saya sudah membereskan masalah itu. Saya sudah ganti rugi," terang Pak Amir.
"Uhhh ... syukur lah," ucap Isabel.
"Isabel, kalau masalahnya sudah selesai, lebih baik kita kembali saja kepenginapan," pinta Azam.
"Ayo, Mas, aku juga sudah sangat merasa lelah," sahut Isabel.
"Icha, Pak Amir kami akan kembali kepenginapan. Semoga kalian cepat pulih ya," tutur Azam.
"Baik Pak Azam. Terimakasih banyak," sahut Icha.
"Terimakasih Pak Azam, Bu Isabel," tutur Pak Amir.
Setelah berpamitan kepada Pak Amir dan Icha, Azam dan Isabel pun segera meninggalkan tempat itu. Mereka akan kembali kepenginapan untuk bermalam lagi di sana. Sangat tidak mungkin untuk pergi kerumah Bapak dan Ibu Isabel untuk saat ini.
Saat ini mereka telah kembali kekamar yang mereka tempati dipenginapan tersebut.
Isabel sangat kelelahan, dia langsung saja merebahkan dirinya diatas kasur.
"Isabel, jangan tidur dulu. Sebaiknya bersihkan dulu tubuhmu. Sekedar cuci kaki dan basuh wajah saja," titah Azam.
"Mas Azam saja duluan. Aku masih cape," jawab Isabel.
"Ya sudah, terserah kamu saja," ucap Azam.
Azam pun masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan seluruh tubuhnya. Setelah selesai dia segera keluar.
Azam melihat Isabel sudah tertidur. Isabel masih menggunakan sepatunya, ikatan rambutnya pun belum ia lepas.
Akhirnya Azam mendekat kearah Isabel. Niatnya ingin membantu Isabel melepas sepatu dan ikat rambutnya.
Azam mulai melepaskan satu persatu sepatu Isabel. Setelah itu Azam pun mengambil ember yang berisikan air untuk membasuh kaki Isabel. Dengan sangat telaten Azam membersihkan kaki Isabel sampai bersih. Mungkin karena kelelahan Isabel tertidur dengan begitu nyenyaknya, sampai tidak merasakan Azam sedang membersihkan kakinya.
Lalu Azam pun mengambil handuk kecil untuk mengeringkan kaki Isabel.
Azam menyelimuti seluruh tubuh Isabel dengan selimut. Setelah itu Azam mencoba untuk membuka ikatan rambut Isabel. Tapi sayang, Isabel sepertinya merasa terusik dengan kegiatan Azam. Isabel pun terbangun dari tidurnya. Isabel terkejut melihat Azam yang begitu dekat dengannya. Isabel menjadi berfikiran buruk terhadap Azam. Dia berfikir Azam pasti akan melakukan sesuatu yang kurang ajar terhadap dirinya.
Isabel segera mendorong Azam dengan sangat kasar sampai tubuh Azam membentur tembok.
"Keterlaluan kamu, Mas! Kurang ajar!" bentak Isabel. Isabel melempar bantal dan guling ketubuh Azam.
Azam masih memegangi punggungnya yang terkena benturan. Azam merasakan sakit yang luar biasa.
"Bukan, bukan begitu maksud, Mas. Mas hanya ingin membantumu," terang Azam.
"Membantu? Membantu apa, hah? Dasar laki-laki bejat! Tidak tahu diri! Aku sangat membencimu, Mas Azam!" bentak Isabel. Isabel terus saja mencaci Azam dengan kata-kata kasar, tanpa mau mendengar penjelasan dari Azam. Betapa sakitnya hati Azam mendengar segala cacian dari mulut Isabel.
Isabel langsung bangun dari tempat tidur dan mendekati Azam.
"Bangun, Mas! Ayo cepat bangun!" titah Isabel.
Dengan susah payah, Azam mencoba untuk bangun. Setelah Azam berdiri, berhadapan dengan Isabel. Tanpa diduga, Isabel kembali mendaratkan sebuah tamparan dipipi Azam. Suara tamparan begitu menggema diruangan itu.
Pipi Azam menjadi merah dan memiliki tanda 5 jari akibat ulah Isabel. Tamparannya tidak begitu menyakitkan bagi Azam, yang lebih menyakitkan adalah, tuduhan dari Isabel. Hatinya lebih sakit jika dibandingkan dengan pipi yang terkena tamparan Isabel.
"Itu, itu yang pantas Mas Azam dapatkan. Tamparan itu tidak seberapa, rasanya aku ingin melakukan lebih dari sekedar tamparan," ucap Isabel.
"Apa kamu tidak ingin mendengarkan penjelasan dari, Mas? Mas tidak ada niat buruk untukmu," tutur Azam.
"Aku sekarang sudah tidak sudi mendengar apapun dari mulut kotormu!" sinis Isabel.
Azam tetap diam, mendengarkan segala omelan Isabel. Bukannya Azam tidak marah dengan semua itu, dia hanya mencoba untuk menahan amarahnya. Percuma juga jika dia melawan atau menjelaskan, Isabel tidak akan percaya, justru Isabel akan semakin membencinya.
Isabel langsung meninggalkan Azam sendirian dikamar. Isabel segera berlari, pergi jauh dari tempat tersebut. Entah ke mana Isabel akan pergi. Azam sangat khawatir akan hal itu. Azam pun segera mengikuti Isabel.
Azam terus mengejar Isabel, namun tetap saja Azam kehilangan jejak kaki Isabel. Azam tidak tahu harus mencari Isabel kemana lagi.
"Isabel, kemana kamu pergi? Jangan buat Mas jadi takut. Kembali lah, Isabel! Kembali pada, Mas. Mas sangat khawatir padamu. Maafkan, Mas. Mas mengakui bahwa, Mas salah."
Azam sangat menyesal telah membuat Isabel marah. Sekarang Isabel jadi pergi entah kemana. Harusnya Azam bisa mencegah Isabel pergi.
"Isabel! Isabel!" teriak Azam yang terus memanggil-manggil nama Isabel.
Azam takut akan terjadi hal buruk pada Isabel. Azam tahu tempat ini sedikit berbahaya. Banyak orang-orang jahat berkeliaran didaerah sini, tapi Isabel pasti tidak mengetahui hal itu.