Kini ketiganya hanya saling pandang. Azam dan Icha memandang Isabel dengan begitu lekatnya. Mendapat pandangan yang seperti itu dari Azam dan Icha, Isabel langsung saja menundukan kepalanya. Dia menyadari betul apa kesalahannya.
Dilihatnya kedepan mobil, dan ternyata Isabel menabrak sebuah gerobak sayur, dan sepertinya ada seorang lelaki paruh baya yang menjadi korban kecelakaan tersebut.
Isabel sangat menyesal tidak mendengarkan perkataan Azam dari awal. Harusnya dia tidak perlu mengemudi dengan kecepatan penuh.
"Maafkan aku, Mas Azam ... Icha ... aku tidak tahu akan terjadi hal seperti ini. Tolong maafkan aku."
Isabel benar-benar merasa bersalah, sampai Isabel tidak berani menatap Azam dan Icha.
Azam yang tahu Isabel sedang ketakutan dan merasa bersalah, dia segera mencoba untuk menenangkan Isabel.
"Tidak apa Isabel. Ini sudah terjadi, yang sudah terjadi biarlah terjadi. Lain kali jangan seperti ini lagi," jelas Azam. Azam mengusap tangan Isabel lembut, mencoba memberikan ketenangan.
Icha tidak ingin berkomentar apapun, saat ini dia sudah benar-benar tidak tahan lagi.
"Sekarang sebaiknya kita turun dari mobil. Kita lihat siapa yang barusan kamu tabrak," ucap Azam.
"Emm ... hiks ... aku takut ... aku takut Mas Azam," ucap Isabel dengan isak tangisnya.
"Jangan takut, ada Mas di sini. Kamu tidak sendiri. Mas tidak akan biarkan kamu kenapa-napa," tutur Azam mencoba meyakinkan Isabel.
"Hemm ... baiklah," ucap Isabel pada akhirnya.
Belum sempat Azam dan Isabel keluar, warga sudah berkerumun di sana. Ada beberapa warga yang sudah mulai emosi. Dan tanpa diduga, ada salah seorang warga yang mengetuk-ngetuk kaca pintu mobil mereka.
Isabel yang dari tadi sudah ketakutan semakin dibuat takut karena ulah warga tersebut.
Dan detik berikutnya, ada seorang warga yang memukul bagian depan mobil Azam dengan begitu kerasnya, sampai-sampai mobil Azam penyok.
"Huwa ... Mas Azam aku takut, hiks ... hiks ..." tangis Isabel semakin kencang.
"Tenang Isabel, tenangkan dirimu, sekarang ayo kita turun saja," ajak Azam.
Akhirnya Azam yang turun terlebih dahulu. Azam mencoba menjelaskan kepada warga, bahwa kejadian ini tidak disengaja.
"Mohon maaf Bapak-bapak, Istri saya tidak sengaja melakukannya. Dan kami pasti akan bertanggung jawab atas kejadian ini," ucap Azam.
"Halah ... bohong, sekarang kita hajar saja orang ini, Bapak-bapak," teriak salah satu warga yang membuat keadaan menjadi semakin panas.
"Jangan! Jangan! Tolong jangan! Sungguh, aku tidak sengaja melakukannya. Tolong maafkan kami. Kami pasti akan bertanggung jawab. Tapi tolong jangan sakiti kami," ucap Isabel yang tiba-tiba turun dari mobil.
"Isabel," ucap Azam.
Isabel hanya melirik Azam sekilas. Sebenarnya dia takut melihat kerumunan warga seperti ini. Apalagi semua warga sudah terpancing emosi. Jujur saja Isabel tidak ingin turun dari mobil, tapi dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dia juga melihat Azam dalam bahaya besar, jadi dia putuskan untuk menghadapi semuanya.
"Jadi sebenarnya kami sedang buru-buru, karena kami membawa seorang wanita hamil yang akan segera melahirkan. Tanpa fikir panjang aku langsung saja mengebut dijalanan. Aku takut kalau terlalu lama, nanti wanita hamil itu tidak tertolong. Aku tidak tahu kejadiannya akan seperti ini. Sungguh, ini sangat diluar kendali kami. Maafkan kami, izinkan kami untuk bertanggung jawab kepada korban. Tapi tolong biarkan kami pergi. Kami harus segera kerumah sakit," jelas Isabel berucap terus terang.
Para warga hanya saling lirik satu sama lain. Mereka sepertinya sedang mempertimbangkan apa yang akan dilakukan oleh mereka pada Azam dan Isabel.
Azam dan Isabel hanya terdiam menunggu keputusan para warga. Isabel sudah sangat khawatir dengan kondisi Icha saat ini.
"Baiklah, kami akan izinkan kalian pergi, tapi kalian harus bertanggung jawab atas kejadian ini. Bawa lah, Bapak yang menjadi korban kerumah sakit, dan ganti segala kerugiaannya," ujar salah satu warga.
Akhirnya Azam dan Isabel bisa bernafas lega. Masalahnya dapat diselesaikan. Sekarang mereka hanya perlu bertanggung jawab.
"Baik," ucap Azam dan Isabel bersamaan.
"Di mana korbannya, Pak?" tanya Azam yang dari tadi tidak melihat korbannya.
"Itu dia," tunjuk salah seorang warga kepada seorang lelaki paruh baya yang merupakan si korban.
Isabel dan Azam dibuat heran melihat korban tersebut. Si korban sedang berdiri dengan begitu tegapnya, tidak ada luka yang serius. Hanya ada sedikit goresan dilututnya saja. Tapi Isabel dan Azam tidak ingin ambil pusing. Mereka memilih untuk diam saja dan menuruti perintah warga.
Azam dan Isabel segera menghampiri seorang bapak yang merupakan korban. Lalu membawanya untuk ikut masuk kedalam mobil.
Didalam mobil, masalah kembali muncul, saat Icha tidak mau untuk duduk bersama dengan si bapak korban. Icha menolak untuk berdekatan dengannya.
"Aku tidak mau! Aku tidak mau duduk didekatnya!" tegas Icha.
"Apa lagi ini?" batin Isabel.
"Lalu, apa yang kamu inginkan?" tanya Isabel.
"Aku akan duduk didepan saja, aku tidak ingin duduk dibelakang bersamanya," ucap Icha.
"Baik, sekarang aku akan bantu kamu untuk tukeran tempat duduk dengan Mas Azam," ucap Isabel yang menurut saja.
Isabel dan Azam akhirnya membantu Icha untuk pindah tempat duduk.
Saat urusan Icha sudah beres, kini kembali Azam yang mendapat masalah. Kakinya kembali terasa sakit, sehingga dia kesusahan untuk berjalan.
"Isabel, bantu, Mas. Mas kesulitan untuk berjalan," pinta Azam.
"Em ... iya, Mas," turut Isabel.
Isabel segera membantu Azam untuk berjalan. Namun saat melakukannya, tiba-tiba saja kakinya terpeleset yang menyebabkan tubuhnya tidak seimbang. Azam yang tidak kuat menahan beban tubuhnya tersungkur sampai punggungnya menabrak bagian mobil. Diikuti dengan Isabel yang terjatuh didalam pelukan Azam. Jarak bibir mereka berdua kini sangat dekat, seperti orang yang akan berciuman saja.
Terdiam sejenak, detak jantung Azam tidak karuan. Jantungnya seperti akan copot saja. Isabel terdiam membisu, dia masih syok.
Bibir Azam kini semakin mendekati bibir mungil milik Isabel. Semakin dekat dan terus mendekat, sampai akhirnya ada sebuah tamparan kecil yang mendarat dibibir Azam.
Isabel yang sudah tersadar dari lamunannya langsung saja menghentikan aksi Azam yang sangat tidak sopan menurutnya. Padahal Azam adalah suaminya, jadi bebas saja jika ingin melakukan apapun juga terhadapnya.
Isabel langsung melepaskan genggaman tangan Azam dipunggungnya, lalu langsung membantu Azam masuk kedalam mobil.
Kini Isabel sudah bersiap untuk mulai mengemudikan mobilnya kembali. Kali ini Isabel tidak ingin ngebut-ngebut lagi.
Sekarang mereka kembali melanjutkan perjalanannya untuk pergi kerumah sakit.
Saat diperjalanan tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang menyalip mobil mereka sampai mobil mereka oleng kesebelah kiri.
Orang yang berada didalam mobil pun menjadi tersungkur kearah kiri. Dan tanpa sengaja sebuah ciuman mendarat dipipi kanan Azam. Azam terkejut bukan main, dia mendapatkan ciuman yang sangat tidak terduga dari si bapak korban tabrakan tadi.