Chereads / Jangan panggil aku Pelacur / Chapter 23 - BAB 23

Chapter 23 - BAB 23

Bab. 23

Rasanya jika terus menyesali alur kehidupan itu tidak akan ada habisnya. Pasti ada saja masalah yang di alaminya, dan rasanya masalah itu seperti tidak ada hentinya. Ya, itulah yang di namakan warna warni kehidupan.

Beberapa hari lagi gadis itu akan sah mejadi suami dari Deka Wira Atmajaya. Namun, pada kenyatannya ia bukannya bahagia tapi justru sebaliknya.

Bagaimana tidak, pernikahan ini nantinya akan di jalaninya tanpa adanya cinta. Sudah jelas bisa di bayangkan bukan kehidupan eperti apa yang akan di alami oleh Fanya.

"its okay, gue akan mengikuti alurnya lebih dulu baru setelah itu gue akan merubah alur itu. Tidak ada yang tidak mngkn bukan," ujar Fanya. hanya kata-kata itulah yang mampu membuatnya sedikit tidak tertekan dengan keadaan seperti ini.

Seharusnya anak seumurannya itu lagi senang-senangnya bermain bersama dengan teman-temannya. Namun, karena hidupnya tidak seberuntung teman-teman yang lainya. Ia hanya bisa pasrah dengan nasib yang harus di jalaninya.

Ahhh

Duniaku, benar-benar sudah hancuur.

Aku bisa apa hah?

Bahkan aku tidak bisa apa-apa untuk menghentikan semua ini.

Kamana keadilan yang seharusnya berpihak kepaadaku?

Apaakah keadilan itu benar-benar tidak ada untukku, lalu bagaimana dengan masa depanku ini.

Rasanya Fanya benar-benar putus asa. Selain ia takut untuk merubah statusnya menjadi seorang istri ia juga takut membuat keluarga Deka kecewa. Ia tidak sanggup jika harus melihat ibu Deka yang begitu bahagia saat Deka membawanya ke rumahnya. Tercetak jelas di wajahnya bahwa wanita paruh baya itu sangat bahagia.

"sedang apa kamu?" tanta Deka. seperti biasa laki-laki itu menampakan wajah dinginnya.

"sedang meratapi nasib," jawab Fanya tidak kalah ketus.

"saya menanyaimu baik-baik, itukah jawaban yang pantas saya dengarkan," ujar Deka.

" lalu jawaban seperti apa yang anda ingikan Tuan Deka yang terhormat."

"ada masalah apa kamu denganku, jangan kurang ajar kamu sama saya!" tegas Deka.

"masalah! Anda masih bertanya apa masalahnya? Apakah saya tidak salah dengar." Gadis itu berucap dengan penuh emosi. Untuk gadis yang masih remaja seperti Fanya, masih terlalu labil dan mudah sekali emosi.

"anda fikir saya tidak tertekan dengan semua ini? Saya sangat tertekan sekali. Dan anda tidak pernah memperdulikan itu," ucap Fanya.

"heey, kamu bilang apa? Bukankah ini sudah kesepakatan kita. Kamu sendiri yang menanda tangani surat perjanjian itu," cetus Deka.

"aku menandatangi surat itu karena terpaksa. Dan anda yang memaksanya," sahut Fanya.

Gadis itu seperti tidak takut dengan apa konsekuensi yang aka di dapatkannya setelah ini. Bahkan tatapan tajam dari Deka pun sama sekali tidak di hiraukannya.

"saya benar-benar tidak tau apakah tindakan saya untuk memprotes anda itu salah atau tidak. Yang jelas saya rasa anda itu sudah sangat keterlaluan. Bagaimana kalau orang-orang tau jika seorang ceo ang terkenal seperti anda itu telah tega menindas gadis SMA seperti saya," ujar Fanya tanpa rasa takut.

"jaga bicaramu, kamu fikir saya akan merasa iba setelah ini? Justru saya akan seakin bertindak tegas terhadap kamu." Dengan tegas

"aku bahkan sudah tidak peduli lagi dengan ancamanmu, yang aku mau hanyalah kebebasanku." Gadis itu berucap dengan terisak.

Melihat itu Deka menjadi bingung apa yang harus di lakukannya. Di satu sisi Deka kesal sekali dengan sikap Fanya yang sudah mulai berani. Tapi di sisi lain, Deka tidak bisa membiarkan Fanya semakin melunjak.

Maka rasa kasihannya kini terkalahkan dengan rasa egonya. Dengan kasar Deka meanarik Fanya menuju ke kamarnya.

"hapus air matamu itu yang membuatku semakin muak," ujar Deka.

Namun, bukanya menghapus air matanya Fanya justru semakin mengeraskan isakan tangisnya. Fanya benar-benar sudah tidak kuat menahan kesedihannya sendiri.

Melihat itu lama-lama Deka pun menjadi iba. Ia yang semula kasar pun mulai melembut.

"seebenarnya apa yang kamu inginkan,bukankakh kamu sudah menyetujui perjanjian itu. Tolong jangan buat ibuku kecewa jika sampai pernikahan kita gagal," pinta Deka.

"aku bukan bonekamu Deka, dan apaaku harus memikirkan itu sampai-sampai aku tidak memikirkan perasaanku sendiri," sahut Fanya. ia heran bisa-bisanya Deka meminta ia untuk menjaga perasaan ibunya sedangkan dia pun sama sekali tidak bisa menjaga perasaan Deka.

"apa yang harus ku lakukan agar kamu mau enikah denganku?" tanya Deka. seumur hidup Deka sama sekali belum pernah memohon pada seseorang apalagi sampai merendah seperti ini.

"aku ingin pernikahan ini bukan karena sebagai alat peghasil anak, jika kamu punya permintaan maka aku pun juga mempunyai permintaan." Gadis itu berucap dengan tegas. Cukup sudah harga dirinya hilang. Kini saatnya ia menghargai dirinya sendiri.

"apa yang kau inginkan?" tanya Deka.

"dalam waktu 5 bulan pernikahan jika aku sudah bisa membuatmu jatuh cinta maka, kamu tidak boleh menceraikan aku. Tapi kalau dalam waktu satu bulan itu kamu belum juga jatuh cinta padaku, maka aku akan rela untuk kau ceraikan."

"rupanya gadis yang mengaku polos sepertimu punya akal yang licik juga ya. Aku tidak yakin kalau kau bisa membuatku jatuh cinta hanya dengan waktu 5 bulan. Okelah, menarik. Boleh di coba!" ucap Deka dengan senyum yang penuh arti.

Dalam hatinya berkata "kau tidak akan menang dariku Fanya."

"oke! Kita lihat saja ke depannya," sahut Fanya.

Deka dengan masih sedikit kesal pun akhirnya memeutuskan untuk kembali ke kamarnya untuk istirahat. Pekerjaannya di Kantornya yang hari ini cukup padat cukup menyita tenaganya. Belum lagi perdebatannya dengan Fanya barusan.

Ahhhh

Sialll!!

"dia mau bermain-main denganku rupanya. Oke kita lihat saja cara mainnya, kamu atau aku yang akan kalah!" ujar Deka.

Ia pun kemudian melepaskan jasnya yang setelahnya ia langsung berlalu ke kamar mandi. Aromaterapi ia ambil dari tempatnya dan mulai ia tuangkan ke dalam bathup yang berisi air hangat.

"lihat saja gadis bodoh, kamu fikir kamu sedang berhadapan dengan siapa, aku tidak akan sedikit pun membiarkan diriku jatuh cinta padamu," tukas Deka.

Setelah selesai mandi Deka pun berganti pakaian dan segera tidur. Sementara Fanya masih belum bisa memejamkan matanya.

Gadis itu tegah memikirkakn apakah yang di lakukannya tadi adalah keputusan yang benar. Bagaimana jika ia yang justru tidak bisa mengen dalikan perasaannya, sementara Deka tetap menganggap rendah dirinya.

Sialll

Apa-apaan ini!

"bagaimana kalau yang jatuh cinta justru gue bukan dia? Atau sekarang pun gue udah jatuh cinta."

Tidak mau berfikiran yang tidak-tidak Fanya pun menutup wajahnya dengan selimut. Sebisa mungkin ia harus sudah bisa memejamkan matanya agar fikirannya tidak terus tertuju pada Deka dan perasaanya.

"tidur Fan, lo harus bisa tidur. Ayo tidur, lupakan sejenak beban fikiran elo dan istirahatkan tubuh elo," ujar fanya pada dirinya sendiri.