28. Malam yang Indah
Fanya benar-benar tidak menyangka bahwa Deka si laki-laki dingin itu bisa bisa membuatnya bahagia sore tadi.
Walau pun mungkin maksud Deka hanya untuk mengembalikan moodnya yang hancur tapi Fanya sangat senang sekali.
"Deka, akankah suatu saat nanti aku bisa mendapatkan cinta dari laki-laki itu," ucap Fanya.
Hatinya begitu menghangat saat ia mengingat tentang perhatian dari Deka.
Sebenarnya aura ketampanan Deka itu akan muncul saat laki-laki itu bersikap manis. Namun, karena kebiasannya ia bersikap dingin membuat orang memandangnya beda.
"Ahh, aku sepertinya mulai nyaman denganya!" ujar Fanya.
Gadis itu tidak berhenti tersenyum sedari tadi, ia tidak tau apa yang harus di lakukannya untuk menyetop hatinya saat ini.
Yang jelas ia akan menikmati indahnya jatuh cinta untuk pertama kali, meskipun ia jatuh ginta kepada orang yang tidak seharusnya.
Jika membuat kita berjarak nantinya, lebih baik aku memendam perasaan ini sampai pada saatnya nanti aku mendengar kalau kau juga mencintaiku.
"Cepat keluar, ada yang ingin ku sampaikan," perintah Deka.
"Tunggu sebentar," jawab Fanya.
Setelah memakai sweeternya Fanya keluar dari kamar. Ia menuju balkon rumah itu karena Deka memintanya untuk ia kesana.
"Mau bicara soal apa?" tanya Fanya.
"Surat perjanjian," sahut Deka dingin.
Aura dingin dari laki-laki itu rupanya telah kembali. Sesaat Fanya masih diam. Namun, akhirnya ia pun berkata.
"Katakan saja," ujar Fanya.
"Surat perjanjian kita berlaku hanya 1 tahun, maka kamu harus sudah mengandung saat awal pernikahan kita. Aku tidak mau kau menundanya lagi," tegas Deka.
"Tapi bagaimana kalau selama1 tahun itu aku belum juga mengandung?" tanya Fanya.
"Ya terpaksa surat perjanjiannya aku perpanjang," jelas Deka.
Ohhh, seperti boneka yang bertuan. Bagaimana dengan perasaannya yang sudah tumbuh ini, mampukan Fanya mengendalikannya.
Cinta, baginya cintanya saat ini hanyalah sebagai penyemangat hidupnya saat ia harus menghadapi kenyataan pahit di dalam hidupnya.
"Aku merasa seperti tercekak dalam sebuah bayanganku sendiri, namun saat aku menghadapi kenyataan rasa sakitlah yang ku dapatkan," ujar Fanya dalam hati.
"Baiklah, aku permisi kalau sudah tidak ada lagi yang akan di bicarakan!" pamit Fanya.
"Silahkan," sahut Deka. Masih wajah dinginnya.
Setelah sampai di kamarnya, Fanya tidak dapat lagi menahan tangisnya. Air matanya lolos begitu saja dari pelupuk matanya.
Harapannya untuk mendapatkan cinta seakan sirna begitu saja.
"Mungkin aku ini emang wanita yang tidak akan pernah memiliki cinta," ujarnya dengan isak yang mendalam.
Sedangkan Deka saat ini sedang berada di luar Rumah.
Ia menyadari kata-katanya tadi begitu menyakitkan untuk Fanya. Tapi ia sendiri tidak tau harus bagaimana.
Deka sudsh mati rasa dengan Cinta, bahkan ia sama sekali tidak berniat untuk mencintai seorang wanita.
Hidup dengan putranya kelak itu akan membuatnya cukup bahagia. Ia akan mendidik putranya kelak menjadi laki-laki yang tangguh.
Yang jelas ia tidak akan mengijinkan putranya jatuh ke pelukan wanita yang salah.
"Maafkan saya Fanya, tidak seharusnya kamu menerima semua ini. Tapi saya sangat membutuhkan anak darimu," lirih Deka.
Mobilnya telah sampai di tempat tujuanya, Bar. Laki-laki itu akan kesini jika fikirannya sedang suntuk, ia juga tidak akan tanggung-tanggung menyewa jalang untuk menuntaskan hasratnya.
"Hay ganteng, senang bertemu dengan anda kembali!" ujar salah seorang jalang.
"Bisakah kau menyengkanku malam ini?" tanya Deka.
"Ohh, tentu saja bisa. Aku akan membuatmu melayang sampai kau lupa dengan masalahmu," ujar jalang itu dengan yakin.
"Baiklah, aku akan langsung meman roomnya. Bersihkan tubuhmu dulu sebelum masuk ke dalam room yang ku pesan, aku tidak mau ada bau laki-laki lain saat kita bersenang-senang nanti," ucap Deka.
Ia pun kemudian langsung berlalu memesan room untuknya bersenang-senang. Sementara jalang tadi langsung membersihkan tubuhnya sesuai permintaan Deka.
"Cinta? Bahkan aku tidak percaya lagi dengan itu."
Tidak lama kemudian jalang yang di pesan Deka tadi masuk ke dalam kamar yang telah di pesannya. Deka pun langsung menyambutnya dengan ciuman bertubi-tubi.
"Ahhh, pelan sayang. Kau kelihatan begitu rakus!" pinta jalang itu.
"Aku sudah sangat ingin menyalurkan gairahku. Bisakah kau lebih membuatku bergairah lagi," sahut Deka.
"Tentu saja bisa," sahutnya.
Wanita itu pun langsung menanggalkan pakaiannya. Melihat tubuh tanpa busana gaiarah Deka langsung naik drastis.
Deka langsung melumat habis bibir jalang itu dan memberikan tanda-tanda kepemilikan pada tubuh itu.
"Ahhh, terus sayang. Perlakuanmu mendamba!" ujar jalang itu.
Dan di menit selanjutnya penyatuan pun terjadi. Deka mengerang saat cairannya akan keluar, begitu pun dengan wanita di bawahnya.
Mereka sama-sama mengerang puas degan penyatuan mereka.
"Aku akan bayar mahal untuk ini," ujar Deka setelah membersihkan tubuhnya di kamar mandi.
Sementara wanita yang di ajak bicara olehnya pun menggangguk. Tubuhnya terasa sangat lelah, dan pusatnya pun sedikit nyeri.
"Sudah ku kirim ke rekening kamu," ujar Deka.
Malam telah berlalu berganti pagi dengan udara yang sangat sejuk. Semalam Fanya tidur dengan sangat nyenyak meski saat terbangun kini matanya sedikit bengkak karena ia tidur sambil menangis.
"Kenapa? Takdir begitu mempermainkanku," keluh Fanya.
Gadis itu segera pergi mandi. Hari ini ia membutuhkan sedikit hiburan untuk mengobati rasa sakitnya.
Sinar mentari semakin jelas menampakan kehadirannya. Fanya sudah selesai sarapan.
"Deka tidak pulang Bi?" tanya Fanya.
"Pulang Non, tapi Tuan tadi berangkat pagi sekali," sahut Bi Sumi.
"Ohhh, begitu. Oh uya Bi, Fanya mau keluar sebentar ya mau cari angin," pamitnya.
"Baik Non, pulangnya jangan terlalu sore ya Non!"
"Siap Bi."
Dengan langkah gontai, Fanya menyusuri jalan perumahan itu. Di dekatnya ada Taman yang sangat indah, dan Fanya pun memutuskan untuk duduk di situ.
Kemana memang ia akan pergi, karena sejauh ia pergi puj Deka sudah pasti akanmengejarnya.
aku hanya membutuhkan sedikit saja waktu untuk memikirkan diriku sendiri, aku hanya butuh waktu untuk memikirkan betapa banyaknya hal yang akan segera lenyap dengan keputusan yang telah ku ambil.
Aku hanya butuh dukungan dari orang-orang agar aku tetap berdiri tegak. Agar tawaku tetap lepas, dan kesedihan itu dapat ku pendam sampai pada saatnya nanti aku akan melepaskannya.
Jika ini takdirku, maka aku akan dengan kuat menjalaninya. Aku hanya berharap, suatu hari nanti aku akan mendapatkan kebahagiaan.
Aku hanya berharap suatu hari nanti ada orang yang datang dengan ketulusannya mengatakan cinta padaku.
Lama gadis itu terdiam, menghirup udara segar di sekitarnya.
"Aku telah siap untuk bertempur dengan kepahitan hidupku," ucap Fanya.
Langit terlihat sangat cerah, udara yang terasa sangat panas mambuat Fanya memutuskan untuk masuk lebih dalam ke Taman itu.
Di sana ada sebuah pohon yang sangat rindang, yang jika berada di bawahnya maka akan terasa sangat sejuk dan nyaman.