Chereads / Jangan panggil aku Pelacur / Chapter 29 - Bab 29

Chapter 29 - Bab 29

29. Fanya dan Ibunya. 

Lama sekali Fanya duduk di situ, hingga akhirnya ia kembali terinhat dengan orang-orang yang di sayanginya. 

"Andai saja kalian di sini pasti ak gak akan merasakan sekesepian ini, aku rindu."

Sembari memandang ke atas langit yang sangat cerah dengan warna biru muda dan awan yang putih bersih gadis itu berujar. 

Gadis itu akhir-akhir ini benar-benar merasakan kesepian. Teman keluarga, ia bahkan merasa sangat jauh dari mereka. 

Tiba-tiba ponselnya berdering, telepon dari sahabatnya. 

"Halo Sa, ada apa?" Tanya Fanya. 

"Nongki yuk, gue lagi ada di KFC tempat kita nongrong sama Maya nih," ajak Lisa. 

"Boleh banget tuh, kebetulan gue juga lagi ada di luar. Gue langsung otw kesana ya," sahut Fanya. 

"Oke sip, gue tunggu Fan."

Seperti melihat pelangi di siang yang terik, Fanya pun langsung mencegat taksi yang lewat di depannya. 

"Pak Ke KFC jalan XXX ya," ujarnya setelah ia masu ke dalam taksi itu. 

"Baik Nona," jawab supir taksi itu. 

"Akhirnya bisa ngumpul sama teman-teman lagi. Dan gue juga sekalian deh undang mereka berdua ke nikahan gue besok," gumam Fanya. 

Setelah 15 menit gadis itu telah sampai, jaraknya memanglah tidak terlalu jauh. 

"Hay Girl," sapa Fanya. 

"Fanyaaa, ya ampun gue kangen banget sama elo sumpah!" ujar Lisa yang langsung memeluk dan menciumi Fanya tanpa henti. 

"Sama, gue juga kaaagen banget sama elo. Tau gak lo gue itu setiap hari lihat foto-foto kita," tukas Fanya. 

"Ohhh, jadi sama gue gak kangen nih!" ujar Maya memprotes. 

"Kangen lah, sini-sini gue peluk. Pokoknya gue itu kaaangen banget sama kalian berdua."

Mereka bertiga pun kemudian duduk dan langsung memesan makanan. 

"Gimana hubungan lo sama si Deka itu Fan?" tanya Maya. 

"Ya begitulah, kadang dia itu bersikap manis bangetke gue. Tapikadang juga dia bersikap acuh. Entahlah gue sih gak mau terlalu ambil pusing sikap dia gue," jelas Fanya.

"Tapi elo gak di perlakukan kasar kan sama dia?" tanya Lisa. 

"Sejauh ini sih enggak, cuma ancaman-ancaman aja sih kalau menurut gue!" jelas Fanya.

"Lega gue dengernya, gue harap laki-laki itu bisa bahagiain elo ya Fan. Gue gak rela kalau sahabat gue di bikin sakit hatinya," ujar Lisa. 

"Iya, lo tenang aja. Gue pasti bisa jaga diri baik-baik kok. Kalian juga harus jaga diri kalian baik-baik ya," ujar Fanya. 

"Pasti Fan, pokoknya kita harus sering-sering ketemu ya. Gue gak mau lagi kalau lo gak ada kabar pokoknya," ujar Maya. 

"Iya-iya, pokoknya gue akan selalu ngabarin elo!" ucap Fanya. 

Makanan yang mereka pesan pun telah datang. Fanya dan kedua temannya pun langsung menyantap makanan tersebut. 

"Sekolah sekarang gimana?" tanya Fanya. 

"Baik kok, cuman agak sepi aja karena gak ada elo!" sahut Lisa. 

"Lama-lama kalian juga akan terbiasa kok. Kalian cuma butuh adaptasi aja tanpa gue," ujar Fanya. 

"Uhh sedih banget sih gue denger kata-kata elo. Lo yang sabar ya Fan, lo harus kuat dan setelah urusan elo ini selesai lo tata kembali hidup lo. Dan gue yakin banget kalau kita bakalan sukses bareng," tukas Maya. 

"Pasti, sukses telah menanti kita!" ucap Fanya.

Diam mengambil alih, ketiganya pun fokus pada makanan masing-masing. 

Di dalam hatinya Fanya merasakan sakit yang luar biasa. 

Seharusnya saat ini ia masih sebahagia teman-temabnya itu. Seharusnya ia masih merasakan indahnya masa remaja. 

"Gimana kalau kita ke bioskop dulu," ajak Lisa. 

"Emm, gimana ya gue udah dari tadi sih keluar rumahnya. Takut kalau Deka pulang," ujar Fanya. 

"Bentaran aja kali Fan, gak bakalan sampai sore kok!" tukas Maya. 

"Ya udah deh." Gadis itu akhirnya menyetujui.

Biskop hari ini lumayan ramai, setelah menghabiskan makannya mereka langsung menuju bioakop. 

"Ternyata ramai sekali," keluh Fanya. 

"Wekeend pasti ramai, memangnya kenapa Fan ada masalah?" tanya Lisa. 

"Ya enggak sih, cuma pasti gak nyaman aja gitu kan kalau lagi ramai gini!" sahut Fanya. 

"Terus gimana jadi mau masuk atau pulang aja," ucap Lisa. 

"Masuk aja lah yuk, udah tanggung dah sampai sini juga!" cetus Fanya. 

Mereka pun kemudian memutuskan untuk masuk. Dan ternyata sudah penuh dan hanya tersisa kursi paling belakang. 

"Yahh, gak seru deh masak di belakang sendiri sih nontonnya!" ucap Maya. 

"Adanya May, udah ayak di bikkin asik aja."

Tiba-tiba saat akan duduk Fanya melihat ibunya yang duduk di kursi paling ujung no 2 dari belakang. 

"Ibu," lirih Fanya. Suaranya seperti tertahan. Menahan sesak yang di pendamnya selama ini. 

"Lo kenapa Fan?" tanya Lisa. 

"Gue lihat nyokap gue Sa," sahut Fanya. 

"Mana Fan?" tanya Lisa. Gadis itu sangat berantusias saatbertanya pada Fanya. 

"Itu, di kursi paling ujung no 2 dari belakang," jawab Fanya. 

"Mau kita samperin aja," ajak Lisa. 

"Iya, kita langsung aja samperin yok!" tambah Maya. 

"Enggak, gak usah kita samperin." Gadis itu berujar lemah. 

"Kenapa Fan, kenapa gak kita langsung samperin aja. Lo gak kangen sama nyokap lo?" tanya Lisa. 

"Gue-" ucapannya terputus. 

Kangen?

Bahkan Fanya sudah lupa rasanya di rindukan oleh ibunya. Yang Fanya tau kalau ibunya itu sangat membencinya saat ini. Dan bahkan untuk sekedar berbicara saja seperti najis bagi wanita paruh baya itu. 

Ohh Tuhan, sunguh malang sekali nasib Fanya. Bahkan kehidupannya saat ini sangat tidak di harapkan oleh ibunya. 

"Kenapa Fan?" tanya Lisa terus mendesak. Gadis itu tau dengan masalah Fanya yang di usir dari rumahnya. Tapi dia tidak tau kalau wanita paruh baya yang seharusnya di sebut ibu oleh Fanya itu sekarang benar-benar telah membuangnya. 

"Gak papa, mungkin lain kali aja ketemu nyokap guenya. Dan lo tau sendiri kan ibu lagi sama bokap tiri, gue gak mau merusak kebahagiaannya," ujar Fanya. 

"Hati lo sangat baik Fan, sayang nyokap lo gak bisa melihat kebaikan elo ini. Sayang dia justru tega menyulitkan hidup seperti ini," ujar Lisa. 

"Udah gak papa, gue benar-benar udah ikhlas nerima takdir gue ini. Dan gue yakin kalau suatu saat nanti pasti nyokap gue akan nyariin gue kok," ujar Fanya. 

"Strong Girl, lo adalah gadis kuat. Dan gue akan belajar dari pengalaman hidup lo." 

Setelah pulang dari Bioskop Fanya langsung membersihkan badannya dengan mandi. Gadis itu masih terngiang-ngiang bagaimana ibunya sangat bahagia ketika adegan dalam film bioskop itu mengndang tawa. 

Bahagia… 

Apakah Ibu ingat Fanya saat ibu tertawa lepas seperti tadi? 

Apakah ada sedikit saja di dalam fikiran ibu memikirkan tentang Fanya, keadaan Fanya atau bahkan kehidupan sehari-hari Fanya.

Rasanya sesak sekali untuk membayangkan itu semua. Di saat kenyataannya menampar keras bahwa sekarang hidup dan berpijak di bumi ini seorang diri. 

Jika banyak kebahagiaan yang ada di dunia ini, bolehkah sisakan saja satu untuk kebahagiaanku.

Jika ada tawa yang menggelegar di sepanjang jalan yang ku lewati, bolehkan aku mengambil satu saja tawa itu.

Aku tau, dunia ini bukan hanya soal kesedihan saja. Tapi mengapa untuk bahagia saja rasanya sangat sulit untukku.