Chereads / Jangan panggil aku Pelacur / Chapter 24 - Bab 24

Chapter 24 - Bab 24

24. kenangan bersama Ayah

Waktu terasa semakin berlalu, banyak cerita sedih atau pun bahagia yang sudah terlewati. Semua itu menguras tenaga dan juga Fikiran Fanya.

Bahagia, baginya kebaguaannya telah sirna. Hanya sosok laki-laki yang mejadi cinta pertamanya yang kini telah pergi meninggalkannya untuk selamanya yang bisa membuat ia bahagia.

"Ayah," lirihnya.

Meskipun sudah berusaha untuk memejamkan matanya pada kenyataannya gadis itu masih juga memicingkan matanya.

Entah, malam ini merupakan malam yang panjang untukknya. Bukan karena ia terlallu memikirkan pernikahannya yang hanya tinggal beberapa hari lagi. Bahkan Fanya sama sekali tidak memikirkan hal itu.

Gadis itu justru kebalikannya dari gadis yang lain. Jika gadis lain akan senang dengan pernikahannya, maka Fanya tidak.

Ia lebih merasa tetekan karena perniikahan terpaksa yang harus di jalaninya.

"Ibu sama sekali tidak peduli denganku. Bahkan bertanya tentang kabarku saja tidak," gumam Fanya.

Tiba-tiba saja lampu padam, Fanya yang takut dengan gelap pun menjerit histeris. Di kamarnya Deka tengah mecari lampu untuk maenerangi kamarnya yang gelap.

Ia mendengar jeritan dari kamar Fanya, Deka pun segera berlalu keluar dari kamarnya setelah menemukan apa yang di carinya. Segera ia membuka kamar Fanya yang kebetulan memang belum di kunci oleh gadis itu.

"heyyy, kamu kenapa?" tanya Deka sembari mendekat ke arah Fanya.

"gelap! Aku takut dengan gelap," ujar Fanya.

"tenanglah, kamu tidak sendiri. Ada aku di sini, jadi kamu gak usah takut lagi." Deka berusaha menenangkan hati Fanya. Gadis itu kini sudah mulai tenang. Tidak terasa tangganya menggenggam erat tangan Deka.

Sementara Deka memeluknya gua memberi ketenangan kepada Fanya.

"gimana, kamu sudah lebih tenang?" tanya Deka lembut. Tidak seperti biasanya yang terdengar ketud dan dingin.

Entah menagapa melihat Fanya begitu ketakutan seperti saat ini hatinya merasakan sakit. Deka sendiri tidak tau dari makankah sumber sakit itu. Yang jelas saat ini ia hanya ngin menenangkakn Fanya.

"sudah lebih mendingan," jawab Fanya. suaranya masih trdengar gemetar.

"tenanglah, aku akan maenemanimu di sini," ujar Deka.

"benarkah?" tanya Fanya yang tidak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh Deka.

"benar, aku akan menemanimu sapai lampunya kembali menyala. Tidurlah," perintah Deka.

Fanya yang merasa tenang pun kemudian melepaskan genggaman tanganya pada tangan Deka dan membaringkan tubuhnya.

Tidak ada rasa takut sama sekali di dalam benak Fanya. toh sebentar lagi juga mereka akan maenjadi suami istri.

Setelah beberapa saat lampu kembali menyala, menampakan Fanya yang sudah tertidur pulas. Deka memandangi setiap inci dari wajah Fanya.

"cantik," ujarnya lirh.

Seharusnya Deka sudah jatuh cinta dengan gadis itu. Namun karena ia sendiri malu mengakui itu sehingga ia mengganggap kalau itu hanyalah perasaan iba saja. Deka tidak mungkin jatuh cinta pada gadis yang tidak berkelas seperti Fanya.

Mentari telah bersinar, membangunkan gadis yang masih bergulung dengan saelimutnya.

"ahh,sudah pagi. Aku harus menyiapkan sarapan untuk Deka. mungkin ia belum bangun," ujarb Fanya.

Saat gadis itu hendak bangkit dari tidurnya, ia baru tersadar kalalu ternyata di sampingnya bukan guling melainkan Deka yang masih tertidur pulas.

"astaga, jadi semalam dia tidur di sini," gumam Fanya.

Semalam memang merasakan ada tangan yang melingkar di pinggangnya. Dan itulah yang membuat Fanya sangat nyaman, rasnya ia seperti di peluk olelh ayahnya sendiri.

"terimakasih telah membuat tidurku terasa begitu nyaman," ujar Fanya.

Setelah itu Fanya benar-benar bangkit dari tidurnya dan maenyiapkan sarapan untuk Deka. tidak lupa juga ia menyiapkan keperluan kerja Deka.

Ia harus mulai terbiasa dengan itu, karena setelah menikah nanti itulalh kebiasaan yang harus dd jalaninya.

"ayah, doakan yan semoga Deka bisa mejadi laki-laki yang baik untuk Fanya. Fanya akan berusaha untuk membuat Deka percaya bahwa Fanya mampu menjadi wanita yang terbaik untuknya," ujar Fanya penuh harap.

Deka sudah bangun dari tidurnya dan kembali ke kamarnya. ia terkejut kaarena kemeja yang akan di pakainya sudah siap di atas kasur lengkap dengan jasnya.

"siapa yang sudah menyiapkan ini untukku, " ujar Deka heran.

Selama ini ia selalu menyiapkan sendiri jas yang akan di pakainya meskipun ada bi Murni.

"atau jangan-jangan Fanya," imbuhnya lagi.

Setelah selesai berganti pakaian, Deka segera turun ke baawah. Di lihatnya Fanya sedang meletakan segelas susu di atas meja makan.

"sudah mulais berani melunjak ya kamu rupanya," ujar Deka.

"apa maksutmu?" tanya Fanya heran.

"siapa yang menyiapkan baju untukku di kamar?" tanya Deka yang langsung to the point.

"aku, memangnya kenapa?" tanya Fanya.

"besok lakukan lagi hal itu," tuks Deka.

"diih dasar aneh!" cetus Fanya.

"kamu bilang apa barusan, dengar ya meskipun kamu bersikap baik sama saya seperti itu, tidak akan membuat saya menjaadi tertarik padamu," tegas Deka.

"kita lihat saja nanti," ujar Fanya.

Deka lalu duduk untuk sarapan. Ia meminum susu buatan Fanya setelah menggigit sandwich di tangannya.

"aku berangkat dulu, kalau ada apa-apa bisa telpon aku," ucap Deka.

Ia kemudian melangkahkan kakinya menuju halaman depan ruahnya.

Pagi seperti ini yang sangat Fanya rindukan. Pagi ini begitu sangat indah sekali, seperti pagi yng dulu ia lewati bersama Ayahnya.

"sayang, semua itu hanyalah tinggal kenangan Yah, dan Fanya pun hanya dapat mengenangnya."

Gadis itu sangat rindu sekali dengan sang Ayah, baginya laki-lai sekaligus orang yang menyayanginya dengan tulus hanyalah sang ayah. Karena sejauh ini Fanya belum menemukannya.

Ayah adalah cinta pertamanya bagi anak perempuannnya. Orang pertama yang mengajarkan tentang kasih sayang yang begitu tulus. Ayah juga yang akan selalu menjadi pelindung untuk putrnya.

"Fanya masih ingat sekali Yah, saat Ayah dengan tulus mengucapkan kalau ayah sangat menayyangi fanya." gadis itu berucap sembari berlinang air mata.

Karena mengingat sosok yang sudah meninngal itu aan jauh lebih sakit dari pada mengingat sosok yang masiih ada namun dengan sengaja meninggalkannya.

Selalu saja terasa sakit, tidak peduli sudah berapa lama di tinggalkan. Karena yang dapat kita ngat hanyalah kenangan saat bersamanya.

"non Fanya, kenapa meanngis?" tanya Bi Murni.

"enggak kok Bi, Fanya tidak papa!" sahut fanya.

"kalau ada masalah jangan sungkan cerita sama Bibi Non," ujar Bi Murni.

"iya Bi, pasti Fanya akan cerita sama Bibi kalau lagi ada masalah."

"Fanya ke kamar dulu ya Bi, mau mandi!" pamitnya.

"iya Non, silahkan."

Setelah Fanya berlalu Bi murni pun melanjutkan pekerjaannya kembali. Wanita paruh baya itu memulainya dengan meyapu lantai dulu. Ia tidak langsung memasak karena ia tau Deka pasti sudah sarapan.

B Murni ini sudah belasan tahun bekerja denga keluarga Deka, jadi ia sudah hapal sekali hal yang di sukai dan tidak di sukai oleh majikannya.