HAI SEMUANYA... UP LAGI NIH.. SEMOGA SUKA YA... WEHEHEHE...
HAPPY READING GUYS...
Pagi ini Zia datang ke rumah Fadgham membawakan bingkisan buah bersama dengan Kia. Ia tidak tahu rumah Fadgham karena memang ia kemarin pergi dari rumah sakit begitu saja. Kenapa hanya Kia yang di ajak, karena Kia tahu rumah Fadgham di mana.
Ini hari minggu, jadi semuanya punya aktifitas masing-masing. Zia sudah janjian dengan Kia untuk pergi ke rumah Fadgham menemui ayah Fadgham untul melihat ke adaan ayah Fadgham. Sampai di depan pintu rumah Fadgham, "Assalamualaikum," salam Kia seraya mengetuk pintu rumah.
"Wa alaikum salam," jawab seorang wanita yang berada di dalam rumah.
Seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu Fadgham itu pun keluar dengan daster lusunya. "Bi," sapa Kia seraya tersenyum.
"Eh, non Kia, non Zia," ucap Bi Darminah Sulastri itu seraya tersenyum. Guratan-guratan tuanya itu terlihat di wajahnya. Bi Darmi yang bekerja di rumah Kia tentu saja mengenal Zia dan juga dua orang lainnya. Jadi, Bi Darmi tidak perlu berkenalan lagi dengan Zia.
Zia sedikit terkejut, karena ia baru mengetahui jika bi Darmi adalah ibu Fadgham. Walau ia sudah berteman dengan Kia lama, tetapi ia tidak pernah tahu anak dan suami bi Darmi. "Silahka masuk non," ucap bi Darmi seraya membukakan pintu lebar-lebar,
"Iya, bi," jawab Kia seraya tersenyum kemudian ia masuk ke dalam.
Zia dan Kia pun masuk ke dalam, Zia menatap ke sofa yang sudah tidak layak pakai di ruang tamu itu. Bi Darmi yang melihat Zia menatap sofanya segera berkata, " Aduh, maaf non, sofa saya buruk ya. Maaf, kalau buat non enggak nyaman." Ucapan bi Darmi langsung membuat Zia menatap bi Darmi.
"Enggak apa-apa bi," jawab Zia seraya tersenyum kemudian ia segera duduk di sofa itu. Kia sendiri sudah duduk di sofa itu.
"Non Zia dan Non Kia mau bibi buatkan apa?"
"Enggak perlu bi," jawab Zia.
"Kia mau teh aja bi," jawab Kia dengan santainya membuat Zia kini menatap tajam Kia. Kia yang di tatap seperti itu acuh tak acuh.
"Non Zia apa mau saya buatkan teh saja, ya?" tanya bi Darmi seraya tersenyum.
"Enggak perlu bi, jadi ngerepotin bibi nanti," ucap Zia seraya tersenyum.
"Enggak kok, non. Kalau begitu, bibi ke dapur dulu ya," pamit bi Darmi ke dapur.
"Bi, ini ada buah," ucap Zia yang segera berdiri dari duduknya untuk memberikan buah-buahan yang tadi ia bawa sebelum bi Darmi benar-benar pergi.
"Oh, iya bi. Boleh Zia pergi ke kamar mandi. Zia mau numpang buang air kecil," ucap Zia seraya tersenyum kikuk.
Ia meras tidak enak karena baru datang sudah numpang ke kamar kecil. Padahal ketika ia sampai di rumah Kia tadi, dirinya tidak ingin buang air kecil. Tetapi ketika perjalan menuju rumah Fadgham, ia sudah kebelet buang air kecil.
Rumah Fadgham dan orang tuanya ada di perkampungan yang ada di belakang perumahan Kia. Karena jaraknya yang bisa di tempuh dengan berjalan kaki akhirnya Kia dan Zia hanya berjalan kaki. Jika yang di ajak pergi Zia adalah Denis, mulut Denis pasti tidak ada henti-hentinya menggerutu tidak jelas dan mengipasi wajahnya dengan kipas elektriknya.
"Ah, mari ikut ibu," ucap bu Darmi seraya tersenyum.
Zia pun mengikuti bi Darmi sedangkan Kia kini sudah membuka handphonenya dan masuk ke room chat group mereka.
GIBAH MANTAP
Kia
Guys…
Udah pada melek belum?
Denis
Belum Ki, belum melek.
Putri
Kenapa Ki?
Kia
Mata lo buta belum melek Den! (stiker mendengkus yang hidungnya keluar asap)
Kalau lo belum bangun, lo enggak mungkin balas chat, sialan!
Kia
Mau lihat perang dunia ke tiga enggak? (balasnya ke putri)
Denis
Lo lagi di camp perang, sampai mau ngasih lihat perang dunia ketiga?
Putri
Perang ketiga apaan deh Ki, ada-ada aja lo.
Kia
Denis sialan! Bukan itu maksud gua. Serius amat si loh baru melek! Gua sodok juga lo!
Denis
Uh, mau dong… di sodok (emot ngeces)
Kia
Mput sayang bentar lagi ada perang dunia antara Zia cantik dan juga buku gambar (emot tertawa kepala miring)
Denis
Hah! Kok bisa. Mau ngapa lagi itu si ganteng kurang ajar! (emot wajah merah)
Putri
Kok bisa Ki? Emangnya kenapa lagi Zia sama Fadgham berantem?
Kia
Kita berdua lagi di rumah FADGHAM
Setelah mengetik itu Kia langsung keluar dari room chat dan menekan tombol power untuk mematikan layarnya. Tidak benar-benar mati total karena nada notifikasi pesan masuk khusus group itu terdengar bersahutan. Kia tertawa membayang wajah Denis yang baru bangun tidur langsung shock begitupun dengan wajah Putri yang mungkin akan terlihat bodoh karena harus mencerna baik-baik.
"Assalamualaikum," salam Fadgham yang datang dengan kaos oblong dan celana training panjangnya. Dari tampilannya yang berkeringat, sepertinya Fadgham habis berolah raga.
"Wa alaikum salam," jawab Kia yang langsung menghentikan tawanya kemudian ia menatap Fadgham.
"Ki, sama siapa kesini?" tanya Fadgham mengernyitkan dahinya.
"Lo jangan cari ribut ya bang, pagi-pagi!" peringat Kia dengan mata tajamnya.
"Cari ribut apa sih? Enggak mungkin lah, aku cari ribut," jawab Fadgham karena ia merasa dirinya tidak mencari ribut.
Tiba-tiba suara pekekikan dari dapur membuat Kia dan Fadgham menoleh. Mereka berdua pun langsung berlari ke dapur untuk melihat ada apa di dapur. "Bi, bangun, bi," ucap Zia seraya memangku kepala bi Darmi dan menepuk pelan pipi bi Darmi.
"Apa yang lo lakuin!" teriak Fadgham ketika ia sampai di dapur kemudian ia segera berjongkong di samping tubuh ibunya. Dengan kuat ia pun mendorong tubuh Zia ketika ia sudah memangku kepala bi Darmi.
"Gua enggak tahu, tiba-tiba ibu lo teriak dan pingsan," ucap Zia yang takut terjadi apa-apa dengan ibu Fadgham.
"Zi, hidung lo!" ucap Kia yang melihat ada darah mengalir dari hidung Zia.
Fadgham pun langsung menoleh melihat hidung Zia yang berdarah. "Ah, sial!" maki Zia seraya mengusap hidungnya yang berdarah menggunakan lengan bajunya dan memejamkan matanya.
Fadgham yang tadinya ingin kembali memaki Zia menelan ucapannya bulat-bulat melihat hidung Zia yang berdarah. Fadgham kemudian mengangkat tubuh ibunya yang pingsan itu untuk di bawa ke kamar. Ia yakin, ibunya pingsan karena melihat darah dari hidung Zia. Ibu Fadgham memiliki pobhia terhadap darah. Ia langsung histeris dan jatuh pingsan jika ia melihat darah.
Ayah Fadgham yang sedang duduk di tempat tidur seraya bersandar di dinding itu pun menatap khawatir ketika mendengar suara pekikan. Fadgham pun masuk ke kamar orang tuanya. "Kenapa ibumu?"
"Ibu pingsang lihat darah," jawab Fadgham kemudian merebahkan tubuh ibunya secara perlahan-lahan. Ia kemudian mengambilkan minyak angin dan memberikannya pada ayahnya.
"Pak, ini minyak anginnya. Ar mau nemuin temen Ar dulu," ucapnya kemudian ia segera keluar dari kamar orag tuanya tanpa mendengar jawaban dari ayahnya.
Ketika sampai di dapur, ia melihat Zia ada di kamar mandi membasahi rambutnya. Kia yang menyadari kehadiran Fadgham langsung menolehkan kepalanya. "Pinjem handuk bang," ucap Kia.
Fadghma pun segera kejemuran dan mengambilkan handuk sembarang. Ia kemudian memberikan pada handuk yang ia ambil itu pada Kia. "Ki, handuk," ucap Zia seraya mengulurkan tangannya.
Kia pun mengulurkannya pada Zia dan Zia pun segera mengambil dan memakainya. Zia mendongakkan kepalanya supaya darah tidak lagi keluar dari hidungnya. Ia berjalan keluar dengan kepalanya yang mendongak ke atas.
Kia pun segera berdiri di samping Zia. "Lo pasti kecapean. Jangan begadang terus Zi," ucap Kia dengan nada khawatir.
Zia hanya diam tidak menjawab, dalam hati ia merasa kesal kenapa harus mimisan di saat seperti ini. Zia jika sudah kelelahan selalu mimisan dan ketika kepalanya tersengat matahari yang cukup terik pun dia akan mimisan. Daya tahan tubuh Zia cukup rentan, jadi hal ini sudah biasa bagi Zia dan teman-temannya. Sehingga mereka tidak begitu panik. Walau terlihat jelas jika saat ini Kia khawatir pada Zia.
TBC...
YO YO YO GUYS.... GIMANA GUYS, YUKS LAH KOMENT DAN POWER STONENYA JANGAN LUPA YA GUYS....