HAPPY READING...
Zia hari ini berangkat bersama Denis, alasannya karena ia sedang malas membawa mobilnya. Ia turun dari mobil terlebih dahulu. Tepat saat itu, matanya tidak sengaja melihat Fadgham yang baru saja memarkirkan motornya. Zia pun segera menatap ke arah Denis yang baru saja ke luar dari mobil.
"Den, gua duluan ya," ucap Zia sedikit keras.
"Bareng aja kenapa?"
"Gua mau ke toilet, mai ikut lo?"
"Ikut," ucap Denis seperti anak kecil.
"Lempar pakai sepatu mau?" tanya Denis.
"Dih, pagi-pagi mesom...." ledek Denis membuat Zia memutar malas bola matanya.
"Gua juga mau ke toilet," ucap Denis malas.
"Udah, yuk, buruan," ucap Zia sambil melambaikan tangan ke Denis.
Denis menghampiri Zia dengan tangan bersedekap dan bibirnya yang mencabik kesal. Zia merangkul lengan Denis dan segera mengajaknya pergi. Apa yang Zia lakukan tidak luput dari pandangan Fadgham. Kemarin Zia terlihat sedang tidak baik-baik saja, tetapi hari ini Zia terlihat baik-baik saja. "Apa kemarin dia hanya pura-pura?" tanyanya entah pada siapa.
Fadgham pun segera melangkah pergi untuk menemui dosen pembimbingnya. Hari ini ia sedang ada bimbingan. Fadgham satu tingkat di atas Zia dan teman-temannya. Dan tahun ini adalah tahun terakhir Fadgham sebelum ia tamat kuliah. Setelah kuliah Fadgham kemungkinan besara akan mengambil beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Jerman. Namun, itu masih belum pasti mengingat ke adaan orang tuanya. Apalagi dia anak tunggal dan ayahnya sediri saat ini sedang sakit.
"Lo ngehindarin di ganteng kan?" tanya Denis yang sudah menghentikan langkahnya dan ia menghadap Zia yang juga menghentikan langkahnya.
"Dih, ngapain gua ngehindarin si buku gambar?" tanya Zia sewot.
"Iya, iya… enggak ngehindar cuma melipir aja," ucap Denis kemudian ia terkekeh.
"Terserah lo mau mikir apa!" ucap Zia ketus kemudian ia kembali melangkahkan kakinya untuk segera pergi ke toilet.
Zia benar – benar pergi ke toilet untuk membasih wajahnya. Apa yang di katakana Denis memang benar jika ia menghindari Fadgham. Bagaimana dia bisa meghadapi Fadgham jika Fadgham melihat kelemahannya itu. Ia benci jika orang kasihan padanya hanya melihat dirinya yang mimisan akibat kelelahan. Tubuhnya memanglah mudah sakit, anti body-nya semenjak kecil sudah lemah. Ia sering sekali masuk rumah sakit karena kondisinya yang sering drop.
Namun, semenjak ia duduk di bangku SMP kondisinya tidak separah sewaktu ia masih TK ataupun SD. Hanya jika dia sedang kelelahan sekali dan juga terlalu lama terkena terik matahari yang menyengat membuat dia akan mimisan dan bisa pingsan.
Zia melangkah cepat masuk ke kamar mandi, sedangkan Denis masuk ke kamar mandi pria. Ia tidak mempedulikan Zia yang sedang marah karena hanya sebentar juga Zia pasti akan baik lagi. Zia bukan tipe orang yang akan marah lama – lama, kecuali orang itu yang memusuhinya seperti Fadgham.
Malam tiba, hari ini Zia mengajak Denis dan juga Kia ke club malam. Ia ingin minum sampai mabuk malam ini. Puput tidak ikut karena ibunya sedang sakit, jadi ia menjaga ibunya di rumah sakit. Denis sudah mencoba menghentikan Zia untuk berhenti minum, tetapi yang ada Zia marah – marah. "Hah… udahlah, kita jagain aja. Nanti meginap di hotel," ucap Kia kemudian meminum minumannya.
"Perkara si ganteng tahu aja sampai segininya dia," ucap Denis seraya menatap Zia dengan tatapan kasihan tetapi juga kasihan.
"Kebayang enggak sih lo, Den. Orang yang selalu cari keributan sama lo, tahu kelemahan lo?" tanya Kia menahan kesal. Jika Kia yang ada di posisi itu pun, ia juga akan kesal. Rasanya sudah tidak ada harga dirinya jika usuh kita mengetahui kelemahan kita.
Zia tiba – tiba saja berdiri dari duduknya, membuat Denis dan Kia kini menatap Zia. "Mau ke mana?"
"Toilet," jawab Zia singkat.
Zia berjalan sempoyongan, Kia pun berdiri dan mengikuti Zia dari belakang. Zia tidak akan mau di ikuti jika ia tidak mengajak. Yang ada ia akan marah jika tahu di ikuti, jadi Kia menjaga jaraknya. Zia masuk ke toilet dan Kia pun ikut masuk ke toilet. Kia mencuci wajahnya di wastafel sedangkan Zia masuk ke salah satu bilik kamar mandi. "Udah mau jam sepuluh malam lagi," ucap Kia yang melihat jam di tangannya.
Kia pun menatap salah satu bilik kamar mandi di mana Zia berada, "Ah, gua harus pulang," ucap Zia pada akhirnya. Papanya sedang ada di rumah, ia tidak bisa pulang dari pukul sepuluh malam. Jika sampai lewat siap – siap ia akan mendapatkan omelan dan juga mendapat potongan uang jajan selama sebulan. Jika hanya di omeli saja Kia tidak masalah, tetapi uang jajan di potong itu tidak bisa. Ya, walau teman – temannya bisa meminjamkannya uang, tetapi tetap saja tidak enak walau Zia dan Denis tidak akan pernah menagihnya. Kalau puput, ia memang tidak pelit, tetapi uang jajannya pastilah berbeda dengan Zia, Kia dan Denis.
Kia pun segera ke luar dari toilet dan pergi ke meja mereka untuk mengambil barang – barangnya. Sampai di mejanya ia tidak menemukan Denis. Ia menatap kesekelilingnya mencari keberadaan Denis. "Apa dia pergi ke toilet?" tanyanya entah pada siapa.
Kia tidak mencari lagi, ia mengamil barang - barangnya dan pergi begitu saja. Ia memberikan lima lembar uang berwarna merah pada pelayan yang lewat untuk membayar mejanya, kurang pembayarannya nanti ada temannya yang membayar. Zia kembali ke mejanya dan tidak menemukan ke dua temannya. Ia pun kembali menegak minumannya yang masih ada setegah botol lagi. Seseorang dari jauh beberapa kali menatap ke meja Zia berada.
Setelah menghabiskan setengah botol yang tersisa, Zia berdiri dari duduknya dan mengambil tasnya. Ia berjalan ke arah kasir untuk membayarnya, ternyata semua sudah di bayar oleh Denis. "Apa mbak Zia mau di panggilkan taxi?" tanya sang kasir yang sudah paham dengan Zia dan teman – temannya karena mereka adalah tamu langganan club malm ini.
"Enggak perlu," jawab Zia karena ia akan menginap di hotel yang tidak jauh dari club malam itu.
Zia keluar dari club malam itu dengan langkah sempoyongan. Seseorang yang melihat Zia keluar pun berdiri dari duduknya dan mengikuti Zia. "Mau kemana lo?" tanya temannya yang melihatnya berdiri dari duduknya.
"Udah malam, gua harus pulang," jawab orang yang sedari tadi melirik ke arah Zia.
"Hah, dasar! Baru jam segini udah mau balik aja lo!"
"Kasihan orang tua gua di rumah," jawabnya.
"Ah, ya udah deh, sana – sana," usir temannya, karena jika sudah beralasan orang tua, temannya itu tidak bisa lagi berkutik.
Seseorang itu yang tidak lain adalah Fadgham langsung melangkahkan kakinya cepat untuk mengejar Zia. Fadgham merasa perlu menemani Zia mengingat kejadian Zia yang pingsan dengan darah yang keluar dari hidung. Ia selalu berfikir ada apa dengan Zia, kenapa dia seperti itu. Apakah Zia bersikap urakan karena sebenarnya ia berpura – pura kuat. Fadgham penasaran dengan keadaan Zia.
Dengan langkah cepat ia pun melangkahkan kakinya ke luar dari club malam itu. Hari ini salah satu sahabatnya ada yang berulang tahun, dan sahabatnya itu merayakanannya di club malam ini. Ketika ia masuk ke club, matanya tidak sengaja melihat ke arah Zia. Beberapa kali ia melirik ke arah Zia bahkan ia sendiri bisa melihat raut wajah Zia yang frustasi ketika meminum minumannya. Teman – temannya juga terlihat sudah mencoba melarangnya tetapi Zia tetap meminumnya.
Sampai di luar, ia melihat Zia yang berjalan sempoyongan ke arah jalan raya. Ia segera berlari mengejar Zia. Zia berdiri di pinggir jalan dan melihat kanan kiri, ia menyebrangi jalanan untuk sampai ke sebrang menuju hotel. Fadgham masih mengikuti sampai akhirnya Zia menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya. "Kau!" tunjuk Zia pada Fadgham yang berjalan tidak jauh dari Zia. Fadgham pun langsung terdiam tidak menyangka jika Zia akan mengetahui jika ia mengikutinya.
TBC..
SIAPA YG KANGEN SAMA BUKU GAMBAR DAN CEWEK MANJA GUYS? WEHEHE...CUZ... RAMAIKAN KOMENT GUYS...