Chereads / Tunanganku Arwah Jugun Ianfu / Chapter 12 - Sebuah Kotak Rahasia

Chapter 12 - Sebuah Kotak Rahasia

Tama sedang berkutat dengan komputernya tatkala telepon rumahnya berdering. Dia yang sedang serius mengerjakan laporan tentang pembangunan pun terpaksa menghentikannya sejenak. dia berdecak kesal. Dia melirik ke arah nomor yang tertera di sana, alisnya mengernyit dahi. Tumben Raflina memanggilnya tengah malam seperti ini. Mungkin ada sesuatu yang ingin dia sampaikan. Pria itu pun lantas mengangkat telfonnya.

"Halo, Sayang." sapa Tama dengan nada yang ceria. Meski rasa jengkel masih bercokol di dadanya.

"Aku dipecat dari perusahaan otomotif." Sahut suara datar di seberang sana langsung ke intinya.

"Kok bisa?" ujar Tama kebingungan.

"Hrd bilang aku terlalu lama mengambil masa cuti. Padahal beberapa hari sebelumnya aku sudah ijin kepadanya. Tanpa peringatan atau apapun, dia memecatku begitu saja." terdengar nada kesal di seberang sana.

Tama terdiam sejenak. Ini pasti ada sangkut pautnya dengan racun yang diberikan kepada Tuan Hiroshi tempo hari. Tapi, dia menahan untuk bertanya kepada Raflina macam-macam. Apalagi suansana hatinya yang sedang tidak baik.

"Kamu yang sabar ya Sayang. Nanti aku bantu mendapatkan pekerjaan yang lain." tutur Tama lembut, berusaha memberikannya semangat. Walaupun dia ragu untuk membantunya untuk mencarikan pekerjaan lagi.

Setelah selesai mengobrol, Tama meletakan telepon itu di tempatnya. Lalu dia meremas rambutnya dan turun mengusap wajahnya dengan kasar.Dia yang semula bersemangat untuk mengerjakan laporan menjadi kehilangan gairah.

Hampir saja dia kehilangan kesabaran menghadapi Raflina. Dia yang semua berniat untuk menyadarkannya, malah terjebak dalam insting sesat gadis itu. Bagaimana tidak! Jelas-jelas dia mengetahui tentang semua itu tapi dia tidak punya nyali untuk menghentikannya karena rasa cintanya yang begitu mendalam kepada gadis itu?

Tiba-tiba terdengar suara pintu yang diketuk. Tidak berapa lama, seorang wanita parubaya masuk ke dalam kamarnya dan menghampirinya.

"Kok belum tidur Nak? Lagi sibuk ngerjain laporan ya?" ujar wanita parubaya itu sambil memegang kedua pundak putranya dari belakang. Wanita itu tidak menyadari jika anaknya tengah didera kemelut hati.

"Mama, Tama boleh tanya satu hal?" tanya Tama yang teringat akan sesuatu. Ibu Cindy yang masih memijit-mijit lembut pundak putranya itu mengernyit dahi.

"Memang mau tanya apa Nak?" ujarnya dengan nada lembut keibuan.

"Tama ingin tahu tentang leluhur kita." tuturnya yang membuat Ibu Cindy menghentikan pijitannya. Dia terdiam sesaat setelah mendapatkan pertanyaan yang tidak terduga itu.

"Kenapa diam Ma?" kejar Tama yang tidak sabar.

"Nanti ada saatnya kamu akan tahu." lirih ibunya yang membuat Tama gusar. Pria itu lantas berdiri dan membalikan badannya menghadap ibunya.

"Dari dulu Mama selalu berkata seperti itu! Tama ini sudah besar Ma! Tama berhak tahu tentang silsilah keluarga kita!" serunya dengan suara tinggi yang tanpa dia sadari telah menggores hati ibundanya tersebut.

"Lebih baik kamu tidak perlu tahu, itu lebih bagus. apa yang Mama lakukan ini demi Kamu Nak." Tukas ibunya dengan mata yang mulai berkata-kaca.

"Kenapa sih Mama selalu begini! Tama hanya ingin tahu saja tentang siapa kakek Tama sebenernya!" sergah Tama.

"Karena kita berbeda! Tahu kamu!" bentak Bu Cindy sambil beringsut keluar dari kamar Tama. Pria itu hanya terdiam. Hatinya masih bergemuruh. Sekuat apapun dia bertanya, sekuat itu juga Bu Cindy berusaha mengelaknya. Dan seringkali dia mendapatkan jawaban yang sama sehingga membuatnya jengah.

Sementara Bu Cindy terduduk di pinggir ranjang. Tak kuasa menahan kesedihannya. Dia tidak bermaksud untuk membuat Anaknya buta akan sejarah keluarganya, tapi dia hanya tidak ingin menimbulkan masalah yang lebih besar karena garis keturunan mereka sangat 'Berbeda' dari orang kebanyakan. Wanita setengah baya itu mengambil sesuatu dari dalam nakasnya. Sebuah kotak hitam. Dengan tangan gemetar dia membuka isi kotak itu, perih sangat membekas di hatinya tatkala melihat beberapa foto lawas di dalamnya.

***

Pagi sekali, Tama mendatangi kantor Hrd dari perusahaan otomotif dimana Raflina bekerja. Setelah negosiasi yang cukup alot akhirnya Bu Elsa mau buka suara.

"Mohon maaf sebelumnya Pak Tama, Ini sebenernya perintah dari Pemilik perusahaan ini. Sebelum almarhum Tuan Hiroshi meninggal, Raflina adalah orang terakhir yang bersama dengan beliau. Polisi mencurigai gelas bekas ramuan jamu yang tertinggal di ruang direktur. Disinyalir itu adalah penyebab kematian beliau. Hanya saja setelah dilakukan penyelidikan, sulit mengungkap ramuan apa yang Raflina gunakan. Sehingga polisi tidak memiliki bukti kuat untuk menahannya. Tapi tetap saja kecurigaan tetap tertumpu kepada Raflina. Maka dengan terpaksa kami memecatnya." Jelas Bu Elsa panjang lebar. Tama menyenderkan tubuhnya di kursi, dia menengadah dan mengusap wajahnya kasar. Kini semuanya terungkap sudah alasan kenapa Raflina diberhentikan secara 'paksa'

Setelah berpamitan, Tama terdiam di dalam mobilnya. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Merasa frustasi dengan tingkah polah Raflina yang menjadi-jadi. Tapi entah kenapa, dia selalu lolos seolah dewi fortuna selalu berpihak kepadanya. Jauh di dalam hati kecilnya dia ingin supaya Raflina mendapatkan pelajaran, sehingga gadis itu bisa menghentikan insting jahatnya itu.

Tapi, Tama tidak membiarkan ini terus-terusan. Dia harus berbicara dari hati ke hati. Tapi apa mungkin gadis itu akan menerima pendapatnya atau malah gadis itu akan mencampakannya bagaikan sampah kalau sampai dia terlalu ikut campur masalahnya terlalu dalam. Hal yang sangat ditakuti olehnya. Tama memang terlihat tegas dan berwibawa di depan bawahannya, tetapi di hadapan Raflina, dia hanya tertunduk bagaikan seorang pecundang.

Dilema besar menggelayuti hatinya, akankah dia terus membiarkan insting sesat Raflina sampai lebih banyak korban yang berjatuhan.

***

Sementara di tempat lain, terlihat seorang wanita menggunakan pakaian rapi sedang menunggu untuk interview di sebuah Perusahaan Agen Swasta di dekat Pelabuhan. Agen wisata itu bekerja sama dengan perusahaan kapal pesiar yang memuat penumpang dari berbagai negara untuk berwisata di indonesia.

Setelah sekian lama menunggu akhirnya, tiba giliran Raflina sebagai pelamar terakhir. Dengan tenang, dia masuk ke dalam ruangan Hrd itu. Terlihat seseorang yang sedang duduk menunggunya di dalam. Seperti yang dia lakukan kepada Pelamar sebelumnya, dia mencecari Raflina dengan berbagai pertanyaan. Raflina dengan sangat lugas dan tenang menjawab itu semua. Bahkan Raflina sangat fasih berbahasa asing, seperti inggris, china, dan bahasa Jepang. Tentu hal itu sangat memenuhi kriteria sebagai seorang pemandu wisata yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut.

"Saya terkesan dengan kemampuan kamu. sepertinya kamu layak menjadi seorang pemandu wisata di perushaan ini. Karena perusahaan kapal pesiar itu akan membawa tamu yang kebanyakan dari asia timur, terutama dari jepang. Dari sekian pelamar tadi tidak ada yang fasih berbahasa jepang. Hanya kamu yang bisa. Jadi mulai kapan kamu bisa bekerja." cecar Pria itu yang tampak begitu antusias dengan Raflina. Terlihat sudut bibir gadis itu naik ke atas,"Kalau bisa secepatnya. Pak."