Tama tergeragap dari pingsannya. Tatapannya nanar melihat ke sekitar. Ternyata dia berada di dalam gudang rumah tunangannya itu. sejenak dia mengumpulkan kesadarannya tersaat. Mahluk tadi ternyata membawanya ke dimensi lain dan mengaku bernama Wagiyem, salah satu wanita yang menjadi budak nafsu penjajah jepang pada zaman dahulu. Arwah wagiyem menganggap dirinya sebagai Shinici, tentara jepang yang sangat baik. Wagiyem menceritakan kejadian yang sama persis dengan apa yang dia alami di rumah Belanda yang tidak jauh dari desa Raflina.
Tapi belum selesai Wagiyem bercerita dia sudah terbangun dari pingsannya. Ada sedikit rasa sesal di dalam hatinya, karena dia tidak mengetahui cerita selanjutnya. Bagaimanakah nasib Wagiyem setelah itu? kemanakah jasadnya?
Berbagai pertanyaan timbul di dalam benaknya. Termasuk dengan Shinichi yang mirip sekali dengannya. Dia bertekad untuk mencari tahu tentang siapakah shinichi? apakah dirinya ada hubungannya dengan shinichi?
Tiba-tiba, telefon genggamnya berbunyi. Dari nomor yang tidak dikenal. Tama terdiam sejenak lalu mengangkat telfonnya. Matanya terbelalak saat mendengar suara dari seberang sana. Begitu telefon di tutup, dia lantas pergi dari rumah tunangannya itu. Rencananya untuk membunuh Raflina gagal total.
Airmatanya berderai saat melihat ibu Cindy terbaring kaku di atas brangkar. Seketika Tama menangis sejadi-jadinya lalu berhamburan ke sisi ibunya tersebut. Perih seakan menyiksa batinnya di kala melihat harta yang paling berharga yang dia miliki merenggang nyawa dengan cara yang mengenaskan. Terlihat matanya terbelalak dan mulutnya yang mengangga.
"Kami mohon maaf sebelumnya Pak Tama. Saat kami akan melakukan pemeriksaan rutin, kami terkejut saat melihat Bu Cindy sudah seperti ini." Jelas seorang dokter, mewakili semua tenaga medis di ruangan itu. Tama yang sesegukan lantas menoleh ke arah dokter itu dengan sorot mata tajam
"Kenapa ibu saya bisa seperti ini!"
Para tenaga medis itu hanya menunduk. Mereka sangat menyesali kenapa kejadian ini bisa terjadi. Sebuah kelengahan yang berakibat sangat fatal sehingga merenggut nyawa seseorang. Mereka tidak sanggup melihat tatapan penuh amarah dari Tama.
"Maaf Pak Tama, ini semua diluar kendali kami. Yang jelas kami menduga ada orang asing yang sengaja masuk ke dalam ruangan ini dan mencabut selang oksigen Ibu Cindy sehingga beliau sesak nafas dan akhirnya meninggal dunia." Jelas Dokter itu sambil menunduk. Tama yang tersungut-sungut lantas berdiri dan mencengkeram kerahnya.
"Siapa yang melakukan itu hah!" bentak Tama yang kurang puas dengan penjelasan sang dokter.
"Saya..kurang tahu Pak. Tapi menurut petugas keamanan, mereka sempat melihat seorang perempuan misterius yang menggunakan jaket hoody berjalan di lorong rumah sakit. Para petugas itu lantas membututinya tapi sosok itu menghilang begitu saja." tutur Dokter dengan agak terbata-bata. Tama terdiam sesaat. Siapakah orang itu? apa alasan dia membunuh ibunya? Apa salah ibunya.
Tama merenggangkan cengkraman tangannya di kerah dokter itu. Kini dia berganti mencengkeram rambutnya sendiri. kekalutan mendera batinnya. Sungguh dia tidak terima atas kematian Ibu Cindy. Dia lalu kembali berhamburan di sisi jasad ibunya, menangis sejadi-jadinya berteriak bagaikan orang gila. Sementara para tenaga medis keluar dari ruangan itu, membiarkan Tama dengan kesendiriannya.
***
Tama berdiri di samping pusara ibunya. Air matanya seakan sudah mengering karena tangisnya yang tiada henti. Kini dia hanya memandang kosong ke arah makam ibundanya. Terlihat bayangan ibundanya yang tersenyum penuh arti di balik batu nisan yang terukir nama Cindy. Pria itu terduduk lalu mengecup batu itu seolah-olah mencium ibunya ketika masih hidup dan memeluk batu itu dengan sangat erat.
Meskipun pihak rumah sakit sudah melaporkan kejadian itu kepada polisi. Tapi tetap saja tidak membuat hatinya lega. Dia masih tidak habis pikir dengan orang brengsek yang tega melakukan ini kepada ibunya. Tapi dia sadar, sebesar apapun rasa dendamnya kepada orang itu, tidak akan mampu untuk mengembalikan ibunya kembali.
Tama menghirup nafas sedalam-dalamnya dan mengeluarkannya pelan-pelan. Berusaha menyakinkan hatinya bahwa dia tegar menghadapi ini semua. Meski sulit, tapi dia tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan. Dia tidak mau arwah ibunya di Arays sana bersedih.
Sekali lagi dia mengecup batu nisan itu, lalu berjalan meninggalkan area pemakaman. Dia lantas menaiki mobilnya untuk pulang ke rumah.
Begitu sampai di rumah yang dia temukan hanya kehampaan. Masih terbayang aktifitas ibunya di rumah itu membuatnya sulit untuk bisa melupakan kenangan-kenangan bersama ibunya.
Terlebih ketika memasuki kamar ibundanya. Terlihat barang-barangnya masih tertatata dengan rapi seperti sewaktu ibundanya masih hidup. Tama tercenung sesaat, dia teringat dengan rahasia yang di pendam oleh ibunya selama ini tentang garis keturunan Tama.
Selama ini, dia sama sekali tidak diizinkan untuk masuk ke kamar ibunya dengan berbagai alasan. Seolah-oleh di kamar itu beliau menyimpan rahasia yang sangat besar. Penasaran, Tama pun bergerak mencari sesuatu di lemari. Tetapi dia tidak menemukan petunjuk apapun di dalam lemari itu. dia berlanjut mencarinya di kolong kamar, atas lemari, dan semua tempat di kamar itu tetapi hasilnya nihil.
Tiba-tiba pandangannya tertuju ke arah laci nakas yang sedikit terbuka. Lantas dia menarik laci itu pelan-pelan, matanya melebar tatkala melihat sebuah kotak misterius di dalamnya. dia memperhatikan kotak itu dengan seksama. Dia baru tahu kalau mendiang ibunya memiliki kotak itu dan menyimpannya di sana. rasa penasarannya memuncak.
Begitu tutup kotak itu dibuka, dia menemukan sebuah foto jadul hitam putih yang agak rusak disisinya, tepi masih terlihat gelas. Itu foto rumah lawas yang mungkin ada di zaman penjajahan. Membuat Tama bertanya-tanya, kenapa ibunya menyimpan foto rumah itu? apakah rumah itu adalah rumah tempat tinggal ibu dulu bersama keluarga.
Tama berdecak kesal karena hanya foto itu saja yang ada, yang sama sekali tidak bisa memenuhi rasa keingintahuannya. Tapi matanya berbinar saat menemukan tulisan yang berada di balik foto itu. Sebuah alamat dari rumah itu.