Chereads / THE ORDER OF TWO RED EYES / Chapter 12 - HIS TATTOO

Chapter 12 - HIS TATTOO

-This World by Selah Sue-

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Berita Satu.

Sampai saat ini, kematian Githa Maharani masih menjadi misteri yang belum bisa dipecahkan. Beberapa dokter yang juga ikut andil dalam kasus ini, dalam hasil lab yang didapatkan dalam kematian Githa Maharani ini disebabkan oleh pengaruh obat yang dikonsumsinya melebihi dosis yang disarankan. Entah obat apa yang di maksud oleh para dokter yang menanganinya, ini masih dirahasiakan.

Pihak keluarga juga masih merahasiakan hal tersebut serapat mungkin dari seluruh media yang terkait. Dan masyarakat setempat percaya, jika kematian dari Githa Maharani ini didasari oleh seseorang yang memang sudah lama mengincarnya.

Salah satu teman dekat dari Githa Maharani, sebut saja Alma Ririana juga mengungkapkan. Tiga hari sebelum kematiannya menjelang, Githa Maharani mengatakan kepadanya jika dia memiliki beberapa keluhan yang dirasakannya sangat aneh. Entah apa keluhan yang dimaksud, mungkin kita bisa menyaksikan video yang satu ini.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

-Playing Video Rec.-

Dalam video yang disiarkan di Berita Satu, Alma terlihat berdiri dan dikelilingi penuh oleh belasan awak media yang mencoba mencari informasi lebih mengenai kasus kematian Githa Maharani. Disangka kematiannya ini memang sangat mengganjal di mata masyarakat, tentu kegemparan akan berita itu pun menjadi topik pertama yang berada di tanah air.

Alma Ririana yang sepenuhnya terlihat diwawancarai para awak media, menjawab apa pun yang bisa dia jawab. Lalu, dengan senyuman kecil dan kehati-hatiannya saat berucap, tentu juga dia pikirkan agar tidak menyinggung keluarga dari Githa Maharani yang juga sedang menyaksikan berita tersebut di tempat lain.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Rekaman video wawancara ….

Alma Ririana : Ya. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, almarhumah Githa Maharani juga sempat mengatakan kepada saya ketika di tiga hari sebelum kematiannya, dia sudah merasa tubuhnya mulai tidak stabil dengan kondisi yang dia rasakan. Saya juga sempat mengingatkannya untuk pergi langsung ke rumah sakit, tapi dia enggan melakukannya. Alasannya sih, dia tidak pernah terbiasa dengan apapunapa pun yang menyangkut rumah sakit. Mungkin dia memang tidak suka rumah sakit atau semacamnya, aku sendiri juga tidak tahu. Yang jelas, saya sebagai temannya juga merasa jika kematiannya ini memang harus diselidiki lebih dalam.

Wartawan satu : Lalu, apa yang nona Nona rasakan ketika Githa Maharani mengatakan hal itu kepada Anda? Apa kondisinya masih baik-baik saja 'kah atau— justru sebaliknya?

Alma Ririana : Dia tetap terlihat baik. Hanya saja, wajahnya sedikit pucat jika saya mengingatnya kembali.

Wartawan dua : Dan tanggapan Anda mengenai hasil lab yang dikabarkan sudah keluar, jadi apa Anda bisa mengatakan kepada kami, apa sebenarnya obat yang telah dikonsumsi Githa? Apa dia sengaja mengonsumsinya atau memang karena ada hal lainnya yang mungkin bisa dijelaskan?

Alma Ririana : Saya tidak bisa mengatakan apa pun untuk hal itu selebihnya. Bagaimana pun juga, saya sangat menghormati keluarga dari mendiang, dan semua sudah saya katakan dengan jelas kepada mereka. Jadi, saya tidak ingin berbicara secara berlebihan untuk kasus ini. Dan, mohon pengertiannya untuk bagian yang ini. Terima kasih.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Saat itu juga, diperlihatkan jika Alma Ririana langsung bergerak meninggalkan tempat. Para awak media yang masih meramaikan tempat pun juga terlihat enggan meninggalkan pembawa acara ternama itu dengan segala ucapan yang terus mereka berikan tanpa jeda.

Alma yang sudah tampak tidak ingin menjawab apa pun lagi, tetap tidak dibiarkan oleh awak media untuk melangkah sendiri. Hal itu pun juga terlihat jika Alma menyerahkan dua bodyguard-nya untuk melindungi langkahnya, di kala para awak media masih belum terlihat menyerah juga dengan segala ucapan yang sangat meriuhkan suasana.

Lalu di sana, di depan arah layar itu, Annabeth terlihat duduk begitu santai menatap layar televisinya sambil menyeruput secangkir teh hangat yang digenggam. Mengunyah sesuatu yang dijadikan makanan ringan untuknya, dan sesekali teralihkan ketika beberapa anak buah Mark Corbin tengah membawa beberapa mayat yang dibungkus penuh dengan sejumlah kain tebal putih untuk menutupi jejak dari kamar khususnya.

Dengan sikap santainya itu juga, apa yang telah diperbuatnya seakan sudah sangat dinikmatinya. Bahkan, tidak jarang jika dia memberikan deraian senyuman penuhnya dengan mudah, ketika melihat hasil karya lainnya ini telah cukup membuat kegemparan di mana-mana.

Lalu, sambil menunggu ruang khususnya itu dibersihkan oleh sejumlah anak buah Mark, dari arah sampingnya seorang pria tua dengan setelan pakaian berjas dan sangat rapi, berdiri hormat kepada wanita itu dengan tubuh yang sedikit dibungkukkan. Lalu dengan sikap itu juga, pria tua itu mengutarakan ucapannya, dan menunjukkan senyuman kecilnya menatap penuh wanita kesayangan dari bos mafia mereka saat ini.

"Mobil Nona sudah kami siapkan di lantai basement. Jika Nona memerlukan bantuan apa pun lagi, Nona bisa mengatakan apa pun yang Nona inginkan langsung kepada saya."

Lalu, Annabeth menolehnya dengan senyuman dingin yang dia tunjukkan. Menatapnya secara lekat, hingga membuat pria tua itu menurunkan tatapannya ke arah lantai.

Annabeth juga langsung berdiri dari duduknya dengan cangkir yang langsung diletakkannya ke atas meja. Dan kemudian, dia melangkah. Namun, terhalang ketika mendengar ada satu suara yang menyeru kepadanya dari arah kamar yang ditempatinya semalam.

"Kau ingin pergi tanpaku?" tanyanya dengan raut wajah yang tak terbaca.

Mark yang tidak mengenakan baju, dan hanya celana panjang tidurnya saja yang dikenakan ini, bersandar penuh di bibir pintu kamar dengan memandang Annabeth yang hendak keluar dari ruang apartment-nya.

Lekukan tubuh padat berisi dan banyaknya tattoo yang juga terlihat di tubuh pria itu, cukup membuat Mark tampak sangat seksi jika dipandang dengan mata telanjang. Salah satu tattoo yang terukir di bagian dadanya, terukir penuh nama Annabeth Hills Corbin, beserta lukisan wajahnya yang tergambar jelas di dada kiri pria itu. Dan Annabeth pun langsung membalikkan tubuhnya ke arah pria itu, memandangnya langsung tanpa keraguan.

"Kupikir, kau masih menikmati mimpimu," jawab Annabeth sekenanya.

Lalu, Mark langsung bergerak melangkah untuk mendekatinya. Dalam langkah itu juga, dia terus bergumam kepada wanita itu dengan sikap yang teramat sangat tenang dan santai dia tunjukkan. Annabeth yang tersenyum kecil mendengar setiap penjelasan yang dilontarkan pria itu, juga tidak henti memandangnya. Dan tatapan berbinar pun juga dia tunjukkan ketika Mark ternyata telah sangat tahu apa yang telah dilakukan wanita kesayangannya ini kepada Githa Marharani dalam rincian kata-katanya.

"Well. Aku tidak mungkin mengatakan jika kau tidak jenius dengan hal ini. Kau sudah merancang lebih awal kematiannya sejak satu bulan sebelumnya. Bukankah begitu?" tanya pria itu kepadanya.

Tapi, Annabeth memutuskan untuk mendengarnya saja dalam pandangan yang dibuatnya fokus kepada Mark Corbin.

"Kau merancang semuanya seakan lingkungan yang dilaluinya tetap terlihat berjalan sangat normal. Tapi, yang sebenarnya terjadi~— kau telah melingkarkan penuh tempat tinggalnya dengan orang-orang dari kita. Kau mengambil alih semua kehidupannya selama satu bulan penuh, dan memanipulasikan semua aktivitas yang rutin dilakukan oleh wanita itu, dengan semua yang kau telah imajinasikan sebelumnya. Menggantikan semua bahan makanannya dengan bahan makanan yang telah kau racuni, dan membuatnya menjadi tontonan penuhmu selama satu bulan dengan kamera rahasia yang juga telah kau dan orang-orang kita tempatkan di masing-masing bagian."

Entah harus berekspresi apa kali ini, Annabeth hanya terus mendengarnya saja dengan tatapan yang dia arahkan penuh kepada Mark-nya.

"Lalu …, membajak segala macam informasi kegiatan yang telah tersimpan di ponselnya, dan—aku juga tahu jika kau bisa dengan mudah juga menjadikan orang-orang kita sebagai pekerja pengantar makanan untuk dibawakan untuknya. Dan lagi-lagi—kau juga menyuruh orang-orang kita untuk menaburkan obat di makanan pesanannya. Bahkan, kau juga tidak melupakan jika minuman gallon yang selalu diminumnya, juga kau tabur obat melebihi dosis yang tidak dianjurkan oleh semua dokter. Tapi kau melakukannya. Kau melakukannya karena untuk melindungmu dan melindungiku. Bukankah begitu?"

Senyuman bangga terlihat sekali dari bagaimana Annabeth tunjukkan kali ini. Mark yang kini berdiri tepat di belakangnya, memainkan penuh rambut panjang kecokelatan wanita itu dengan sangat lembut dia keluarkan. Lalu, menyandarkan dagunya di bahu wanita itu, dan kembali berkata ketika dirinya masih ingin menyampaikan sesuatu yang lainnya.

"Aku memiliki sesuatu yang istimewa untuk kuberikan kepadamu hari ini. Aku yakin jika kau tidak mungkin tidak menyukainya. Jadi—apa kau akan ikut denganku saat ini?"

Tanpa ragu, Annabeth langsung berbalik kembali kepadanya, dan menyunggingkan penuh senyumannya dengan membawa gelinangan air mata yang mulai jatuh ke pipi. Mark yang semakin memperlihatkan dirinya gemas kepada wanita itu, menyekakan air mata itu dan malah terkekeh kecil kepadanya. Dan kembali berucap, dengan nada yang terdengar begitu lembut dari sebelumnya.

"Kau bahagia melakukan semua itu?"

Wanita itu pun hanya memberikan satu kali anggukkannya saja kepada Mark yang terus memandangnya dengan tatapan gemas.

"Kita pergi sekarang?"

Dan Mark pun langsung mengulurkan jemarinya kepada wanita itu. Lalu Annabeth menerimanya, dan salah satu pelayan wanita yang baru saja tiba, memberikan langsung satu set pakaian yang sudah seharusnya pria itu kenakan hari ini. Lalu mengenakan baju itu langsung di hadapan wanita kesayangannya itu, dan kembali menggenggam jemari Abeth-nya untuk langsung melangkah keluar dari tempat tersebut.

֎֎֎֎

Di tengah kawasan ibu kota.

Pria itu terlihat tengah menyalakan cerutunya ketika dia masih betah menetapkan dirinya di dalam mobil. Di sana, dengan cerutunya yang masih dihidupkan, dirinya pun kembali menghadapkan wajahnya ke arah depan sambil memandang poster Annabeth lainnya yang terpajang di sebuah billboard besar di tengah ibu kota.

Lagi-lagi, pria misterius itu seperti terlihat sedang memikirkan sesuatu ketika cerutu kembali diisapnya begitu dalam. Namun, saat di mana dia masih merasakan keheningan kuat di dalam mobilnya dan mengembuskan kemudian asap dari cerutu yang diisapnya, tanpa terasa ada seseorang yang menyelinap masuk ke dalam mobilnya.

Entah siapa lagi orang itu, pria tersebut pun menyunggingkan sedikit saja senyuman pandangannya ke arah samping. Jelas seseorang yang kini bersamanya ini tidak lain adalah seorang wanita, yang terlihat masih menutup penuh sebagian wajahnya dengan syal putih panjang dalam pandangan yang diarahkan ke sekitar tempat.

"Kuharap, tidak ada yang mengikutiku saat ini," ucapnya di awal.

"Aku juga tidak membawa alat komunikasi apa pun yang bisa melacak keberadaanku dan—mendengar ucapan kita nantinya. Aku bersih dan—kurasa kau bisa mempercayaiku untuk seterusnya."

Apa maksud wanita itu, membuat pria di sampingnya kembali mengisap cerutunya. Mengembusnya kemudian ke arah lain, dan pandangan mereka pun saling bertemu saat keduanya tahu apa yang sedang mereka bicarakan saat ini.

"Kupikir, tidak ada salahnya untuk membantumu. Tawaranmu cukup menggiurkan. Kau berhasil membuatku berpaling dari mereka. Dan kurasa—kita bisa bekerja sama mulai hari ini." serunya kembali.

Pria itu tetap memandangnya dengan diam. Tapi, pikirannya tidaklah diam seperti yang dilihatnya saat ini. Dengan sikap yang seperti itu, tentu wanita tersebut menyunggingkan senyumannya kemudian dalam sikap santai yang dikeluarkan. Lalu, melipat kedua tangannya dan mengatakan sesuatu yang lainnya.

"Wanita gila itu akan segera kembali ke Jakarta hari ini. Tapi, dia tidak sendiri. Mister Mark telah bersamanya. Dia juga baru saja keluar dari penjara kemarin siang, dan mulai mengeluarkan sejumlah keonaran lainnya yang tidak akan pernah bisa dilihat oleh orang-orang di luar The Order of Two Red Eyes. Dan kau—percayakan semuanya kepadaku. Segala yang kutahu, akan langsung kau terima dari mulutku. Dan … jangan lupakan janjimu yang pernah kau katakan kepadaku. Mengerti?"

Saat itu juga, pria itu menyunggingkan senyuman miringnya. Dan kembali menatap billboard besar itu kemudian, dengan membawa perasaan tak sabar dia rasakan.

Siapa sebenarnya wanita ini? Bukankah jika wanita tersebut masih menjadi bagian dari The Order of Two Red Eyes, semua rahasia dari organisasi rahasia itu akan terbongkar begitu saja?

Tentu hal itulah yang sangat di tunggu-tunggu oleh pria tersebut. Dia semakin menatap begitu dalam billboardbesar di tengah ibu kota dan tertawa kecil ketika ada sesuatu yang lucu kini melekat di pikirannya. Itu saja.