This World by Selah Sue
Bisa dikatakan, Annabeth dan Mark sangat bersenang-senang hari ini. Dengan langit yang juga sudah berubah menjadi gelap, masih tetap membuat keduanya terlihat tidak lelah untuk menikmati suasana lainnya.
Kali ini mereka juga telah berada di Jakarta. Tepatnya, di bagian Pantai Utara, Ancol. Yang diikuti juga oleh pemandangan malam Ancol dari tepi pantai di sana. Dengan mobil yang sengaja diparkirkan di bagian sisi atas dari tepi pantai, sambil mendudukkan dirinya, Annabeth meluruskan dan menumpukan juga kedua kakinya di atas dash mobil dengan bangku duduk yang dibuat sandarannya hampir melurus ke belakang. Bahkan, Mark juga terlihat melakukan hal yang sama seperti wanita itu lakukan. Hanya saja, pria itu terlihat cukup pulas tertidur, dan Annabeth pun menatapnya penuh dalam keadaan diam.
Memang tidak bisa ditebak ke mana sebenarnya arah pikiran dan bentuk raut wajah yang Annabeth keluarkan saat ini. Namun, dalam diamnya itu juga, sempat terlihat raut marah yang hanya dikeluarkannya sesaat. Dan kemudian, dengan helaan yang kini dikeluarkannya, pandangan itu pun beralih dengan memandang langit gelap yang sudah dipenuhi bintang di atas sana. Alhasil, merasa cukup lama juga dia berbaring seperti itu, langsung saja dia keluar dari mobil, dan melangkahkan kakinya ke bagian pagar pembatas di depan sana sambil memandang laut gelap di sekitar dalam lamunan kecilnya.
"Kurasa— kau tidak jauh berbedanya denganku. Mungkin kita sama-sama telah ditakdirkan untuk menghukum orang-orang yang sangat buruk. Jadi, apa boleh aku mulai berteman denganmu?"
Entah kenapa, justru suara pikiran itu yang kini menyeru di kepalanya. Yang jelas, itu juga bukan suaranya yang bersuara di dalam kepala.
Annabeth memang masih menggenggam topengnya yang kini dia acungkan di hadapannya secara perlahan. Menatap diam topeng itu, juga dilakukannya. Lalu, tanpa ragu wanita itu juga mengenakan kembali topeng tersebut, sama seperti yang terus dikenakannya selama hampir seharian ini.
Tapi, jika dia bisa mengatakannya, kali ini terasa berbeda. Topeng itu kembali mengingatkannya kepada beberapa ingatan yang pernah membuatnya berada di Swedia di kala itu. Serpihan demi serpihan ingatan yang tidak ingin diingatnya juga kembali dia peroleh. Rasa marah dan perasaan tak tenang yang dirasakannya juga mulai membuat dirinya mengatupkan penuh bibirnya. Apalagi perasaan trauma yang kembali diingatnya jelas. Secara langsung dia melepaskan kembali topeng tersebut, dan melemparnya jauh ke bagian sisi pantai tanpa ragu.
"I hate it …!"
Helaan kesal dia keluarkan. Beratnya helaan yang dia rasakan juga semakin dia rasakan. Hingga, geraman yang tertahan itu membuat kepalan kuat dari kedua tangannya, dan membuatnya kembali memejamkan kedua matanya untuk menghentikan kemarahan tersebut secara penuh.
"Vad tänker du på?"[1]
Mungkin Annabeth memang tidak menyadari jika ternyata Mark telah berada dekat di belakangnya. Menyadari suara itu diserukan kepadanya, saat itu juga Annabeth berbalik kepada Mark, dan mengulas penuh senyumannya tanpa ragu.
"Kau bersenang-senang sendiri?" ucap kembali pria itu yang semakin mendekatinya.
Karena udara malam itu berhembus cukup kencang, Mark langsung memeluknya seerat mungkin, untuk memberikan beberapa bagian tubuh hangatnya kepada wanita itu.
"Tidak, justru aku menunggumu bangun dari sini," alasannya.
Mark yang tidak terlalu mengambil pusing atas jawaban itu, dia pun juga melihat topeng yang dibuang Annabeth, telah berada di tepi pantai. Lalu, meraih juga topeng yang masih digenggamnya, dan membuangnya juga tanpa ragu.
"Kurasa, benda semacam itu memang tidak perlu disimpan terlalu lama. Bukankah begitu?"
Annabeth juga melihat bagaimana Mark-nya membuang topeng tersebut. Tapi, karena dia tahu jika dirinya tidak ingin banyak bicara kali ini, langusung saja dia melepas perlahan pelukan Mark-nya, dan berkata sedikit kepada pria itu.
"Vill du vänta här ett ögonblick?"[2]
Di sanalah Mark mulai menunjukkan jika dia tahu apa yang sedang wanita itu inginkan saat ini. Tidak memberikan respons apa pun kepada wanita itu, juga dia dia tunjukkan. Lalu, membiarkan wanita itu seutuhnya melepaskan pelukannya dan melangkah menuju bangku setir untuk sesuatu yang ingin ditujunya.
Dan Mark yang melihat wanita itu menyalakan mesin mobil sambil menatapnya dingin, di sanalah Mark menyunggingkan senyuman miringnya kembali. Annabeth benar-benar telah membulatkan penuh keinginan dirinya untuk arah tujuan lainnya saat ini. Apa yang ditujunya ini, sepertinya Mark bisa mencium hal itu dengan mudah.
"Aku tahu jika kau ingin lari lagi dariku, Abeth …," gumam Mark yang hanya dirinya saja yang mendengar.
Suara deruan dari mesin mobil yang digas berkali-kali terus dilakukan. Gumpalan asap yang keluar dari bagian belakang mobil pun juga mulai terlihat jelas. Lalu, Annabeth yang memang tidak takut dengan pilihannya ini, langsung menggerakkan kasar mobil tersebut hingga menyuarakan decitannya. Dan tanpa ragu, diarahkannya langsung kepada Mark untuk ditabraknya.
Tanpa keraguan Mark langsung menghindari bumper mobil dengan pandangan penuh yang masih dia arahkan memandang Annabeth. Seutuhnya dia juga sudah lebih awal menyadari ancang-ancangan itu. Namun, dia tidak terlihat melakukan apapunapa pun selain menghadapkan dirinya kepada mobil dan Annabeth.
Lalu, langsung saja Annabeth membanting setirnya dalam kemarahan yang terlihat. Memundurkan kemudian mobil itu dengan sangat kasar dan melajukannya hingga suara decitan lain kembali terdengar. Di saat itu juga, tanpa ada keraguan kembali, juga tanpa menoleh ke arah Mark-nya yang terus memandanginya seperti itu, dia meninggalkannya begitu saja. Dan itulah yang membuat Mark Corbin mulai menahan penuh napas beratnya yang mulai tak terarah.
Mungkin Mark memang masih terlihat tenang dalam sikapnya yang masih dia keluarkan. Tapi, dia tahu apa yang harus dilakukannya. Dia mengambil ponselnya kemudian yang diletakkan di saku dan mulai menghubungi seseorang dengan sikap dingin yang kini dikeluarkannya.
"Bawa dia kembali kepadaku."
Itulah yang dikatakannya saat ini pada salah satu anak buah yang dihubunginya.
֎֎֎֎
Di sepanjang mobil dilajukan, Annabeth benar-benar telah tersulut sendiri dengan segala emosi yang dirasakannya. Entah kemarahan dari mana yang membuatnya seperti ini, terlihat dirinya mulai menangis terisak sampai-sampai suara rintihan menyeru begitu dalam juga terdengar dalam isakan tak terkontrolnya.
Seluruh mobil yang menghadang lajuannya juga terus diberikan suara klakson yang tak henti-hentinya berkumandang di tengah malam ibu kota. Hingga, kemarahan dalam tangisan yang semakin dia rasakan di dalam benak, membuat Annabeth mengeluarkan bersitan pikiran yang akan bisa membahayakan dirinya lebih dari saat ini juga.
Annabeth melihat ada sebuah truk besar melaju cepat di arah yang berlawanan. Pikiran kacau yang tentu telah melanda pikirannya, juga tidak lagi bisa dia kendalikan ketika kemarahan itu bercampur dengan perasaan putus asa.
Dengan keinginan penuh yang benar-benar semakin diinginkan, Annabeth semakin memperkencang lajuan mobil tersebut. Dan inilah kenekatan lebih yang akan dilakukannya di detik ini juga.
Mobil yang dikendarainya mulai keluar dari jalur yang semestinya. Dengan kecepatan yang besar itu, Annabeth mengarahkan mobil itu ke jalur sebuah truk yang sudah menyuarakan kuat suara klaksonnya kepada Annabeth. Tapi Annabeth tidak mengindahkan suara klakson tersebut. Hingga, dengan air mata yang terus menerus membanjiri dirinya tanpa henti, dalam isakannya juga dia mulai mengucap sesuatu kepada siapa yang ditujukannya saat ini.
"Aku mohon …. Aku mohon …!"
Apa yang sebenarnya yang ingin dia katakan? Tapi terdengar tak cukup jelas untuk kata-kata lain yang dia rintihkan. Lalu, saat di mana mobil itu sudah memiliki jarak yang cukup dekat dengan truk di depannya, Annabeth melebarkan kedua matanya sepenuh mungkin, ketika menyadari apa yang akan diperbuatnya saat ini.
Annabeth tiba-tiba memikirkan Mark Corbin. Wajah beserta uluran tangan pria itu juga tiba-tiba mengalihkan niat berbahayanya di detik itu juga. Klakson dari truk itu juga semakin terdengar nyaring ketika jarak keduanya sudah semakin mendekati satu sama lain. Alhasil, alihan pikiran itulah yang telah benar-benar membuatnya langsung membanting setirnya, hingga membawanya kembali ke jalur awal.
CIIIT … CIIIITTTT …!!
Tidak bisa dimungkiri, jika Annabeth telah menampakkan wajah terkejutnya saat ini. Dia juga terdiam sesaat sambil memandang utuh truk yang masih melaju dalam keadaan yang masih baik di arah sana. Namun, bersitan perasaan lain yang dirasakannya kali ini, membuatnya mulai mengguncang kembali hati dan pikirannya. Alasannya hanya satu. Dia telah menyesali kenapa dirinya tidak mengakhiri langsung dirinya, dan kenapa harus teralih oleh wajah Mark Corbin yang terlintas di pikirannya.
Saat itulah dia mulai memaki dirinya sendiri dalam amarah dan tangisan yang lebih dia keluarkan. Hingga, memukul sendiri stirsetir yang digenggamnya, dengan isakkan penuh yang semakin menjadi-jadi saja dia keluarkan.
"I hate you, McCary …. I hate YOU …! AAARGGH!!" rintih mendalamnya.
Dan inilah yang akhirnya terjadi.
Apa yang dilakukan Annabeth telah membawa dampak buruk juga kepada pengendara lain di belakangnya. Dia diteriaki oleh berbagai suara klakson, yang menandakan apa yang dilakukannya itu sangatlah berbahaya. Namun, Annabeth tidak memedulikannya dalam isakan yang masih tak kunjung henti. Dia hanya terus melajukan mobil itu, tanpa ingin merasakan bagaimana perasaan bercampur waswas yang telah dirasakan oleh mereka yang berada di sekitarnya.
Lajuan mobil yang belum dihentikannya pun juga tidak lagi melanggar arus jalan yang semestinya harus dilaluinya seperti semula. Hingga, dengan rasa sesak yang terus membawanya dalam pikiran yang tak tentu arah, Annabeth hanya terus melajukan mobil itu sampai dia tak tahu lagi ke mana arah yang telah ditujunya nanti.
֎֎֎֎
Pukul tiga pagi.
Berjam-jam lamanya, para anak buah Mark tak henti-hentinya melakukan pencarian mereka untuk mengetahui mengetahui di mana bos wanita mereka berada. Mereka juga tak henti-hentinya mengikuti ke mana arah lokasi yang tak cukup jelas itu dari mobil sang bos yang mereka dapatkan. Hingga pada akhirnya dengan pencarian keras yang terus mereka lakukan, Annabeth akhirnya ditemukan. Mereka menemukan juga keberadaan Annabeth, yang kini tengah terduduk meringkuk di tepi salah satu dermaga di bagian Jakarta Utara, dalam keadaan sendiri dan gelap di sekitar.
Sepertinya, Annabeth benar-benar mengembalikan lagi dirinya ke kawasan sekitar itu. Tapi, tak ada satu pun anak buah Mark yang menyadarinya sejak awal.
Bahkan, apa yang dilakukan wanita itu sejak tadi juga tidak ada di antara mereka yang seutuhnya tahu. Yang mereka tahu, mobil yang diparkirkan oleh wanita itu ternyata terparkir cukup jauh dari keberadaannya saat ini.
Lalu, salah satu anak buah Mark yang berperawakan wanita di antara mereka, mulai terlihat turun tangan untuk melangkah mendekati wanita itu. Bersikap selayaknya bodyguard untuk Annabeth, juga membuatnya berkata dalam sikap hormat yang dikeluarkan.
"Nona Annabeth, Mister Mark telah menunggu Anda di mansion-nya. Kembalilah, Nona."
Saat itu juga, Annabeth mengangkat wajahnya yang dia sembunyikan dari balik kedua lutut yang dipeluknya. Menatap dingin anak buahnya itu, dan mengatup kuat memandangnya dalam diam.
"Kami datang ke sini untuk menjemput Anda. Kembalilah, Nona."
Mendengar permintaan itu kembali, Annabeth langsung membuat dirinya berdiri dari tempatnya duduk. Lalu, karena emosi yang masih belum stabil dia rasakan, saat itu juga dia langsung menyerang wanita itu dengan mencekik lehernya dengan kuat. Dan kemudian, para anak buah lainnya yang melihat kejadian itu, langsung bergegas menghampiri keberadaan mereka dengan berbagai ancangan yang mereka keluarkan. Dan salah satunya, langsung memberikan suntikan penenang untuk Annabeth tepat di punggung bahu wanita itu. Hingga, secara perlahan itu juga membuat wanita itu mulai tidak sadarkan diri, dalam beberapa ucapan melemah yang hanya terdengar tak seberapa.
"I hate you all …!"
Tampaknya, Annabeth memang memiliki rahasia tersendiri kenapa dia bisa tiba-tiba menjadi seperti itu. Apalagi, melihat bagaimana geragasnya wanita itu ketika menyerang anak buahnya sendiri. Lalu, mereka yang datang cukup terlihat banyak di tempat itu, salah satu dari mereka juga membawa sebuah kursi roda untuk Annabeth. Yang kemudian, membawanya masuk ke dalam mobil, dan membawanya kembali ke mansion seperti yang diperintahkan oleh bos besar mereka, Mark Corbin.
Itu saja.
֎֎֎֎
Sejak tadi, Mark terus mendudukkan dirinya di bangku kerjanya di salah satu kamar mansion-nya. Menatap diam foto berbingkai dirinya dan Annabeth yang dia letakkan di atas meja, terus dilakukannya tanpa henti. Lalu, dengan waktu yang kini telah menunjukkan pukul empat kurang waktu dini hari, salah satu anak buahnya datang menghampirinya dengan memberi hormat. Dan mengatakan sesuatu kepada Mark, dan terlihat sedikit teralihkan kerena keberadaan pria tersebut.
"Nona Annabeth telah tiba di mansion. Tapi kami terpaksa membiusnya karena keadaannya yang kembali tidak stabil."
Saat itu juga, Mark langsung berdiri dari duduknya dengan rautnya yang tak terbaca. Memandang ke sisi lain dari ruangan tersebut, dan diserukan oleh seorang pria tua dengan memakai sneil putih dan stetoskop yang terlihat masih dikalungkan di leher.
"Aku akan memeriksa Nona Annabeth sekarang. Apa kau akan ikut denganku, Mister Mark?"
Mark memang tidak berucap apa pun ketika ditanya begitu. Tapi, dia langsung mendekati pria tua itu dalam tatapan menusuk yang kali ini dia tunjukkan.
"Lakukan yang terbaik."
Dan pria tua itu pun memberikan anggukan kecilnya untuk membalas jawabannya.
Lalu di sana, di mana Annabeth kini telah duduk dan didorong dengan sebuah kursi roda, secara perlahan wanita itu dibawa masuk oleh seorang anak buah berperawakan wanita yang dicekiknya tadi. Mark yang sepenuhnya telah keluar dari ruangan dan melihat Annabeth masih belum sadarkan diri dari bangku yang didudukinya, harus juga menyaksikan sendiri jika kedua tangan wanita itu diikat dengan baju tahanan rumah sakit jiwa seperti memeluk dirinya sendiri. Seutuhnya, Mark memang tidak suka melihat wanita kesayangannya itu harus terlihat seperti itu. Tapi untuk saat ini, mau tidak mau dia harus menerimanya, di kala pria tua yang memakai jas putih dokter mengatakan sesuatu kembali kepadanya.
"Semua akan baik-baik saja. Dia seperti itu hanya telah kembali mengingat bagaimana semua trauma yang pernah terjadi di masa lalunya."
Dokter tua itu menelan ludahnya kemudian.
"Sampai detik ini, kita juga tidak pernah seutuhnya diizinkannya untuk mengetahui trauma berat apa saja yang pernah dia dapatkan di masa lalu. Tapi, aku akan berusaha sebisa mungkin mencari tahunya untukmu, mister Mister Mark."
Tapi, Mark justru menolak ketika dia mendengar perkataan itu. Dengan ucapan penekanannya, Mark hanya berkata, "Tidak perlu banyak bicara. Cepat lakukan yang terbaik!"
Pria tua itu kembali terlihat mengangguk apa yang diperintahkan oleh Mark Corbin. Kemudian, sedikit gemetar ketika ucapan itu terdengar semakin tidak main-main diperhatikannya. Lalu, Annabeth yang juga tetap terlihat didorong oleh kursi roda, membuat pria tua yang sebagai seorang dokter psikiater khusus mereka juga mengikuti ke mana arah wanita itu ditujukan. Dan Mark, hanya bisa menatap semua keadaan itu saat ini, dengan pikiran penuh yang dia sendiri tidak tahu akan diarahkan ke mana.
[1] Apa yang kaupikirkan, Abeth?
[2] Kau mau tunggu sebentar saja di sini?