Chereads / Dekat Tak Tergenggam / Chapter 8 - Cemburu

Chapter 8 - Cemburu

Kiya berjalan menuruni anak tangga menuju ke ruang tengah. Dilehernya sudah melingkar handuk kecil untuk menemaninya berlari pagi ditaman kompleks. Matanya terfokus pada handphone digenggamannya, sesekali melihat ke arah jalan. Mata Kiya melebar ketika melihat notifikasi dari aplikasi Instagram miliknya.

Rakacandraw's started following's you.

Jari nya meng-klik notifikasi itu sehingga terlihat jelas Instagram milik Raka yang tidak terkunci untuk publik. Jari nya kembali mengusap layar handphonenya. Kiya terkejut saat melihat dipostingan paling pertama di instagram Raka, ada fotonya bersama Raka saat mereka berada di air terjun Gunung Slamet. Kiya merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa waktu itu dia mengiyakan saja tawaran Raka untuk berfoto bersamanya. Tapi Kiya juga lega bila kenyataannya tidak ada caption lebay apapun didalam foto tersebut.

Kiya berjalan melewati Bima dan Doni yang sedang duduk di sofa ruang tengah, menghadap ke layar televisi yang menyala.

"Lo mau kemana, Ki?" tanya Bima sambil fokus menatap layar ponselnya.

Kiya berhenti berjalan, lalu segera menoleh ke Bima dan Doni. "Lo pikir gue mau kemana dengan pakaian kaya begini?"

Bima terkekeh dan segera berdiri. "Gue ikut!" dia berjalan ke arah Kiya, lalu menyentuh bahu Kiya dan membawanya hingga terduduk di sofa di sebelah Doni. "Lo tunggu sini!" serunya.

"Iya! Gak pake lama!" kata Kiya mendengus pelan.

Bima sudah berlari ke arah kamarnya dan masuk ke dalam.

"Kamu gak kangen sama Kakak?"

Kiya segera menoleh dan mendapati Doni yang sedang menatapnya. Kiya bergeser sedikit lalu menyandarkan kepalanya di bahu Doni sambil memejamkan mata meresapi perasaannya yang selalu nyaman dalam posisi seperti ini. Jujur Kiya sangat merindukan kebersamaan keluarganya, ditambah lagi dengan Mamanya yang sekarang sedang disibukkan dengan perkembangan butiknya yang menurun pesat, mengharuskannya untuk menghandle semuanya sendiri. Papanya yang sekarang sedang sibuk dengan urusan kantor dan memantau perkembangan Doni dikantor karena beberapa bulan ini dia baru saja bergabung. Sedangkan Bimo sibuk menjalankan tugasnya sebagai Mahasiswa tingkat akhir yaitu menyelesaikan tugas skripsinya. Walaupun Bima dan Kiya satu Universitas, namun sangat jarang mereka bertemu atau sekedar mengobrol kalau bukan hanya di rumah.

"Kalau aku sih biasa aja. Tapi aku yakin, pasti Kak Doni kangen banget, banget, banget, kan sama Kiya?"

Doni terkekeh, membuat kepala Kiya ikut terguncang. "Lebih tepatnya kangen dimasakin mie instan sama kamu!"

Kiya cemberut, lalu menegakkan badannya dan menatap heran Kakaknya. "Kak Doni ngeledek aku, ya?"

"Eng—"

"Iya, iya, aku tau, aku emang belum jago masak kayak Mama. Masak mie instan aja sampai kematengan." ceracau Kiya yang sukses membuat Doni mencubit gemas hidung Kiya hingga menjadi sedikit merah. "Sakit, tauk!" rengeknya.

Bima berjalan ke arah pintu melewati Kiya dan Doni, sambil menenteng sepatunya. "Ayo, Ki!" serunya.

Kiya mengambil punggung tangan Doni lalu menciumnya. "Kiya berangkat, ya! Jangan kangen!" Kiya bangun dari duduknya lalu berjalan menjauh dari Doni. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsallam."

Kiya berjalan dan melihat Bima yang sudah berdiri diambanng pintu. Dia duduk di bangku teras lalu memakai sepatu running nya. "Tumben lo mau ikut gue, Kak?"

"Si Della juga lagi lari, gue sih mau nyusul dia. Hehehe..." jawab Bima cekikikan. "Cepetan sih!"

"Iya, nih udah!"

Bima berjalan melewati Kiya lalu menuju ke mobil sedan dan segera masuk. Bima duduk dibangku kemudi, tangannya menekan tombol disebelahnya hingga kaca mobilnya turun. "Kiya!" Bima berteriak memanggil Kiya.

Kiya berjalan malas ke samping mobil lalu membuka pintu dan masuk ke dalamnya. "Gue tuh mau lari keliling komplek aja Kak! Ngapain naik mobil?"

Bima mendengus sambil menyalakan mesin mobil dan berjalan keluar halaman rumah. "Bundaran HI, Kiya sayang!"

"Car free day?" tanya Kiya dan Bima mengangguk.

"Terus kenapa lo bawa mobil?"

Bima menaikkan alisnya, namun matanya masih tetap fokus ke jalan. "Bawel lo!" jawabnya sinis. "Nanti parkir lah!"

Kiya cemberut, lalu menatap keluar jendela mobil. Kiya berniat setelah selesai berlari keliling komplek rumah, dia ingin menyusul Mamanya ke butik. Tadi malam saat dia baru sampai rumah, semua orang sudah tidur, termasuk Mamanya. Ingin sekali Kiya bercerita tentang kekesalannya pada cowok pengganggu  disaat pendakiannya kemarin. Namun sekarang Bima membuat rencananya gagal total.

***

Raka sedang duduk sendiri dibangku taman. Kakinya dibiarkan lurus ke depan, memperlihatkan sepatu running berwarna hijau berpadu putih miliknya. Raka mendengus saat mengingat tadi pagi Aji membangunkannya dan mengajaknya untuk berlari pagi di area car free day. Alan juga sempat menolak dan melanjutkan tidurnya, namun tiba-tiba Aji membawa satu gayung air dan mengguyurnya ke wajah Alan, membuat kasurnya jadi basah. Akhirnya dengan berat hati Alan dan Raka menyetujui untuk menemani Aji berlari pagi.

"RAKA!" Alan berteriak sambil berlari mendekati Raka yang sedang melamun. "Raka," panggilnya lagi, saat sudah terduduk disebelah Raka.

Aji datang dengan napas terengah-engah. "Parah lo ninggalin gue!"

"Lo yang semangat ngajak lari tapi lelet." Jawab Alan sinis. "Woy, Raka! Pasti lo lagi mikir yang jorok-jorok!"

"Hah?" Raka mengerjap. "Apanya jorok?"

"Pikiran lo!" celetuk Alan. "Si Kiya tad—"

"Iya, Kiya." Raka memotong perkataan Alan.

"Apaan?"

"Apanya?"

"Tadi."

"Oh, Apaan?"

"Gak jelas lo!" Alan menimpuk kepala Raka dengan botol air mineral disebelahnya, lalu Raka dan Alan menertawai keabsurdan mereka.

Aji sedang sibuk selfie dengan ponselnya, sebelah alisnya terangkat sesekali saat melihat Raka dan Alan tertawa tidak jelas. "Raka! Itu bukannya Kiya sama si Bima anak fakultas Kedokteran?" Aji menunjuk ke satu arah. Ada Bima yang sedang berjalan sambil  merangkulkan lengannya ke punggung Kiya. Mereka berjalan tidak jauh di depan Aji, Alan dan Raka.

"Dari tadi gue mau kasih tau itu." Alan menimpali.

Raka melotot kaget. "Mereka pacaran?" tanyanya. Alan terdiam, kemudian mengangkat bahu. Alan benar-benar tidak tau hubungan apa yang dimiliki Kiya bersama Bima, namun yang ia tau Bima berpacaran dengan anak universitas sebelah yang bernama Deliya Puspitasari, biasanya sih dipanggil Della.

"Gak mau nyamperin?" tanya Aji, diiringi cengiran lebar tercetak diwajahnya. "Gandengan mulu. Mau nyebrang? Hahaha..." lanjutnya. Raka melotot kaget mendengar perkataan Aji. Saat dia melihat lagi ke arah Kiya dan Bima, saat itu dia melihat Kiya yang sedang menggenggam tangan Bima.

"Sakitnya tuh disini, didalam hatiku.." Aji bernyanyi sambil tangannya memegang dadanya dan menggoyangkan badannya. Alan yang melihat kelakuan Aji, langsung terpingkal-pingkal.

"Ini sih namanya sang playboy patah hati!" sahut Alan.

Tawa Raka terdengar nyaring. "Janur kuning belum melengkung, bro!" Raka menepuk-nepuk bahu Aji dan Alan lumayan keras, lalu terbangun dari duduknya dan berlari berlawanan arah dengan Kiya dan Bima. Dia berusaha mengenyahkan bayangan Kiya bersama Bima dari pikirannya.