"Jangan ada yang menyentuh bak itu, kita harus membiarkan tempat ini tetap seperti ini sampai polisi datang. Bibi Kaede, tolong panggil polisi sekarang juga." Aku menyuruh Bibi Kaede memanggil polisi, karena ini sudah pasti sebuah pembunuhan.
"Di mana tubuh Jason? Apakah kita harus mencarinya di hutan?"
"Tidak. Mungkin saja si pelaku masih berada di sekitar sini dan sangat berbahaya kalau kita pergi ke hutan sekarang. Kita harus menunggu sampai polisi datang."
Hanya itu jawaban yang bisa aku berikan kepada Mark. Ini benar-benar pembunuhan yang sangat sadis, Jason dibunuh lalu dimutilasi dan hanya kepalanya saja yang direndam di dalam air di bak mandi ini. Sebenarnya apa tujuan dari si pelaku?
"Aku sudah menghubungi polisi dan mereka akan tiba secepatnya."
Perkataan Bibi Kaede membuyarkan lamunanku.
Aku masih tidak mengerti apa tujuan si pelaku sebenarnya? Kenapa dia sengaja merendam kepala korban di bak ini?
"E-Elliot, kita sebaiknya pergi secepatnya dari sini!!" Erriol berkata demikian dengan histeris, terlihat jelas dia sangat ketakutan.
"Itu tidak mungkin, Erriol. Kita tidak mungkin bisa pergi sekarang. Di tempat ini terjadi kasus pembunuhan dan kita semua yang berada di penginapan ini adalah saksi mata atas kejadian ini. Jadi sampai masalah ini selesai, kita semua tidak bisa meninggalkan penginapan ini."
Terlihat ekspresi kecewa dari wajah mereka semua setelah mendengar perkataanku.
"Kenapa polisinya masih belum datang? Ini sudah cukup lama berlalu sejak Bibi Kaede menelepon mereka tadi, bukan?" tanyaku setelah kami menunggu hampir satu jam dan polisi yang dipanggil Nenek Kaede tak kunjung menampakan diri.
"Aku lupa memberitahumu, Elliot. Di sekitar sini tidak ada kantor polisi, tadi aku menelepon ke kantor polisi yang ada di kota, kemungkinan besok para polisi itu tiba di sini."
Aku sangat terkejut setelah mendengar penjelasan Bibi Kaede. Ini artinya kami terjebak dalam situasi yang sangat berbahaya. Di dekat penginapan ini ada pembunuh sadis sedangkan di sini hanya ada kami berenam tanpa ada perlindungan polisi. Sangat mudah bagi pembunuh itu untuk membunuh kami saat ini.
"Hei, Elliot. Kemari sebentar."
Bisikan Erriol di dekat telingaku, mengembalikan kesadaranku. Lalu aku menghampiri Erriol yang berjalan menjauhi kamar mandi.
"Ada apa, Erriol?" tanyaku heran.
"Dengar, Elliot, kita harus pergi dari tempat ini secepatnya. Kita bisa menggunakan horizontal skill. Pokoknya skills apa pun harus kita coba asalkan kita bisa pergi secepatnya dari sini. Di sini sangat berbahaya, aku sudah merasakan firasat buruk semenjak pertama kali melihat penginapan ini."
Aku mendengus sarannya yang terdengar pengecut ini. "Maaf, Erriol. Aku tidak bisa pergi begitu saja di saat ada kasus pembunuhan terjadi di depan mataku seperti ini. Lagi pula, apa kau tidak merasa khawatir pada yang lain? Mana bisa kita pergi begitu saja meninggalkan mereka, kan?"
"Kau ini memang keras kepala, ya? Pokoknya aku tidak mau terlibat dalam masalah yang berbahaya seperti ini."
"Aku tidak akan melarangmu jika kau ingin pergi dengan menggunakan horizontal skill, tapi maaf, aku akan tetap di sini sampai masalah ini selesai."
"Bukankah kau ingin pergi ke tempat temanmu itu? Kalau kau terus berada di sini lalu kapan kau akan sampai di sana?"
"Aku akan pergi ke sana setelah menyelesaikan masalah ini, Erriol. Tidak ada seorang pun yang bisa merubah keputusanku!" Erriol terlihat terkejut setelah mendengar perkataanku dengan nada tegas ini.
"Terserah kau saja kalau begitu!!"
Setelah mengatakan itu Erriol pun pergi.
***
Aku kembali ke kamarku, dan Erriol tidak ada di sana. Sepertinya dia benar-benar pergi dengan menggunakan horizontal skill seperti yang dia katakan. Entah di mana dia berada sekarang? Mungkin saja dia telah kembali ke rumahnya. Tak ingin ambil pusing dengan kepergian Erriol, aku pun merebahkan diri di ranjang dan tak lama kemudian aku pun mulai tertidur karena sungguh aku merasa lelah sekali hari ini.
"Aaaaaaaaaaaaaaaa!!!"
Namun, suara teriakan itu membangunkanku. Sepertinya itu suara Isabell.
"Suara siapa itu?"
Aku tersentak kaget begitu mendengar suara dari arah samping dan setelah aku menoleh ...
"E-Erriol, sedang apa kau di sini?" tanyaku, aku yakin kedua mataku tengah melebar sempurna karena terkejut bukan main melihat Erriol yang kuyakini sudah pergi ternyata sedang berbaring di sampingku.
"Sedang apa? Tentu saja aku sedang tidur. Ini, kan, kamar kita."
"Ma-maksudku, kenapa kau ada di sini bukannya kau tadi pergi dengan menggunakan horizontal skillmu?"
"Yeeeaaah ... aku memang pergi sebentar tadi, tapi aku ingat meninggalkan mobilku di sini dan aku juga ingat sudah berjanji pada seseorang untuk mengantarnya pergi ke suatu tempat makanya aku kembali ke sini."
"Hooo ... jadi begitu, terima kasih karena kau kembali, tapi kita lanjutkan nanti saja basa-basinya. Ayo kita ke kamar Isabell. Kau juga mendengar teriakannya, kan?"
Aku dan Erriol pun bergegas pergi menuju kamar Isabell.
Sesampainya di sana ... Mark dan Bibi Kaede sudah berada di sana. Pintu kamar Isabell terkunci dan ketika kami mengetuk pintunya, tidak terdengar suara dari dalam. Lalu kami pun mendobrak pintu itu karena mendengar teriakan Isabell tadi, mungkin sesuatu yang buruk telah menimpanya. Kami harus memastikan dia baik-baik saja.
Begitu pintu berhasil kami dobrak, betapa terkejutnya kami karena menemukan tubuh Isabell sudah tergeletak di lantai dengan berlumuran darah. Ketika aku memeriksanya, sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan di tubuhnya. Kami terlambat, Isabell sudah meninggal. Kasus ini pun berubah menjadi sebuah kasus pembunuhan berantai.
"Kyaaaa! Apa yang terjadi pada Isabell?"
Pertanyaan itu berasal dari Mellisa yang baru saja datang.
Siapa sebenarnya pelaku yang telah melakukan pembunuhan sadis ini? Jika dilihat dari luka-lukanya, sepertinya Isabell dibunuh dengan ditebas oleh cerulit. Mungkinkah pelakunya memang si pria hitam atau mungkinkah pelakunya salah satu dari mereka bertiga ... Mellisa, Mark dan Bibi Kaede? Bisa saja ini perbuatan salah satu dari mereka. Jika dilihat dari kondisi kamar ini, banyak yang terlihat ganjil. Aku menuju ke jendela dan memeriksa keluar. Di luar sedang turun hujan, jika pelakunya memang si pria hitam yang berada di luar pasti ada bekas jejak kakinya. Aku harus menyelidiki hal ini.
"Erriol, ikut aku sebentar."
Erriol mengangguk dan mengikuti dari belakang tanpa mengeluarkan protes apa pun.
Aku mulai memeriksa di sekitar penginapan, tapi tidak ada satu pun bekas jejak kaki di sana.
"Apa yang sedang kau cari, Elliot?" tanya Erriol, yang mungkin heran melihat tingkahlakuku.
"Bekas jejak kaki. Kau lihat, kan, di sini hujan dan tanahnya jadi berlumpur? Kalau pelakunya memang si pria hitam yang bersembunyi di hutan, maka bekas jejak kakinya pasti tertinggal di sini. Tapi coba kau perhatikan, Erriol, di sini tidak ada satu pun bekas jejak kaki selain jejak kaki kita berdua."
"I-itu artinya?" Kedua mata Erriol terbelalak sempurna, sepertinya dia sudah menyadari kecurigaanku.
"Yeeeaaah, pelakunya berada di dalam rumah. Mungkin saja dia salah satu dari mereka bertiga."
"Ta-tapi kau lihat sendiri, kan, Elliot, ketika kita masuk ke dalam kamar Isabell, pintunya terkunci dari dalam? Jendela kamar itu dalam keadaan terbuka dan kaca jendelanya juga pecah."
Aku mengangguk, mengiyakan ucapannya. "Iya, itu memang benar. Itulah sebabnya ini sebuah kasus pembunuhan di ruang tertutup. Erriol, ayo kita selidiki bersama-sama."
"Huuh ... ini merepotkan. Tapi baiklah, aku akan membantumu."