Chereads / Skills Master - The Original Skills / Chapter 23 - Masalah Tak Terduga

Chapter 23 - Masalah Tak Terduga

Setelah cukup lama berputar-putar, akhirnya kami menemukan sebuah penginapan kecil dan terlihat sudah usang. Terdapat hutan di samping penginapan itu dan suasana di sana sangat sepi.

"A-apa kau yakin ingin menginap di tempat seperti ini, Elliot?"

Erriol sepertinya merasa ragu untuk menginap di sini.

"Yeaah. Mau bagaimana lagi, hanya ini satu-satunya penginapan di sekitar sini. Kau juga sudah lelah menyetir, kan? Jadi, kita harus menginap di sini."

"Ta-tapi ..."

Tatapanku memicing penuh curiga. "Jangan katakan kau takut, Erriol?" Aku seketika tertawa karena melihat ekspresi wajahnya sekarang membuatku teringat pada kejadian di mobil tadi saat dengan sengaja dia menyetir mobil dengan mengebut untuk menakut-nakuti aku. "Justru kau yang terlihat seperti wanita. Masa kau takut hanya karena di samping penginapan ini ada hutan dan di sini suasananya sepi? Hahaha."

Aku tidak bisa menahan tawa melihat Erriol yang ketakutan seperti itu. Lalu aku pun masuk ke penginapan dan Erriol yang terlihat masih ragu, mengikutiku dari belakang.

"Permisi! Apa ada orang di dalam? Permisiiii!" Aku yang berteriak karena Erriol hanya berdiri dalam diam di sampingku.

Kemudian, seorang wanita paruh baya yang aku perkirakan berusia sekitar 50 tahunan, keluar dari penginapan dan menyambut kami. "Iya, silakan anak muda. Apa ada yang bisa aku bantu?" tanyanya sambil menatapku dan Erriol secara bergantian.

"Kami ingin menyewa dua kamar untuk menginap malam ini."

"Penginapan kami sangat kecil. Kami hanya meiliki lima kamar dan tinggal satu kamar yang masih kosong."

"Oh, begitu. Itu tidak masalah. Bisakah kami melihat kamarnya?"

"Tentu saja," sahut wanita itu dengan ramah. Lalu dia mengantar kami ke sebuah kamar.

"Inilah kamarnya," ucap wanita itu setibanya kami di kamar yang katanya masih kosong. Kamarnya cukup bersih walaupun sangat kecil untuk ditempati dua orang. Lalu sesuatu mengganjal pikiranku setelah melihat kamar itu. "Tu-tunggu. Tempat tidurnya hanya satu?"

"Iya, begitulah."

"I-itu artinya aku harus tidur satu ranjang dengan seorang pria?"

"Itu bukan masalah, kan, Elliot? Kami akan mengambil kamar ini. Nanti tolong beritahu kami berapa biayanya, ya, Bi!"

Aku menoleh ke sumber suara itu yang tidak lain adalah Erriol. Wajahnya yang senyum-senyum sendiri seolah dia merasa senang setelah mendengar akan tidur satu ranjang dengan seorang pria, terlihat sangat mengerikan di mataku. Aku mulai merasa takut pada Erriol.

"Baiklah. Aku akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Namaku Kaede. Tolong kalian perkenalkan diri kalian juga."

Aku terenyak, baru tersadar belum mengenalkan diri. "Ah, iya. Namaku Elliot dan orang di sebelahku ini temanku, namanya Erriol. Kami akan menginap satu malam di penginapan ini."

Suasana kembali hening karena tak ada yang bersuara setelah itu.

Kriiiiuuuuuk ... Kriiiuuuuk ...

Kenapa di saat seperti ini perutku harus mengeluarkan suara yang sangat memalukan? Memang benar sudah beberapa jam ini aku tidak memakan apa pun, jadi wajar saja jika perutku menuntut haknya meminta diberi makanan. Aku memegangi perut sambil menahan malu karena Erriol dan Bibi pengurus penginapan ini menatap ke arahku.

"Sepertinya kau kelaparan, anak muda. Kebetulan penghuni kamar yang lain sedang berkumpul di ruang makan, kalian bisa ikut bergabung bersama mereka."

Setelah menaruh tas kami di dalam kamar, aku dan Erriol mengikuti Bibi Kaede menuju ruang makan.

Benar saja di ruang makan, ada sekitar empat orang yang tengah menyantap makanan. Kami pun menghampiri mereka.

"Mari, biar aku perkenalkan, mereka adalah penghuni baru di penginapan ini. Mereka bernama Elliot dan Erriol."

Bibi Kaede memperkenalkan kami kepada orang-orang itu.

"Aku penghuni kamar no. 5, namaku Isabell." Suara itu berasal dari seorang wanita berusia sekitar 25 tahunan jika kuperkirakan dari penampilan fisiknya.

"Namaku Jason, aku penghuni kamar no. 2."

Kali ini suara itu berasal dari seorang pria berusia sekitar 40 tahunan.

"Aku Mellisa, penghuni kamar no. 3 dan di sebelahku Mark, dia temanku. Dia penghuni kamar no. 4. Senang bertemu kalian berdua."

Jika dilihat dari penampilan fisik sepertinya dia berusia sekitar 20 tahunan, begitu pula dengan temannya yang bernama Mark yang dia perkenalkan kepada kami.

"Senang bertemu denganmu juga." Aku menanggapi perkataan Mellisa.

"Ayo, bergabunglah bersama mereka."

"Baiklah. Terima kasih Bibi Kaede."

Setelah memberikan makanan pada kami, Bibi Kaede pergi meninggalkan kami semua.

"Seharusnya kalian berdua jangan masuk ke penginapan terkutuk ini."

Suara itu berasal dari laki-laki bernama Jason. Aku tidak mengerti kenapa orang itu menyebut penginapan ini sebagai penginapan terkutuk. Rasa keingintahuanku muncul dan aku pun memberanikan diri untuk bertanya. "Penginapan terkutuk? Apa maksudnya?"

"Wajar saja kalau kalian tidak tahu, sepertinya kalian bukan warga di desa ini. Sebenarnya tempat ini terkenal dengan cerita horor. Banyak warga yang menyaksikan sesosok pria yang memakai baju serba hitam berkeliaran di hutan sebelah penginapan ini. Pria itu selalu membawa-bawa cerulit di tangannya. Berdasarkan dari cerita para warga di desa ini, sepertinya pria itu salah satu orang yang dulu pernah menginap di penginapan ini. Dulu pernah terjadi sebuah tragedi mengerikan di penginapan ini." Aku meneguk ludah mendengar cerita pria bernama Mark yang sejak tadi hanya diam membisu, kini tiba-tiba saja dia menceritakan sebuah kisah yang menyeramkan.

"Sepasang pengantin baru ketika hendak berbulan madu tersesat di sekitar sini, lalu mereka menemukan penginapan ini dan menginap di sini. Tetapi pengantin wanita tiba-tiba hilang dari kamar ketika si pengantin pria pergi sebentar. Lalu setelah mencari berhari-hari akhirnya si pengantin wanita ditemukan dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Dia ditemukan dalam kondisi bugil tidak memakai sehelai benang pun, dan sepertinya dia dimutilasi karena kepala dan kedua tangannya terpisah dari tubuhnya." Mark bercerita dengan sangat serius sambil menatapku dan Erriol secara bergantian.

"Melihat kondisi istrinya yang sangat mengenaskan itu, sang pengantin pria menjadi gila dan dia mulai meneror desa dengan membunuh satu per satu penduduk desa ini. Dia yakin orang yang telah menculik, memperkosa dan membunuh istrinya merupakan salah satu warga desa ini. Setelah beberapa orang dibunuh oleh si pria itu, warga desa ini pun melaporkannya kepada polisi, tapi hingga saat ini polisi masih belum bisa menemukannya. Walaupun semenjak kedatangan para polisi, tidak terjadi lagi pembunuhan di desa ini, tetapi warga desa percaya si pria itu ... kita panggil saja dia si pria hitam, masih berkeliaran di desa ini untuk menuntut balas. Hal lain semakin membuat kami yakin si pria hitam masih berkeliaran di desa ini setelah salah satu temanku yang bernama Mao, tahun lalu ditemukan tewas di hutan sebelah." Seketika aku terbelalak mendengar ceritanya tersebut.

"Waktu itu kami bertiga ... aku, Mellisa dan Mao kebetulan datang ke desa ini dan menginap di sini, karena kami mendapat tugas dari kampus untuk meneliti sebuah tanaman yang kebetulan berada di hutan dekat penginapan ini. Tetapi pada malam hari Mao menghilang dan keesokan harinya dia ditemukan telah tewas. Sepertinya dia telah diperkosa dan dibunuh di hutan itu."

Mendengar keseluruhan cerita yang diceritakan Mark, membuat tubuhku merinding. Lalu sebuah pertanyaan terlintas di kepalaku. "Lalu kenapa kalian yakin pelakunya adalah si pria hitam?"

"Karena Mao dibunuh dengan banyak bekas luka cerulit di tubuhnya."

Yang menjawab pertanyaanku ini adalah Isabell.

"Kenapa kau tahu? Apakah waktu itu kau juga melihat jasadnya?" Aku kembali bertanya.

"Begitulah. Waktu kejadian itu aku kebetulan sedang menginap di penginapan ini juga. Kau pun juga sama, kan, Jason? Tahun lalu kau juga kebetulan sedang menginap di penginapan ini?"

"Iya, begitulah," jawab Jason.

Itu artinya semua yang terlibat dengan pembunuhan wanita bernama Mao satu tahun lalu, sekarang sedang berkumpul di sini. Lalu kembali terlintas sebuah pertanyaan lagi di kepalaku. "Kenapa sekarang kalian berkumpul di penginapan ini? Aku tidak percaya ini hanya sebuah kebetulan." Aku menatap mereka secara bergantian, penuh curiga.

"Aku yang memintanya." Kali ini Mellisa yang menjawab pertanyaanku. "Sebenarnya aku masih tidak yakin orang yang membunuh Mao adalah si pria hitam, karena menurut para Polisi, si pria hitam pasti sudah tidak ada di desa ini. Karena setelah mencari ke seluruh tempat di desa ini, si pria hitam tidak ditemukan. Itulah sebabnya, aku memanggil mereka semua yang satu tahun lalu ketika tragedi itu terjadi berada di penginapan ini. Aku ingin mereka ikut membantu menyelidiki kejadian ini."

"Seharusnya kau menyewa detektif saja bukannya meminta bantuanku. Aku tidak tertarik untuk menyelidikinya. Jadi, sekarang aku akan kembali ke kamar dan besok aku akan pergi dari tempat ini. Nah, selamat malam semuanya." Setelah mengatakan itu Jason pergi meninggalkan kami. Niat awalku dan Erriol menginap di sini untuk beristirahat, sepertinya kami justru terlibat dengan masalah yang cukup rumit dan ... menyeramkan.