Suara petir terdengar sangat kencang membuat Bryan dan Kalea langsung memutus pandangan matanya.
Hujan semakin deras bahkan angin pun terlihat menyapu hujan membuat siapa pun yang melihatnya pasti ketakutan.
Ada satu payung di mobil Kalea karena jarak dari mobil menuju rumah Bryan tak memakai kanopi.
"Kamu tunggu sebentar," kata Bryan.
Lelaki itu membuka pintu mobilnya lantas ia keluar menggunakan payung dan membuka pintu mobil Kalea.
"Ayo, hujan semakin deres."
Kalea langsung saja turun keduanya berjalan di bawah satu payung membuat jantung Kalea akan turun dari sarangnya.
Bryan mendesis kesal karena Kalea tak merapatkan tubuhnya maka dengan satu tangannya Bryan menarik bahu Kalea dan melangkahkan kakinya dengan cepat.
"Kamu bakalan kehujanan Kalea kalau nggak merapatkan tubuhmu," ucap Bryan.
Jantung Kalea semakin berdetak lebih cepat untungnya kini sudah berada di dekat pintu jadi Kalea bisa menyingkir dari dekat Bryan.
Sikap Kalea yang seperti itu membuat Bryan mengerutkan keningnya Kalea tak seperti PA sebelumnya yang sering menggoda Bryan dengan segala cara, Kalea seperti enggan bersentuhan dengan Bryan.
Petir kembali terdengar suaranya cukup kencang membuat Kalea meringis. "Masuk Kalea kamu mau terus-terusan di luar."
Kalea mengangguk kemudian mengikuti Bryan yang sudah lebih dulu masuk Maria langsung menyambut kedatangan Bryan dan Kalea.
"Maria, tolong buatkan kopi," titah Bryan.
Tanpa harus menyahuti Maria langsung menganggukan kepalanya dan segera menuju dapur.
"Kamu masuk ke kamar Kalea di sana ada beberapa baju kamu, kan?"
"Okay," sahut Kalea.
Bryan segera menuju kamarnya yang berada di lantai dua untuk mengganti baju karena sebagian kemejanya terkena air hujan tadi.
Setelah masuk ke dalam kamar Kalea langsung saja menutup mulutnya sambil berjingkrak-jingkrak.
Bahunya dan bahu Bryan saling menempel tadi bahkan aroma parfum Bryan membuat lutut Kalea lemas sekali.
Bukannya mengganti baju Kalea malah mengetikan pesan kepada Fay untuk menumpahkan segala rasa senangnya hari ini.
[Kalea: Oh god, Bryan dan aku satu payung kebayangkan gimana perasaan aku saat ini.]
Fay yang mendapatkan pesan dari Kalea seperti itu hanya memutar kedua bola matanya malas sekali menanggapi.
[Fay: Kalian emang dimana? Kenapa bisa barengan? Ini udah malam loh jangan bilang?]
[Kalea: Tolong ya otaknya di jaga, besok aku ceritain deh byee.]
Kalea kemudian menuju ke kamar mandi untuk mengganti bajunya karena cuaca sangat dingin Kalea malas sekali untuk mandi.
Suara pintu kamar terdengar ada yang mengetuk beruntung Kalea sudah mengganti bajunya.
Dengan cepat Kalea membuka pintu ternyata Bryan sudah berdiri di depan pintu kamar yang sedang ia tempati.
"Kopinya udah jadi, ayo turun?" ajaknya.
Kalea langsung menganggukan kepalanya kemudian menuruni anak tangga bersama dengan Bryan.
Maria sepertinya sudah beristirahat setelah membuatkan kopi suasana rumah yang memang sepi itu terasa berpenghuni ketika langkah kaki Kalea dan Bryan menyentuh lantai.
"Hujannya makin besar," kata Bryan.
"Hmmmh, kayaknya jalanan juga banjir," sahut Kalea.
"Kamu belum ngantuk, kan?"
"Belum, apalagi sekarang minum kopi aku mana bisa tidur."
Bryan terkekeh pelan seharian ini telinga Kalea terasa aneh mendnegar suara tawa renyah Bryan atau kekehannya.
Darah di tubuhnya terasa berdesir karena membuat seluruh tubuh Kalea meremang jujur saja Kalea menyukai suara tawa khas Bryan yang renyah itu.
Dari tempat keduanya duduk taman terlihat ada beberapa lampu yang menyinari taman tersebut membuat hujan terlihat dengan jelas.
"Kamu ada hubungan apa sama Richard?" tanya Bryan tiba-tiba.
Kalea hampir saja tersedak dengan kopi yang sedang ia minum itu, pertanyaan Bryan membuat Kalea bingung.
"Saya nggak ada hubungan apa-apa sama Richard," sahut Kalea.
"Oh ya, tapi saya lihat kalian dekat?"
Kalea mengerutkan keningnya menatap Bryan otak Kalea kemudian melayang kemana-mana.
Bryan tak mungkin cemburu kepadanya bukan? Sejenak pikiran itu terlintas begitu saja tetapi suara Bryan membuat Kalea langsung mengenyahkan semua pikiran yang melintas itu.
"Saya paling nggak suka kalau kamu lebih dekat dengan Richrad, saya atasan kamu Kalea sementara Richard adalah orang yang selalu bersaing dengan saya," ujar Bryan.
Kalea menganggukan kepalanya paham. "Saya sama Richard memang nggak ada hubungan apapun kalau pun ketika saling menyapa itu bukan membahas soal pekerjaan kok," kata Kalea mencoba menjelaskan karena takut jika Bryan salah paham kepadanya.
Bryan terdiam di dalam hatinya ia merutuki apa yang barusan ia katakan kepada Kalea kenapa juga ia mesti berkata seperti itu? Toh Richard dan Bryan satu perusahaan mereka sama-sama bekerja untuk membuat Sunrise Corp maju.
"Kamu nggak mungkin akan pecat saya karena saya dekat dengan Richard, kan?"
Bryan tertawa mendengar pertanyaan Kalea itu Maria yang sedang di kamar pun langsung saja terkejut mendengar suara Bryan yang terdengar lepas itu.
"Ssssttt, suara kamu bisa bangunin orang sekomplek," tukas Kalea.
Bryan tak peduli sudut matanya bahkan sampai berair karena ia tertawa dengan kencang baru kali ini Bryan bisa tertawa seperti ini.
"Kamu tuh aneh ya Kale," kata Bryan.
"Aneh? Aneh kenapa?"
Bryan menggelengkan kepalanya hujan semakin deras sementara waktu semakin berlalu kopi yang mereka minum pun sudah habis.
"Kamu tidur di sini aja Kalea, ini sudah larut lagian hujan nggak berhenti di jalan juga pasti macet," kata Bryan.
Lelaki itu kemudian bangun dari duduknya mengambil kedua cangkir yang tadi berisi kopi tersebut.
Setelah meletakannya di wastafel Bryan kemudian menghampiri Kalea lagi. "Ayo kita tidur?" ajaknya.
Mata Kalea membulat sempurna ajakan Bryan barusan itu sangat ambigu sekali jujur saja otak Kalea bahkan sampai blank.
Bryan kembali tertawa lagi tapi kali ini tawanya tak sekencang tadi. "Kamu tidur di kamar kamu kalea saya tidur di kamar saya," ucapnya.
Kalea lantas bangun sambil menganggukan kepalanya berusaha untuk terlihat biasa saja walaupun dalam hatinya sudah seperti orang gila.
***
Bryan tersenyum matanya masih belum terpejam entah kenapa hari ini sungguh diluar dugaan.
Ia bisa tertawa lepas ia bisa mengobrol banyak dengan Kalea meskipun topik yang di bahas hanya sedikit tapi menurut Bryan ia bisa mencoba berbicara normal dengan orang lain.
Bryan mengambil ponselnya kemudian mengirimkan sebuah pesan kepada Dokter Rizal ia ingin besok bertemu dan menceritakan tentang hari ini.
Rasanya Bryan tak bisa menyembunyikan hal seperti ini sendirian ia ingin berbagi dengan Dokter yang sudah merawatnya bertahun-tahun.
Tanpa harus menunggu balasan dari Dokter Rizal, Bryan meletakan ponselnya kemudian ia mulai memejamkan matanya.
Ia berharap semoga setiap harinya bisa tersenyum bisa mengungkapkan segala perasaan yang selama ini ia tahan sendirian.
Rasa cemas dan gelisah yang selalu merongrongnya membuat Bryan kesulitan sendiri.
Beberapa detik kemudian Bryan tertidur lelap tanpa mendengar suara ponselnya bergetar.
***
Bersambung