Tin! Tin! Tin!
Bunyi klakson mobil dan motor saling bersautan membuat kepala seorang gadis semakin pusing mendengarnya, bagaimana tidak saat ini ia sedang terjebak macet sedangkan bel masuk akan berbunyi 15 menit lagi.
Jakarta bukan hal yang aneh saat terjadi macet seperti ini, apalagi di saat hari kerja. Pasti sudah tidak asing mendengar kata 'Jakarta macet' bahkan itu sudah seperti makanan sehari-hari bagi penduduk Jakarta. Jakarta merupakan kota terbesar di Indonesia. Jakarta satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta dahulu pernah dikenal dengan beberapa nama di antaranya Sunda Kelapa, Jayakarta, dan Batavia.
Alika memajukan sedikit motornya lalu kembali berhenti, matanya melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, 10 menit lagi. Habislah dia, sedangkan perjalanan menuju sekolah masih cukup jauh. Ia mencoba berpikir bagaimana caranya sampai di sekolah, untung saja Alika berada di pinggir jalan bukan di tengah-tengah kendaraan lain. Mungkin ini keputusan yang tepat untuk meninggalkan motornya dan berlari secepat yang ia bisa.
Alika terus berlari dengan tenaga yang ia punya hingga suara klakson motor menghentikan lariannya.
Alika menatap orang yang baru saja menghentikan motornya.
"Rangga?" gumam Alika saat melihat siapa orang yang mengendarai motor itu
"Naik."
"Eh...eh gak usah, makasih."
"Lo mau telat?" tanyanya ketus
Benar juga yang dikatakan Rangga akhirnya setelah berkecamuk dengan pikirannya Alika memutuskan untuk naik ke motor Rangga, daripada nanti ia semakin telat.
Begitu Alika menaiki motor Rangga dan melaju meninggalkan jalan yang tadi ia lewati, Alika menepuk keningnya, "astaga, motor gue masih di jalan."
"Bego."
Alika membulatkan matanya mendengar ucapan Rangga lalu tangannya terangkat untuk memukul helm yang digunakan Rangga.
"Berani-beraninya lo ngatain gue, baru kenal juga."
Motor Rangga berhenti di depan gerbang SMA Suka Bangsa yang sudah tertutup, mau tak mau mereka harus menerima hukuman. Tak ada jalan lain yang bisa membuat mereka masuk ke kawasan sekolah tanpa diberi hukuman.
"Kalian berdua cepat masuk dan berdiri di lapangan!" teriak pak Heri, guru piket yang bertugas hari ini.
Alika turun dari motor Rangga begitu sampai di parkiran dan berjalan menuju lapangan tanpa menunggu Rangga.
Sedangkan Rangga menggelengkan kepalanya dan mengikuti Alika dari belakang.
Alika dan Rangga sudah berdiri di lapangan menghadap tiang bendera dengan tangan yang membentuk hormat.
"Sama-sama." Ucap Rangga setelah beberapa detik hening di antara mereka.
Alika menatap Rangga bingung, "lo ngomong sama gue?" Rangga mengangguk
"Lo gak ada rasa terima kasihnya sama gue." sinis Rangga tanpa menatap Alika yang saat ini sudah membalikkan badan menjadi menghadap pada dirinya.
"Percuma, gue tetep telat. Kalo tahu kayak gini mendingan tadi gue gak ninggalin motor gue sendirian di jalan."
"Lo yang terlalu pintar." Sindir Rangga
Alika menatap Rangga dengan sinis lalu tangannya kembali membentuk hormat, jaga-jaga takut pak Heri melihatnya.
Jam istirahat berbunyi Alika langsung berjalan menuju kelas dengan langkahnya yang lemas, bagaimana tidak ia diberi hukuman dari jam pertama dimulai sampai bel istirahat berbunyi.
"Yaampun! lo kemana aja?" tanya Chika heboh saat melihat Alika yang baru memasuki kelasnya
"Gue abis dihukum gara-gara telat." Ucap Alika dengan pelan, ia langsung mendaratkan bokongnya disamping Chika.
Alika menatap sekeliling mencari satu sahabatnya lagi, "Angel kemana?"
"Angel sakit."
Alika mengangguk, "yaudah nanti pulang sekolah kita jenguk ya." Chika membentuk tangannya menjadi huruf O menandakan 'okay'
"Lo mau ke kantin gak? atau mau nitip?"
"Nitip aja deh gue capek banget, Kayak biasa ya." Jawab Alika sambil memberikan uangnya pada Chika
Seseorang menepuk bahu Alika dengan pelan, "Lo kenapa?"
Alika mendongak menatap orang yang baru saja menepuk bahunya, "eh Dav, gapapa kok."
Yap orang itu adalah Davi, orang yang bertemu dengan Alika di taman kompleknya waktu sore hari.
Davi duduk di hadapan Alika yang sedang mengelap keringatnya. Ngomong-ngomong tentang Davi, ia sudah kenal dengan Davi sejak SMP. Di SMP mereka cukup dekat dan sampai sekarang pun masih sama, Alika sangat bersyukur masih berteman baik dengan teman-temannya yang dulu. Tidak seperti orang-orang yang rata-rata sudah tidak saling menyapa.
"Kenapa bisa telat?"
"Biasalah Dav, macet. Apalagi coba selain itu,"
"Dan begonya gue malah ninggalin motor gue di pinggir jalan." Lanjutnya dengan sedikit malu karena terlalu bodoh telah melakukan hal yang konyol.
Davi terkekeh dan tangannya bergerak mengacak rambut Alika, "kuncinya lo bawa gak?"
Alika menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "gue tinggalin di sana juga."
"Yaudah nanti pulang gue anterin ke sana ya buat ambil motornya."
"Emang masih ada? kalo ada yang nyuri gimana?"
"Ikhlasin aja." Ucap Davi sekenanya
Alika mendelikan matanya sebal, tak lama Chika datang dengan menenteng makanannya lalu duduk di samping Alika.
"Mau?" tawar Alika pada Davi dan cowok itu hanya membalasnya dengan gelengan kepala
"Eh iya Alika tadi lo di suruh pak Dedi buat ke perpus." Ucap Chika diikuti Davi yang mengangguk membenarkan ucapan Chika.
Alika menghela nafasnya kasar, "pasti buat olimpiade, males banget astagfirulloh."
"Semangat!" seru Chika dan Davi
"Cie barengan, jodoh kali ya." Goda Alika pada keduanya
Saat ini Alika sudah berada di perpustakaan bersama Rangga, mereka sedang mencoba mengerjakan soal kimia yang diberikan oleh pak Dedi. Daritadi hanya Alika yang bertanya sedangkan Rangga tidak ada satu soal pun yang ditanyakan pada Alika, ini Alika yang bodoh atau Rangga yang terlalu pintar.
"Rangga, lo aja ya yang ikut olimpiade. Gue nyerah deh,"
Rangga mengalihkan pandangannya pada Alika dengan alis yang mengerut lalu kembali mengerjakan soalnya.
"Dih gak jawab, males banget temenan sama es." Ketus Alika sambil menaikkan bibirnya sebelah
"Makannya lo usaha lebih keras."
Alika mendumel dan bibirnya terus bergerak seolah seperti meledek Rangga. Rangga sadar dengan kegiatan yang sedang Alika lakukan sekarang, tangannya membungkam mulut Alika yang terus bergerak.
Alika mencoba melepaskan tangan Rangga yang membungkam mulutnya, "bau banget tangan lo!" ucapnya saat tangan Rangga telah terlepas.
"Lo bisa diem? ini perpustakaan bukan pasar." Ucapnya pelan namun tajam
Alika menelan ludahnya susah payah, baru kali ini ia takut pada laki-laki. Mata Alika berusaha untuk menatap lagi soal kimia tapi sesekali ia melirik Rangga yang berada disampingnya.
30 menit sudah Rangga menyelesaikan soalnya, ia membereskan perlengkapan alat tulisnya dan memasukkan ke tas nya yang berada di meja.
"Lo udah beres?" tanya Rangga yang masih fokus membereskan alat tulisnya, merasa tak ada sahutan dari sang empu akhirnya Rangga menatap Alika yang berada di sampingnya yang ternyata sedang tertidur pulas.
"Cantik, tapi sayang gue gak suka."
***