Bakti mulia, Senin 15.30 PM
Albani.
KRIIIING !
"PR nya halaman 35 di kumpul hari kamis ya, selamat siang"
"Siang pak"
Aku berani taruhan, jika jam paling favorite kalian sewaktu sekolah adalah jam pulang sekolah. Kadang dari pagi aku rela menghabiskan waktu untuk menunggu jam ini.
"Jen ntar jam 5 latihan volly ya jangan lupa"
"Iya Sal"
"Jangan lo iket mulu pacar lo, mau tanding ni kita"
"Iya bawel lo kek eyang gue"
"Idih...bodo amat bye"
"Temen kamu pasti pas lahirannya sungsang"
"Kenapa? Kok gitu?"
"Otaknya pindah ke dengkul"
"Haha bodo amat ban bodo amat"
"Mau eskrim dulu?"
"Mau..."
Selain jam kosong, waktu istirahat dan jam pulang sekolah, Jennie adalah salah satu favoriteku di muka bumi, senyumnya, tawanya, cemberutnya dan perhatian kecilnya seperti alunan musik klasik yang menghanyutkan.
"Kamu mau pulang naik pajero sport atau ducati?"
"Ducati yang mana ya moon maap"
"Hehe sama beat maksudnya"
"Sama beat aja biar bisa peluk peluk"
"Silahkan nyonya"
"Sweatnya pacar aku"
.....
"Udah"
.....
"Kok gak jalan-jalan? Jangan bilang bensinnya abis?"
.....
"Bensin motornya ada sih, cuman bensin pilotnya gak ada nih"
"Mau isi dimana capt?, Di pipi kanan? Kiri? Atau jidat?"
"Di sini"
"Bibir?, Tapi ini parkiran sekolah"
"Pesawat boing 2392017 akan siap meluncur, segera berikan pilot ciuman agar pesawat aman sampai tujuan"
"Issh mesum..."
CUP !
"WOKEEEE, dear passanger kencangkan sabuk pengaman anda, serta sandarkan kepala anda ke punggung pilot, agar lebih nyaman."
"Cap kok banyak mau sih"
"Pesawat akan lepas landas, segera turuti kemauan capten nyonya jennie"
"Siap capt"
Hal paling kecil saja bahkan bisa menciptakan kebahagiaan yang luar biasa, tanpa mereka sadari banyak hal yang mampu menorehkan cerita indah. Jalanan yang cukup ramai sore ini, rintik hujan mulai menemani, pelukan dan sentuhan seakan menjadi magnet tak terpisahkan, aku mencintai setiap jengkal yang ada pada dirinya, terima kasih untuk anugrahmu, tuhanku.
"Mau neduh dulu gak?"
"Apa? Gak denger"
"MAU NEDUH DULU GAK? UJANNYA UDAH LUMAYAN DERES LOH"
"GAK USAH, LANJUT AJA NANGGUNG"
"AKU NGEBUT YA, PEGANGAN"
"SIAP CAP"
Pelukan erat melekuk memeluk pinggangku ini merupakan kegiatan paling penting yang tak bisa tergantikan dengan apapun, aku menyukainya, setiap sentuhannya, bahkan dia diampun aku masih tergila-gila padanya.
"Pak buka pintunya"
"Yaampun non, kok hujan hujanan sih, kalau gitu kan saya jemput non"
"Gak papa pak"
"Ini den Bani di andukin dulu kepalanya, bik ambilin handuk buat non Jennie"
"Iya mas Karyo"
"Mama pulang pak?"
"Iya non"
"Trus mama dimana?"
"Dikamar dari tadi gak keluar-keluar"
"Sama papa?"
"Bapak barusan dateng non, mukaknya kek marah"
"Ini non handuk sama teh angetnya"
"Makasi bik, mas karyo pinjemin noban baju dulu ya, kasian ntr pacar aku kedinginan"
"Uluh si enon sewit pisan, yaudah tunggu bentar ya den"
"Iya pak"
"Aku ganti baju dulu ya ban"
"Oke"
Sayup sayup aku mendengar pertengkaran yang entah dengan siapa, sudah biasa, itu jawabannya, aku tidak pernah heran dengan rumah yang selalu bising dengan suara tinggi ini, aku hanya bingung apa mereka lupa, ada hati yang akan mereka sakiti jauh lebih dalam dari kesakitan yang mereka pertengkarkan.
"Kamu selalu saja salahin aku, ini lah itu lah, kamu pikir gampang cari kerja"
"Loh kok kamu malah salahin aku, kerja tu buat orang yang punya pola pikir yang kreatif, gak kek kamu punya restoran satu gak ada perkembangan makin hari makin sepi, kamu bisa kerja gak sih, kamu minta modal buat restoran aku kasih, tapi bukannya untung malah buntung, mau makan apa kita?, Sok sokan suruh aku berenti kerja. Asal kamu tau gaji aku sama untung restoran mie kamu iti masih gedean gaji aku"
"Selalu begitu, cukup ya kamu hargain aku dong sebagai suami kamu"
"Hargain kamu bilang? Kamu tu suami gak ada gunanya tau gak kerjannya nyusahin, gak bantu sama sekali"
.....
Dan bla bla bla lainnya, uang membutakan segalanya, jika rumah tangga serumit itu kenapa mereka memutuskan untuk bersatu terlalu dini tanpa harus belajar bagaimana cara saling memahami?, Jika sudah seperti sekarang siapa yang hendak disalahkan?.
"Aku pergi...."
Langkah penuh emosi itu, pergi menjauh dari pandangan, seakan hujan sudah mengerti bagaimana cara mengairi rasa sakit.
.....
"Siang tante"
"Siang..."
"Mama kapan pulang?"
"Tadi pagi, ini mama juga mau pergi lagi, banyak yang harus mama urus sayang"
"Mama gak bisa lebih lama di rumah?"
"Mama tu sibuk sayang, ngurusin perusahan, kamu tau sekarang mama manager jadi harus ekstra lebih keras lagi, mama harus ngorbanin waktu mama buat itu"
"Termasuk ngorbanin aku ma?"
"Jennie... Kamu ngertiin mama dong sayang, mama tu nyari uang buat kita, kamu kan tau papa kamu gak bisa kita andelin"
"Mama gak bosen nyalahin papa?, Papa juga usaha kan ma nyari uang"
"Mama gak nyalahin papa kamu, buktinya emang gitu"
"Mama lebih sayang uang mama dibanding keluarga mama sendiri? IYA MA?"
"Jennie..."
"Kamu kapan ngerti sih Jen?, Kamu pikir kita bisa hidup layak itu karena siapa? Karena mama kerja banting tulang, dulu pas mama masih ikutin kata papa kamu, apa? Kita hidup melarat, kamu lupa?"
"Aku lebih milih hidup melarat dibanding hidup kaya tapi keluarga aku hancur ma"
"Jennie denger, kamu gak ngerti sama masalah ini, mama akan jelasin sama kamu, tapi please gak sekarang, oke"
"Aku cuman m...
Kringg !
"Iya hallo"
...
"Baik pak saya kesana sekarang"
"Ma..."
"Mama harus pergi"
"Sama pacar mama yang mana lagi?"
"Jennie..."
"Mama bisa gak sih stop untuk duain papa?, Stop buat nyakitin papa, stop jalan sama cowo-cowo mama"
"Apa maksud kamu"
"Mama selingkuhin papa kan?"
"Jennie mama gak ngerti ya"
"Aku liat sendiri ma, bahkan mama ngingkarin janji suci mama sama papa, karena apa ma? Karena uang? IYA?"
PLAK !
"Mama gak pernah ngajarin kamu ngomong gak sopan kayak gitu ya jen"
"Haha...bahkan mama gak pernah ngajarin aku apapun kalau mama lupa"
"Udah jen..udah"
"Lepas ban, biar dia tau keluarga ini hancur karena obsesi dia, biar dia tau betapa tertekannya kita, aku kak raisa dan papa karena sikapnya, AKU MAU DIA SADAR BAN"
"CUKUP JENNIE, KAMU GAK NGERTI JADI JANGAN SOK MENJADI YANG PALING TERSAKITI DI SINI, KARENA SUATU SAAT KAMU BAKAL TAU APA YANG SEBENARNYA TERJADI"
"AKU BENCI SAMA MAMA"
"Ayok kita ke kamar, maafin Jennie tante" ucap Albani canggung.
"Huuuuuuuh, tante pamit Ban, jagain Jennie ya"
"Baik tante"
Dari sekian banyak hal yang aku cintai darinya, tangisannya adalah satu-satunya yang sangat aku benci, aku memang tidak mengerti masalah apa yang sedang terjadi dalam keluarga ini, namun aku cukup paham betapa sakit yang dia pendam selama ini.
"Kenapa harus aku ban?"
"Mau denger cerita gak?"
"Mau"
"Dulu waktu aku kecil, kata eyang aku sering nangis kalau pulang sekolah"
"Kenapa?"
"Aku di bilang anak dalam sumur"
"Kok bisa?"
"Sini dulu kamunya, peluk aku"
"Ih kebiasaan lanjut ceritanya"
"Oke, aku selalu di bully anak dalam sumur sama tetangga aku, dulu waktu aku kecil semua temen aku punya orang tua lengkap, aku tiap hari nangis, tapi eyang selalu bilang, kalau nangis sama marah gak akan balikin orang tua aku, semenjak itu aku berenti marah dan nangis"
"Segampang itu?"
"Gak, siapa bilang gampang, setiap aku lihat foto mereka aku tetep nangis, tapi aku udah gak marah, karena aku sadar walaupun mereka gak pengen aku ada yang penting tuhan masih menitipkan aku di sekililing orang yang menyayangi aku"
"Aku malu sama kamu"
"Kenapa?"
"Aku punya orang tua lengkap, walaupun gak harmonis, masih tetep ngeluh, sementara kamu gak pernah ketemu sama sekali sama mereka, bisa sabar banget kek gini"
"Eyang selalu tanamin di hati aku untuk memaafkan, eyang juga merasa bersalah karena anak satu-satunya eyang malah nelantarin aku anaknya, anak kandungnya"
"Bantu aku ya Ban"
"Untuk?"
"Ikhlas"
"Insyaallah..."
CUP !
"Nakal ya kakak Jennie, cium cium"
"Ampun ban, haha ampun jangan glitik, geli, hahahampun"
.....
.....
.....
"Aku sayang sama kamu jen"
"Aku juga"
"Boleh?"