Selesai membeli barang-barang yang dia perlukan untuk kebutuhan melukisnya, Briel pun kembali melajukan mobilnya ke kediaman Erland.
Sesampainya di kediaman Erland, Briel membunyikan klakson agar petugas keamana membukakan pintu pagar untuknya.
Tak lama petugas keamanan pun mendekati pintu pagar, dan Briel segera menurunkan kaca mobilnya.
"Ya, Nona?" petugas keamanan itu melihat Briel dengan bingung. Namun, sesaat kemudian dia teringat ucapan seniornya, yaitu Suryoto yang semalam mengatakan ketika mereka bergantian berjaga bahwa ada seorang wanita penghuni baru yang akan tinggal di kediaman Erland.
"Ya, tolong bukakan pintu, ya," ucap Briel.
Petugas keamanan yang juga adalah teman Suryoto itupun bergegas menyeret pintu pagar hingga sepenuhnya terbuka dan mobil Briel pun mulai memasuki area pekarangan kediaman Erland.
Briel memarkirkan mobilnya tepat di samping mobil Erland yang terparkir. Setelah itu, dia meminta petugas keamanan untuk membantunya membawakan semua barang-barang yang ada di mobilnya ke lantai atas tepatnya ke kamar Erland. Sementara itu, Briel membawa barang yang sanggup dia bawa dengan tangannya.
Briel sampai di kamar, dia meletakan semua barangnya di lantai di dekat sofa. Selang beberapa saat, masuklah petugas kemanan dan meletakan barang-barang Briel yang dia bawa di dekat barang-barang Briel yang sudah ada di lantai.
"Terima kasih, ya. Oh, ya. Hari ini, Saya akan sibuk, tolong katakan pada yang lain, yang ada di rumah ini agar jangan mengganggu Saya, oke," ucap Briel.
"Baik, Nona," ucap petugas keamanan dan bergegas keluar dari kamar Briel.
Briel pun bergegas mengunci pintu kamar. Sementara itu, di luar kamar petugas keamanan terlihat keheranan. Entah apa yang akan wanita itu lakukan di kamar tuannya. Mungkinkah wanita itu akan mengacaukan kamar tuannya? Oh, tidak. Jangan sampai hal itu terjadi. Sudah jelas dia bisa ikut di salahkan karena sebelumnya Suryoto juga mengatakan bahwa tuannya meminta agar dirinya mengawasi wanita itu agar tak mengacau di kediaman tuannya.
Memberitahukan informasi apapun kepada sesama petugas keamanan yang akan bertugas memang wajib dilakukan, itu semua dilakukan agar tak sampai terjadi miss communication.
Sementara itu di kamar, Briel bergegas membuka seluruh jendela kamar. Dia mulai menyiapkan semua alat tempur yang akan dia gunakan saat ini. Namun, ketika selesai menyiapkan semua peralatan yang dia perlukan, dia melihat ke arah dinding yang tepat berhadapan dengan posisi kepala tempat tidur yang mana ketika dirinya tidur di atas tempat tidur kemudian dapat melihat langsung ke arah dinding besar di hadapannya yang berada di jarak yang cukup jauh.
Di dinding itu terdapat sebuah lukisan abstrak cukup besar dan Briel tahu itu karya pelukis legendaris yang salah satunya adalah pelukis yang dia kagumi. Briel pun menyadari lukisan itu mahal tetapi lukisan itu cukup tua dan berusia mencapai puluhan tahun. Pasalnya, terdapat tanggal dan tahun pembuatannya di mana di bawah lukisan itu tertulis bahwa lukisan itu di buat pada tahun 1992. Lumayan cukup berumur untuk usia sebuah lukisan.
Briel memikirkan sesuatu, dia terpikir untuk memindahkan lukisan itu tapi ke mana dia akan memindahkan lukisan itu? Pasalnya, sang empunya lukisan pasti akan marah jika dia menyimpan lukisan itu dan tak memasangnya dengan benar.
Briel melihat dinding di sekitar ruangan itu. Ada sebuah dinding yang Briel yakini ruangnya cukup untuk meletakan lukisan yang berukuran cukup besar itu. Namun, dia akan kesulitan memindahkan lukisan itu sendirian.
'Haruskah aku meminta bantuan orang rumah?' gumam Briel seraya berpikir sejenak.
Briel akhirnya memutuskan untuk meminta bantuan pada petugas keamanan tadi karena dialah yang pria di kediaman itu. Biasanya, petugas keamanan itu akan berjaga secara bergantian dengan Suryoto.
Briel keluar dari kamar, dia menghampiri petugas keamanan tadi ke pos keamanan.
Sesampainya di pos keamanan, Briel melihat petugas kemanan itu tengah menyesap kopinya. Terlihat dirinya begitu menikmatinya.
"Ehem!"
Briel berdehem membuat petugas kemanan itu segera melihat ke arah Briel.
"Hai, siapa namamu?" tanya Briel.
"Saya? Ini, Nona. Saya Sammy," ucap petugas keamanan itu seraya menunjukan nametag yang terpasang di dada sebelah kirinya.
Briel melihat wajah petugas keamanan bernama Sammy tersebut.
'Uh, itu terlalu keren untuk seorang petugas keamanan,' batin Briel seraya terkekeh.
Sammy yang melihat nonanya itu terkekeh tak jelas pun merasa binging dibuatnya.
"Ada apa, Nona? Apa Ada yang Nona butuhkan?" tanya Sammy.
"Ya, tolong ikut ke kamar sebentar!" ajak Briel.
"Apa?" Sammy sedikit syok, ada apa nonanya itu mengajaknya ke kamar? Pikir Sammy.
"Kenapa? Saya ingin minta tolong, ada barang yang harus dipindahkan di kamar. Saya tak bisa melakukannya sendiri," ucap Briel.
"Oh, begitu," ucap Sammy seraya menghela napas lega.
'Pikiranku!' gumam Sammy di tengah langkahnya yang mulai mengikuti Briel masuk ke dalam rumah.
Sesampainya di kamar, Sammy melihat sekliling. Apa yang akan nonanya itu pindahkan? Pikir Sammy.
"Jadi, barang apa yang harus Saya pindahkan, Nona?" tanya Sammy.
"Itu!" Briel menunjuk ke arah lukisan yang rencananya akan dia pindahkan tadi.
"Lukisan itu? Tapi, mengapa? Apa Tuan Erland tahu akan hal ini? Anda sudah bicara padanya?" tanya Sammy.
"Saya akan menyimpan sesuatu di dinding, dan lukisan itu harus dipindahkan. Oh, ya. Pindahkan ke dinding sana! Si monster itu takan marah, tenang saja," ucap Briel seraya menunjuk ke dinding yang dia lihat sebelumnya yang menurutnya memiliki ruang yang cukup memajang lukisan milik Erland.
"Hem... Baiklah," ucap Sammy dan menurunkan lukisan tersebut.
"Nona, paku ini harus dipindahkan juga, atau Nona memiliki paku yang lain?" tanya Sammy.
"Sebentar," ucap Briel dan mengambil paku yang memang dikhususkan untuk dinding yang keras. Dia memilikinya, apa yang dia tak miliki? Dia menyiapkan paku itupun jika sewaktu-waktu dirinya membutuhkannya. Dia mengambil paku tersebut dari dalam tas peralatan melukisnya.
Setelah itu, Briel memberikan paku tersebut pada Sammy.
Selagi Sammy bersiap untuk memasang paku tersebut, Briel menggeser sebuah bupet di dinding yang sebelumnya berada di bawah lukisa milik Erland tadi. Dia menggesernya agar membuatnya leluasa ketika melancarakan aksinya.
Beberapa menit berlalu, Sammy sudah selesai memasang lukisan. Dia berbalik dan melihat ke arah Briel.
"Saya sudah selesai, Nona," ucap Sammy.
"Ya, terima kasih. Sekarang, tolong jauhkan bupet ini. Ke sana saja!" ucap Briel seraya menunjuk ke samping tempat tidur.
Sammy terdiam sesaat, dia kembali di buat bingung. Apa Briel akan merombak kamar tuannya itu?
"Maaf, Nona. Sebenarnya, apa yang akan Nona lakukan?" tanya Sammy.
"Hem... Saya akan melukis wajah penyanyi favorit Saya di dinding besar ini," ucap Briel seraya tersenyum.
"Apa?" Sammy memekik, dia terkejut setengah mati mendengar apa yang Briel katakan.
"Kenapa?" tanya Briel bingung.
"Maaf, Nona. Sebaiknya jangan lakukan, atau tuan Erland akan marah pada Nona," ucap Sammy.
"Hem... Si monster itu marah? Memangnya, apa yang bisa dia lakukan? Jika dia marah, dan benar-benar berubah menjadi monster, dia takan bisa mengalahkan Saya, sang Dewi Yunani," ucap Briel seraya terkekeh bangga.
Bukannya merasa ingin ikut terkekeh, Sammy justru mengusap wajahnya.
'Wanita ini benar-benar,' batin Sammy.