'Apa maksudnya? Apa selama ini Jenny berpikir aku penyuka sesama jenis? Astaga, apa yang salah dengan pertemanan kami yang sudah terjalin lama ini?' batin Briel syok.
Briel menutup wajahnya. Dia tak habis pikir pada pemikiran Jenny.
Ha-ha-ha...
Briel tertawa keras membuat Jenny terkejut. Jenny lantas menyentuh dahi Briel.
"Briel, tenanglah. Aku di sini. Kamu akan baik-baik saja," ucap Jenny panik.
"Apa yang kamu katakan? Astaga! Aku tidak kesurupan," ucap Briel seraya masih tertawa keras hingga beberapa pengunjung di sana melihat ke arah Briel.
"Kamu tiba-tiba tertawa keras, membuatku takut. Aku pikir kamu kesurupan jin," ucap Jenny.
Briel memegang perutnya. Astaga, dia benar-benar tak tahan dan ingin segera buang air kecil.
"Jenn, aku akan ke toilet sebentar. Aku tak tahan ingin buang air," ucap Briel dan bergegas bangun dari duduknya. Briel berlari mencari toilet di restoran. Setelah mendapatkannya dia pun bergegas masuk ke toilet perempuan.
"Ah!" Briel bernapas lega ketika dirinya sudah berhasil buang air kecil. Dia teringat ucapan Jenny, yang lebih menggelikan Jenny justru menganggapnya kesurupan saat tiba-tiba tertawa tadi.
'Dia memang temanku, hi-hi-hi...' Briel terkekeh lagi, dia sungguh merasa gemas pada Jenny.
Briel keluar dari toilet begitu selesai membuang air kecil. Dia tak sengaja menabrak seseorang yang tiba-tiba saja melintas ke arahnya.
"Sorry," ucap Briel seraya mendongak orang ke arah orang itu.
Orang itu terperangah melihat Briel.
Plak!
Brak!
Tubuh Briel terempas hingga menabrak pintu toilet ketika orang itu tiba-tiba saja melayangkan tamparan ke pipi Briel. Briel tentu saja tak siap menerima serangan yang menghantamnya dengan tiba-tiba bahkan terlalu cepat.
"Apa yang kamu lakukan? Apa kamu sudah gila? Kenapa menamparku?" pekik Briel seraya menatap nyalang orang itu yang tak lain adalah seorang wanita.
Briel benar-benar geram, siapa wanita itu? Berani sekali dia menampar Briel.
Wanita itu mendekati Briel, dia menatap Briel dengan tajam. Briel tersentak, dia ingat siapa wanita itu sekarang.
Plak!
Briel membalas melayangkan tamparan ke wajah wanita itu ketika wanita itu sudah amat dekat dengannya.
"Beraninya kamu menamparku!" pekik wanita itu.
Briel tersenyum sengit. Dia mendorong tubuh wanita itu hingga wanita itu yang saat ini tengah memakai heels pun kehilangan keseimbangan dan terjengkang ke lantai. Briel berjongkok, dia menarik rambut wanita itu hingga wajah wanita itu mendongak.
"Hei, lepaskan aku!" pekik wanita itu.
"Beraninya menamparku, kamu pikir aku tak berani membalasmu, ha?" geram Briel.
Briel mendorong kepala wanita itu, dia kembali berdiri dan menatap nyalang wanita itu.
"Kita bahkan tak saling kenal, tapi kamu justru menyerangku! Jika kamu memiliki masalah, selesaikan dengan si monster itu! Jangan menyerangku, sialan! Aku bahkan tak tahu apapun antara kalian!" geram Briel.
Wanita itu menggeram, dia segera bangun dan menatap Briel dengan nyalang.
"Minggir!"
Bugh!
Briel menarik tubuh wanita itu ke samping hingga tubuh wanita itu menabrak pintu toilet.
Setelah itu, Briel pun melenggang keluar dari toilet.
'Dia sudah gila, dia menyerangku sesama wanita hanya karena pria bajingan itu!' gerutu Briel di tengah langkahnya untuk kembali menghampiri Jenny.
Sesampainya di meja, Briel menarik kursinya dan duduk dengan kesal.
"Ada apa, Briel? Wajahmu mendadak kusut sekali, apa kamu melihat sesuatu di toilet?" tanya Jenny.
Briel mengangguk seraya menggembungkan pipinya.
"Melihat apa? Katakan padaku!" ucap Jenny antusias seraya memajukan wajahnya ke arah wajah Briel.
"Hantu," sahut Briel asal.
"What? Benarkah? Jadi, kamu benar-benar melihatnya?" tanya Jenny.
Briel mengangguk.
Jenny memperhatikan wajah Briel, rasanya ada yang aneh dengan wajah Briel.
"Pipimu kenapa, Briel?" tanya Jenny.
Briel mengerutkan dahinya, dia mengambil cermin kecil di tasnya dan bergegas memeriksa pipinya.
Briel terperangah melihat pipinya begitu merah di mana di sana juga ada bekas jari-jari tangan terlihat.
'Oh, astaga. Sampai seperti ini pipiku. Wanita itu benar-benar gila,' batin Briel geram.
"Briel, kamu kenapa lagi?" tanya Jenny seraya menusuk-nusuk pipi Briel dengan jari telunjuknya.
Briel dan Jenny tersadar saat ada seseorang yang melintas di meja mereka dan melihat ke arah mereka. Tatapan orang itu tampak aneh ketika melihat Briel dan Jenny bergantian.
"Ada apa dengannya?" tanya Jenny dengan nada bicara pelan seakan tengah berbisik.
"Dia mungkin mengira kita ini pasangan," ucap Briel.
"Ha? Maksudnya bagaimana?" tanya Jenny bingung.
"Maksudnya, aku adalah kekasihmu. Ya, dia mengira kita berpacaran, maybe," ucap Briel.
Jenny terperangah, sontak dia menutup mulutnya.
"Gila, apa benar itu yang di pikirkan oleh orang tadi?" tanya Jenny.
"Mungkin saja, kita begitu dekat," ucap Briel.
"Astaga," Jenny bergegas duduk kembali. Dia menepuk dahinya. Parah sekali jika memang ada yang berpikir seperti itu.
"Sudahlah, jangan di pikirkan." Briel terkekeh melihat ekspresi Jenny, dia begitu heran pada temannya itu yang justru memikirkan hal tak penting seperti itu.
Tak lama pesanan makanan datang, kedua gadis itupun menyantap makanan mereka masing-masing.
Setelah itu, Briel dan Jenny meninggalkan restoran. Keduanya kembali ke kediaman masing-masing.
***
Mobil Briel sampai di kediaman Erland. Dia bergegas turun dari mobil dan mulai memasuki kediaman Erland.
Saat Briel akan pergi menuju tangga, Briel mencium aroma harum masakan. Dia mengabaikan aroma itu dan bergegas menuju kamar.
Sesampainya di kamar, Briel melihat Leli tengah mengganti bed cover tempat tidur.
Leli yang menyadari kedatangan Briel lantas melihat Briel.
"Anda susah pulang, Nona? Ngomong-ngomong, Anda dari mana saja Nona?" tanya Leli.
Briel duduk di sofa, dia menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. Tangannya menyentuh pipinya yang kembali terasa perih. Sakitnya bekas tamparan itu seakan masih melekat di sana.
"Tempat melukis," sahut Briel.
"Oh, begitu. Apa Anda ingin makan, Nona?" tanya Leli.
"Tidak, terima kasih. Saya ingin tidur," ucap Briel lelah.
"Baiklah, tempat tidurnya sudah siap. Selamat beristirahat, Nona," ucap Leli dan bergegas keluar dari kamar.
Briel beranjak dari sofa, dia baru tersadar ketika melihat setiap sudut ruangan di kamar itu yang terlihat lebih rapi dan bersih dari sebelumnya.
Briel pun naik ke tempat tidur dan benar-benar terlelap.
***
Petang hari.
Briel mengerjapkan matanya, sebelum akhirnya dia membuka matanya dengan lebar dan rasanya melihat sosok tinggi di hadapannya.
Sesaat kemudian, Briel menutup matanya kembali.
'Sepertinya, aku tidur terlalu lama,' gumam Briel dan merubah posisinya menjadi duduk.
Briel kembali melihat ke arah sosok itu yang semakin mendekatinya. Briel repleks menyentuh bagian yang terlihat seperti wajah seseorang.
"Jelaskan semua ini!"
Briel terperanjat, dia sontak menjauhi sosok itu yang terlihat begitu menyeramkan di matanya. Kenapa sosok itu terlihat nyata? Pikir Briel.
"Tolong! Tolong bangunkan aku dari mimpi burukku!" teriak Briel begitu keras.
Sosok yang Briel lihat tadi membungkam mulut Briel dengan telapak tangannya. Briel terus tak bisa diam mengakibatkan sosok itu terjatuh mendindih tubuh Briel.
"Ah, ah... Apa yang kamu lakukan?" teriak Briel dengan suaranya yang terdengar terputus-putus.
"Ada apa, Non... Aaaaaaa... Maafkan kami!" pekik Leli dan Sammy yang baru saja memasuki kamar dan melihat sesuatu yang begitu membuat keduanya syok. Keduanya pun lari menuju pintu dan keluar dari kamar.
Brak!
Lely tak sengaja menutup pintu dengan keras.
"Hei, tak bisakah kalian bekerja dengan benar!" teriak sosok yang Briel lihat begitu menyeramkan tadi.