Chereads / EXIT HUMANITY / Chapter 7 - Travel Out

Chapter 7 - Travel Out

Pagi hari Jazz kembali dari atas dengan wajah geram.

"Semua solar yang kita miliki bocor dan empat drum kosong total!" raungnya kesal.

"Hah?" Milen merasakan ini seperti menuju harapan yang menipis.

"Kita harus mencari solar tambahan dan itu tidak mungkin," ucap Jazz setengah kalut.

"Bagaimana dengan solar sistem?" tanya Milen.

"Wisnu belum sempat menyelesaikan program instalasi dan nggak bisa lanjut tanpa bantuan listrik. Semua aliran mati total, generator kehabisan bahan bakar," sahut Jazz lemah.

Empat bulan sudah mereka mencoba bertahan dan semua sia-sia tampak tanpa perbaikan situasi.

"Kita harus kembali ke atas dan mencoba bertahan di rumah," ucap Jazz. Milen terdiam. Rumah terlalu banyak celah untuk zombie bisa mencapai mereka.

"Kita kembali ke atas. Tapi bagaimana dengan persediaan air?" tanya Milen. Jazz menggelengkan kepala.

"Aku akan periksa. Nu, loe bisa siapin semua peralatan untuk masuk ke mobil? Jika sesuatu terjadi, kita bisa kabur secepatnya," pinta Jazz. Wisnu mengiyakan dan mereka segera melakukan tugas masing-masing.

***

Dua hari kemudian Wisnu kembali dari supermarket dengan wajah panik. Jazz menyusul dari belakang dan bahunya tampak terluka. Milen memekik dengan ekspresi syok.

"Jazz …," desis Milen pucat.

"Kalian harus mengurung aku di bunker," pinta Jazz.

"Kamu bilang kapsul itu membuatmu mendapat antibodi yang kuat!" tolak Milen dengan histeris.

"Kita tidak pernah mengalami ini, Mil! Aku nggak mau mencelakakan kalian dengan resiko berbahaya, terutama pada Zee!" bentak Jazz dengan wajah berkeringat. Pemuda itu melangkah masuk ke gudang diikuti Wisnu dan Milen.

"Jazz ...," panggil Milen masih ragu.

"Kurung aku di bunker!" perintah Jazz dengan tegas. Milen mengangguk dan mendorong tubuh Jazz sekuatnya masuk ke dalam bunker dan Wisnu menutup dengan cepat.

***

Hampir selama sepuluh jam, Milen dan Wisnu dalam situasi tegang. Ada langkah kaki pelan menuju mereka dari belakang rumah. Milen menarik senapan dan mengambil posisi membidik. Wisnu mengambil posisi yang sama. Zee sudah dalam situasi aman dalam kamar Jazz.

Jazz muncul dengan wajah agak pucat namun bibir merahnya tampak masih segar. Milen dan WIsnu bernapas lega.

"Lukaku sembuh dalam waktu sepuluh jam," cetus Jazz sambil membuka kaos. Tubuhnya yang kekar dan berotot bersih dari luka. Gigitan di pundaknya tidak berbekas sedikit pun. Mulut Milen dan Wisnu terbuka.

"Bagaimana mungkin?" gumam Wisnu tidak percaya.

"Gue nggak tau, tapi yang pasti, kita harus cari papaku. Dia jawaban dari semua ini," sahut Jazz.

"Jika kapsul yang ayahku temukan bisa diproduksi dalam jumlah banyak, maka orang-orang tersebut bisa selamat," sambung Jazz.

"Dia benar. Kita harus segera bertindak dan mencari kemungkinan yang terbaik, sekalipun harus menempuh resiko," timpal Milen kini setuju. Jazz menatap gadis yang memilih memangkas pendek rambutnya tersebut. Milen memang manis dan menawan walau tanpa rambut tergerai.

"Aku menemukan setengah drum solar di gudang. Cukup untuk mengerjakan rencanaku demi menyulap mobil lebih aman dari serangan zombie," ucap Jazz kemudian.

"Gue tahu yang kau maksud. Gue siapin las dan nyari besi buat perisai," sambut Wisnu antusias. Semua sepakat untuk mencari ayah Jazz demi mencari jawaban dari semua ini.

***

Selama dua hari penuh, Wisnu dan Jazz mengerjakan perisai mobil dengan menggunakan terali besi panggangan oven. Jazz juga melepas besi pagar untuk perisai depan dan belakang mobil. Seluruh kaca terlindungi hingga ke atap. Wisnu bahkan memiliki ide untuk melapisi body mobil dengan tambahan perisai supaya zombie tidak bisa mencapai mereka dengan mudah. Mobil SUV mahal dengan horse-power 235 tersebut berubah menjadi mobil dengan tingkat keamanan paling tinggi. Jazz memasukkan enam jerigen bensin untuk cadangan.

"Sinting! Itu mobil milyaran kalian rusak dengan gampang. Ckckck …," decak Milen. Jazz tertawa keras.

"Untung papa nggak ada. Kalo dia di sini, bisa di kirim rudal gue," timpal Jazz geli. Mobil itu adalah mobil kesayangan ayahnya.

"Ini masterpiece kita bro!" seru Wisnu puas. Ada satelit yang Wisnu pasang di atap dan dilindungi bracket supaya tidak tersentu oleh terjangan apapun.

"Sempurna!" puji Jazz puas.

"Aku siap masukin semua barang nih!" balas Milen mulai membawa koper. Wisnu membuka pintu dan Milen tercengang. Mobil SUV tersebut memang luas. Tapi Milen tidak menyangka jika kedua pria sudah mengubah menjadi tempat yang cukup nyaman untuk perjalanan mereka. Wisnu menciptakan tempat duduk yang bisa berubah menjadi tempat tidur. Pintu bagasi belakang terpasang meja lipat yang bisa Milen gunakan untuk tempat memasak. Ini benar-benar sempurna!

"Bagasi bisa kamu letakkan di atas," terang Wisnu. Milen menaiki tangga menuju atap mobil dengan lincah.

"Kita bisa jadi ikonik traveler!" seru Milen semangat. Baru saja semua selesai membereskan persiapan, tampak dari depan berduyun-duyun zombie berjalan ke arah mereka. Pagar depan sudah Jazz potong menjadi bagian perisai mobil. para zombie masuk ke halaman tanpa penghalang.

"Ambil Zee!" teriak Jazz. Wisnu berlari masuk dan menyambar tubuh Zee. Milen mengunci kembali bracket di atas atap mobil dan turun. Semua masuk mobil dengan tergesa.

"Bahan makanan belum masuk," keluh Milen kesal.

"Kita cari di jalan," ucap Jazz tidak ingin satupun dari mereka keluar lagi.

Mesin mobil meraung saat Jazz menginjak pedalnya. SUV kemudian melaju kencang dan menggilas tubuh zombie tanpa ampun lagi! Perjalanan menuju dunia luar telah mereka mulai. Milen memeluk Zee kuat-kuat. Sabuk pengaman yang terpasang tidak membuatnya duduk tenang karena Jazz sibuk menghindari zombie.

Hampir setengah kilometer jalanan penuh dengan zombie yang berjalan dengan gerakan agresif.

"Mereka sepertinya bermutasi dengan cepat. Gerakan terakhir zombie yang menyerang loe tidak secepat mereka," cetus Wisnu dengan terhenyak.

"Jangan heran jika mungkin mereka sepintar kita nantinya," sahut Jazz dengan wajah muram.

"Empat bulan dan mereka berkembang lebih agresif, bahkan gerakan mereka sangat cepat. Jika dalam waktu tiga bulan kita tidak menemukan ayahmu, mungkin kita akan menghadapi monster tangguh yang bisa mengatur strategi untuk menjebak kita," imbuh Milen dengan miris. Bayangan akan revolusi zombie yang sangat pesat membuat nyali sedikit menciut.

"Gue nggak akan mundur kali ini. Ini tujuan hidup yang mungkin bisa bikin gue lebih berguna," ujar Wisnu dengan mata menerawang. Jazz masih fokus menatap jalanan. Mereka memasuki tol dan Jazz mempercepat lajunya. Tidak ada satupun mobil yang melintas. Jalanan benar-benar sepi. Mereka seperti memasuki kota mati yang menyerupai situasi di film produksi Hollywood yang pernah mereka tonton.

"Siapa yang pernah nonton walking of the dead?" tanya Milen. Wisnu dan Jazz mengacungkan tangan serentak. "Aku pikir kita adalah pemeran utama dalam film itu," sambungnya.

"Zee jadi jagoannya," imbuh Jazz. Balita itu tertawa saat namanya disebut. Zee benar-benar menyayangi dan menganggap Jazz seperti pahlawan paling hebat.

"Zee mau nonton kartun?" tanya Wisnu.

"Mau mauu …," jawabnya senang. Wisnu menekan sebuah tombol dan dari langit-langit mobil, turun televisi datar yang tadinya menempel rapat di atas. Wisnu mengangsurkan remot pada Milen. Selanjutnya suara dari film kartun terdengar dan Zee menirukan dengan ceria. Mobil terus melaju namun dengan kecepatan sedikit melambat. Beberapa truk besar menghalangi jalur mereka. Jazz harus berhati-hati mencari celah.

Ada tawa yang bisa mereka nikmati hari itu. Kebersamaan selama tragedi mengerikan menyatukan mereka seperti keluarga. Ucapan syukur memang tidak terucap, namun masing-masing saling memberikan tatapan yang menyiratkan harapan bahwa Tuhan pasti akan menolong. Itu lebih berharga dari ucapan doa manapun.