Chereads / EXIT HUMANITY / Chapter 13 - The Reunion

Chapter 13 - The Reunion

Ranger meninggalkan markas di Ambarawa dengan merekrut satu anggota baru, Kalen. Zee terlihat menyukai remaja itu. Keduanya dekat dan Zee tidak segan-segan meminta Kalen untuk menemani dirinya menonton kartun.

Perjalanan mereka banyak menemui kendala. Beberapa kali Ranger kesulitan mendapatkan suplai bensin. Hari itu Jazz tampak resah karena meteran di depan kemudinya tinggal satu garis.

"Kita harus cari pom bensin," ucap Jazz memberi isyarat Wisnu untuk menemukan lokasi terdekat.

Wisnu dengan sigap mengaktifkan lokasi denah wilayah. Setelah beberapa saat mencoba menemukan dan tanpa hasil, akhirnya Wisnu mengaktifkan drone.

"Kita berhenti dulu," saran Milen. Jazz menyetujui dan mencari lokasi paling aman dan nyaman untuk mereka menepi.

"Kita harus mematikan mesin dan membuka jendela," terang Jazz yang ingin menghemat pemakaian bensin mereka.

"Padahal tinggal dua jam lagi kita sampai Jakarta," keluh Wisnu kesal.

"Aku akan patroli, Kalen kamu ikut," ajak Jazz. Remaja yang tampak tangkas menggunakan senjata tersebut mengiyakan dengan semangat. Setelah beberapa hari melakukan perjalanan, Kalen terlihat membuktikan diri mampu bertempur dengan baik.

Keduanya berjalan ke sekitar lokasi mereka parkir. Suasana tampak sepi dan tidak ada kehidupan. Hanya anjing liar dan kucing yang saling berkejaran. Perkembangan biakan tikus juga terlihat merajalela. Binatang pengerat tersebut menjadi hama yang menguasai beberapa gedung terbengkalai.

Jazz memberi isyarat pada Kalen untuk melindungi dirinya saat memasuki gedung pertokoan. Kalen naik ke atas tembok dengan lincah dan bersiap dengan senapan snipernya. Jazz terkesan dengan skill parkour Kalen. Parkour atau seni ketangkasan tubuh adalah kemampuan melewati rintangan dengan efisien dan secepat-cepatnya, menggunakan prinsip kemampuan badan manusia. Contohnya menaiki tembok dengan cepat.

"Aman!" seru Kalen. Jazz masuk dan Kalen menyusul dengan sigap. Tubuhnya meloncat dari ketinggian sekitar dua meter dan berlari masuk. Remaja itu mendahului Jazz dan menyusuri seluruh jajaran rak.

"Kita bisa ambil stok baju dari sini," ucap Jazz. Kalen menurunkan senjatanya dan terlihat bersantai ketika semua aman.

"Ambil tas pakaian itu, Kal. Kita shopping!" seru Jazz mengedipkan mata. Kalen tertawa dan memilih baju-baju dengan cepat.

Mendadak terdengar suara gedebum yang cukup keras. Jazz dan Kalen sontak siaga. Dua moncong senjata teracung dan Kalen merapat berdampingan dengan Jazz menunggu siapa yang datang. Desisan liar terdengar dan mereka yakin jika kali ini zombie yang dihadapi adalah jenis yang paling liar.

Berpuluh-puluh zombie menyerbu dengan ganas dan berlari ke arah mereka.

Jazz dan Kalen tidak menyangka akan menghadapi lebih dari sepuluh monster sekaligus. Mereka terlihat bergerak cepat dan buas.

"Boss, kita keluar!" seru Kalen yang melihat peluru keduanya makin menipis. Jazz melihat Kalen membawa granat di tangan.

"Dapat dari mana?" tanya Jazz takjub. Kalen mengedipkan mata dengan senyum jahil

"Brilian!" balas Jazz. Dia tahu, Kalen mengambil dari persediaan tentara di Ambarawa. Keduanya berlari secepatnya menuju luar gedung, sementara Kalen menarik pengaman granat dengan giginya dan melempar ke belakang. Tubuh zombie yang terkena ledakan berhamburan menjadi serpihan daging busuk yang berbau anyir. Milen membuka pintu mobil dengan sigap.

"Mereka akan menuju ke sini saat mendengar ledakan, kita harus pergi secepatnya!" seru Jazz.

"Ada bensin dalam jarak satu kilometer dari sini, kita ambil belokan kedua di depan!" kata Wisnu masih berkutat dengan laptopnya.

"Semoga cukup," harap Milen cemas. Zombie berdatangan dari segala arah dan mengejar mereka. Zee sangat jengkel melihat monster yang tercetak dalam otak kecilnya sebagai makhluk yang harus mereka musnahkan.

Ranger terus melaju dengan kecepatan stabil dan mengambil belokan kedua. Indikasi bensin berkedip merah. Dalam hati masing-masing berdoa semoga bisa mencapai tempat dengan tepat.

"Di sana!" seru Wisnu menunjuk ke arah pom bensin. Jazz membelokkan mobil dan memasuki area tersebut. Milen meraih senjatanya sementara Kalen mengisi peluru pada senapan Jazz dan miliknya.

Betapa menyebalkan setiap keluar mereka harus memastikan tempat tersebut aman terlebih dahulu. Wisnu keluar dan meraih selang bensin serta mencoba mengisi.

"Sial!" umpat Wisnu. Jazz menoleh.

"Kosong!" seru Wisnu. Kalen memeriksa tiap drum dan tiga selang lainnya. Nihil.

"Mati kita!" keluh Milen mulai panik. Jazz meninju tembok hingga hancur berantakan. Semua terkesiap.

"Kekuatanmu bertambah jazz," desis Wisnu terpana. Jazz mencoba mengatur napas dan tidak peduli.

"Tidak ada yang berguna dari kekuatanku sekarang! Kita nggak mungkin mencapai Jakarta dan tempat ini bukan perlindungan yang aman!" teriak Jazz emosi.

"Nggak ada pilihan, kita harus mencari tempat untuk bermalam," sambar Milen.

"Aku akan periksa atas!" timpal Kalen dan meloncat serta merayap ke atas bangunan pom bensin untuk melihat lebih jelas. Wisnu jalan terpincang menuju bangunan yang tidak begitu besar di pom bensin tersebut.

"Kurasa di sini lumayan aman. Nggak ada dinding kaca dan semua tembok!" serunya. Entah ruangan apa, tapi cukup aman untuk mereka jadikan tempat perlindungan sementara. Milen menggendong Zee dan mulai memasukkan barang-barang ke dalam. Wisnu membantu sebisanya. Sesekali ia meringis karena cedera di lututnya terasa ngilu.

Tiba-tiba Kalen berteriak.

"Masuk cepat! Ada gerombolan zombie bergerak ke sini!"

Sontak semua kalang kabut dan menyambar sisa barang sebisanya.

Tidak berapa lama, setelah semua berada di dalam, berduyun-duyun monster memasuki halaman pom bensin dan mencari dengan mata nanar. Wisnu mengintip di balik celah pintu.

"Aku tidak tahu jika mereka bisa mencium bau manusia. Kupikir indera tubuh manusia mereka sudah mati," bisik Wisnu lirih. Jazz bergantian mengintip dan membenarkan ucapan Wisnu.

"Pakai baju berlapis untuk menghilangkan bau kita," pinta Jazz pelan. Semua mengikuti ucapan Jazz dan memakai pakaian dengan gerakan sepelan mungkin. Makhluk itu masih mengitari sekitar gedung dan mengendus seperti binatang yang mencoba mencari jejak mangsa mereka.

Tidak ada yang berani bergerak selama beberapa jam, karena sosok di luar sangat gigih mencari bau yang mereka yakini berada di sekitar lokasi tersebut. Ranger, mobil mereka menjadi sasaran goncangan dan di dorong hingga terjungkir ke samping. Dalam hati Jazz mengumpat dan memaki mereka. Tidak mungkin menghabisi zombie yang jumlahnya mungkin mencapai ratusan jika mereka nekad, tanpa bisa melarikan diri. Suara tembakan akan mengundang sosok lainnya mendekat dan kelimanya akan berakhir menjadi binasa serta santapan empuk.

Tidak ada pilihan selain menunggu dalam diam. Gerakan sekecil apapun akan menjadi ancaman bagi zombie mendobrak pintu dan semua akan selesai. Zee merapatkan tubuhnya di Jazz dengan wajah ketakutan. Pria itu memeluk dan terharu. Balita sekecil Zee sudah mengerti serta paham akan bahaya dan bisa diajak kerjasama. Milen meraih roti simpanan yang mulai mengeras dan membagikan pada masing-masing. Tidak mungkin memasak karena menimbulkan keributan dan memancing mereka untuk mengetahui persembunyian. Malam mulai merangkak. Lima manusia terjebak dalam lingkaran zombie yang entah kenapa semakin lama makin bertumpuk dan banyak.

Inikah sebabnya hampir di tiap wilayah mereka tidak menemukan manusia yang mampu bertahan? Semakin mendekati wilayah Jakarta, jenis zombie yang mereka hadapi semakin ganas dan liar juga lebih cerdas.

Pasti ada sebab dari semua perbedaan ini. Jazz memikirkan ibunya. Apakah mungkin Rina Sumantri ada di balik ini semua?

Malam berganti pagi, pagi beranjak siang dan tidak terasa sudah dua malam mereka berada dalam situasi mencekam. Semua gerakan terbatas dan keempatnya menahan diri untuk tidak buang air besar. Ruangan yang hanya berukuran tiga kali empat itu sangat sumpek dan berdebu. Tumpukan kardus oli dan barang lainnya mempersempit ruang gerak mereka. Wisnu masih mencoba berkutat dengan laptop. Ia mendapatkan sinyal dari antena yang berada di mobil walau tidak begitu bagus.

Wisnu mencolek lengan Jazz. Sahabatnya melihat jika Wisnu mengirim pesan pada Eve. Namun entah kenapa harapan untuk Eve mendapat email tersebut sangat tipis sekali. Dengan tubuh lelah dan persediaan air yang menipis, kelimanya memilih tidur dan bergantian berjaga.

Menginjak hari keempat, mereka habis persediaan makanan dan air. Raut putus asa terlihat pada masing-masing. Zee tidak terlihat rewel dan mengerti. Balita itu tidur di pangkuan Jazz dengan gerakan lemah dan terbatas.

Air mata Milen berderai. Jazz memeluk tubuh mungil itu dengan perasaan hancur. Ia tidak mampu menaungi hidup Zee dan kini menyeret balita tersebut ke dalam petualangan konyol yang membahayakan nyawanya.

Bukan hanya dehidrasi dan kelaparan yang menyerang kelimanya saat ini. Harapan dan keinginan untuk bertahan hidup juga mulai meredup.

"Terima kasih atas semuanya," bisik Jazz lirih. Zee entah tertidur atau pingsan, Jazz hanya bisa merasakan helaan halus dari tubuhnya. Milen sudah terkapar dengan napas lemah terurai satu persatu di samping Kalen. Remaja itu masih duduk dan paling bertahan dengan Jazz. Wisnu menyandarkan tubuh dengan susah payah dan kembali terkulai.

Pada titik ujung yang mereka pikir akan berakhir, terdengar rentetan senjata dan disusul bunyi helikopter di atas gedung. Mereka bangun perlahan dan tertatih-tatih duduk. Pesan mereka telah diterima Eve! Bala bantuan datang dan selanjutnya serbuan pasukan tentara di pintu membuat kelimanya kembali memiliki harapan untuk hidup. Satu persatu dievakuasi. Jazz membiarkan Zee direnggut dan ia melihat sosok yang tadinya pria itu pikir seperti mimpi.

"Jazz …!" seru Raka, ayahnya!