Begitu kembali ke markas kalibata, Milen dan Wisnu menyambut mereka dengan tatapan penuh syukur. Zee langsung memeluk Jazz dengan erat dan tidak mau lepas darinya. Jazz mengenalkan Eve pada mereka. Zee tampak cemburu saat Jazz bicara pada Eve membahas tentang rencana mereka.
"Jazz atu punya …," pamer Zee melirik Eve dengan kesal. Dokter wanita itu terkekeh geli.
"Iya, Zee punya. Eve cuman mau ngobrol bentar kok," ucap Eve dengan wajah menahan tawa. Milen geleng-geleng kepala.
"Wisnu aja kena cubit waktu itu," adu Milen tentang Zee. Balita lucu yang sudah berusia satu tahun setengah tersebut sudah pintar bicara dan sangat cerdas.
"Zee, ada yang mau ajak main tuh," tunjuk Eve pada tiga anak kecil yang usianya empat hingga lima tahun berkumpul di kejauhan.
"Nak mau, Zee ama Jazz," tolak Zee judes. Jazz mencium rambut Zee dalam-dalam. Aroma khas Zee membuat Jazz nyaman dan gemas. Zee tidak mengendurkan pelukannya di leher Jazz.
Mereka terus bercanda dengan Zee dan saling mengenal satu sama lain. Jazz juga menjelaskan tentang rencana dari Eve dan Trian. Wisnu dan Milen makin syok ketika mengetahui bahwa Raka, ayah Jazz, dan pemerintah telah mengetahui semua ini.
"Ciracas lumayan jauh dari sini. Besok pagi kita berangkat," ucap Jazz.
"Kita?" tanya Milen heran.
"Kita akan berangkat bersama-sama kan? Aku nggak akan memutuskan tinggal di barak ini seterusnya. Saat mama sudah tertangkap, kita akan menuju ke Semarang, di sana lebih aman dan mungkin bisa menemukan tempat tinggal," sahut Jazz.
"Aku akan ikut. Jazz benar, Mil," timpal Wisnu.
"Tapi itu bahaya untuk kalian semua, terutama Zee!" seru Eve khawatir.
"Kami selama ini menghadapi semuanya dengan dia. Zee sangat pintar setiap kita sedang sibuk bertempur dengan zombie. Zee bantu Jazz ambil peluru, ya kan Zee?" tanya Jazz dengan bangga.
"Monstel pelgi ya Jazz …," jawab balita cantik itu dengan gembira, Jazz tertawa mengiyakan. Eve geleng-geleng dan angkat tangan.
"Kau harus bicara dengan Letkol Trian," balas Eve menyerah.
***
Setelah meyakinkan Trian dengan perdebatan panjang, Jazz menang dan bisa membawa sahabatnya dalam perjalanan menuju Ciracas.
"Setelah mama tertangkap, aku dan sahabatku pergi," tegas Jazz. Trian mengibaskan tangannya dan mengiyakan dengan tak berdaya.
Mereka melakukan perjalanan selama dua jam dalam konvoi. Dua tank dan empat mobil tentara patrol, serta Ranger yang membawa Jazz dan sahabatnya termasuk Eve. Menurut lokasi yang berhasil Wisnu pecahkan, Rina Sumantri dengan timnya berada di sebuah bekas pabrik yang ternyata sudah berubah menjadi gedung megah dengan tingkat keamanan yang tinggi. Tidak ada yang menyangka jika Rina sudah mempersiapkan ini semua sejak lama.
Jazz meminta Wisnu bersiaga dan Milen di dalam mobil bersama dengan Zee. Sementara Eve dan dirinya masuk ke dalam turut menyergap bersama pasukan. Trian memberi aba-aba untuk Eve mengikuti di belakang. Mereka merunduk, mengepung gedung dan memasang posisi siaga dengan senjata terarah ke semua jendela. Ada lima sniper yang Trian siagakan dari jauh dan Wisnu membantu mengontrol dari dalam mobil. Jazz merasakan dadanya berdebar. Apa yang akan ia katakan pada ibunya nanti?
Apakah akan terjadi perdebatan dan ibunya menyangkal, atau justru sebaliknya? Pasukan garda depan mendobrak pintu besi dengan lemparan granat. Ledakan terdengar dan sirine keamanan terdengar nyaring berbunyi. Jazz memikirkan Zee yang mungkin menangis saat ini.
Sejenak, Jazz seperti tertampar! Baginya, ibu dan ayahnya tidak lagi menjadi prioritas lagi. Jazz sudah memiliki Zee dan itu yang paling penting saat ini. Asalkan Zee aman dan baik-baik saja, maka Jazz akan merasa lega. Pasukan masuk ke dalam sementara terdengar teriakan bernada perintah dan juga bentakan meminta semua tim ilmuwan sesat merapat ke dinding.
"Jazz, Eve, atas!" teriak Trian dari lantai dua. Jazz dan Eve segera naik dengan dua tentara melindungi mereka dari belakang. Para ilmuwan itu terlihat ketakutan. Jazz masuk ruangan dengan langkah mantap. Tidak ada lagi keraguan dan juga rasa sungkan. Jika memang ibunya ada, ia akan menghadapi dengan tak gentar.
"Jazz …!" seraut wajah yang Jazz pernah rindukan dan sayangi. Suara yang terdengar lembut dan sangat ia kenali, kini hadir dalam sosok wanita yang ia panggil dengan sebutan mama. Jazz menatap tajam ibunya dan tidak menunjukkan sikap terkejut. Jazz terlihat dingin dan datar.
"Tidak kusangka kau sumber dari malapetaka dunia, Rina Sumantri!" seru Jazz tanpa emosi. Suaranya lantang dan tegas.
"Jazz …." Rina memandang putranya dengan ekspresi antara gugup dan malu. Di antara semua ketakutannya, dipergoki oleh Jazz adalah yang terbesar bagi Rina.
"Mama tidak bermaksud …,"
"Cukup! Aku tidak butuh semua alasan yang klise! Sekarang selesaikan dengan mereka dan bersiaplah menghadapi pengadilan internasional!" sambar Jazz tanpa ampun dan tidak memberi ibunya kesempatan bicara.
"Mbak, tolong, bekerja sama dan semua akan lebih baik buat kita semua. Negara akan membungkam ini semua dari dunia luar," seru Trian mulai mendekat. Rina mundur dan menyambar botol kecil berwarna biru yang aneh.
"Tidak sekarang. Maaf, semua belum selesai untukku," tolak Rina makin mundur ke arah jendela. Trian meminta semua menurunkan senjata.
"Mbak Rina, ayolah," bujuk Trian tampak sungkan. Rina membuka tabung tersebut dan meminum cairan dengan cepat. Tanpa mereka duga, ibunya menerjang jendela dan melompat ke bawah. Semua menjerit kaget. Eve terpaku dan Jazz membeku.
"Kejar dia!" perintah Trian. Jazz berjalan tertatih mendekati jendela yang kacanya pecah berantakan. Rina bangkit dengan terpincang namun kemudian berlari cepat. Ibunya telah meminum kapsul yang sama dengan Eve dan dirinya. Luka di kaki Rina sembuh dengan cepat. Jazz melihat dengan jelas Rina naik ke dalam mobil dan melesat seperti kesetanan.
"Dia telah merubah formula antibodi menjadi hal yang lebih menakutkan," ucap salah satu anak buah Rina dengan tangis terisak. Eve berpaling dan memandang wanita yang masih memakai jubah dokter dengan tajam.
"Dokter Rina menambah satu virus yang bisa beradaptasi dengan kapsul antibodi tersebut. Dia mungkin bisa berubah menjadi zombie yang bisa berpikir dan sangat kuat. Monster pembunuh yang sebenarnya," sahut wanita itu sembari tergugu.
Anak buah Trian meminta semua pekerja lab rahasia di Ciracas untuk masuk ke dalam mobil untuk mereka interogasi nanti. Jazz masih diam dan tampak berpikir.
"Jazz, apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Milen. Jazz menoleh pada kedua sahabat.
"Itu urusan negara. Aku tidak ingin ikut campur lagi," sahut Jazz dingin. Trian mendekat dan menanyakan hal sama. Jawaban Jazz tidak berubah.
"Aku ingin hidup menjauh dari semua kekonyolan kedua orang tuaku. Salam buat Papa," sahut Jazz sambil masuk ke dalam Ranger. Trian menghela napas dan menepuk bodi mobil dengan lunglai. Eve menatap Jazz dan sahabatnya pergi menjauh.