Jazz menutup pintu dapur dengan pelan dan berjalan menuju sofa. Dengan tubuh penat, Jazz rebah dan menarik selimutnya. Tangannya meraih ponsel dan masih penasaran dengan nasib teman sekolah menengah pertama dulu. Jazz jarang bergaul, namun teman dari remajanya dulu cukup ada yang dekat. Matanya kembali membaca beberapa berita. Hatinya Jazz berdesir dengan cepat. Wisnu Pratama mengirimkan postingan yang cukup mengganggu. Foto Wisnu yang sedang terperangkap di mobil pick up dan sudah terjebak selama tiga jam. Para zombie berkeliaran dan beberapa sedang mengerumuni mobilnya.
'TOLONG, SIAPAPUN, BENSINKU SUDAH MENIPIS DAN TIDAK BISA JALAN KARENA MENABRAK TIANG LISTRIK.'
Jazz mengenal Wisnu dengan baik dan bersahabat dengannya. Terakhir kali mereka bertemu dua bulan lalu ketika adik Wisnu meninggal karena kecelakaan. Jazz bangun kembali dan menelepon Wisnu tanpa berpikir lagi.
'Nu!'
"Jazz! Astaga, loe orang pertama yang nelepon gue!' suara Wisnu seperti hampir menangis.
'Posisi loe di mana?'
'Sentul, tapi udah banyak banget mereka. Gue nggak berani keluar.'
Jazz berpikir hanya butuh sekitar satu jam untuk mencapai tempat itu.
'Gue jemput loe.'
'Beneran? Ya Tuhan, gue nyangka loe yang mau ngelakuin ini.' Wisnu terdengar terharu. Setelah mendapatkan lokasi Wisnu, Jazz menyudahi dan mengetuk pintu kamar Milen. Tidak lama Milen keluar dengan mata segar.
"Kamu belum tidur?" tanya Jazz. Milen menggeleng.
"Aku harus menjemput Wisnu, temenku. Dia terjebak di daerah Sentul dan nggak bisa kemana-mana."
"Kamu gila, Jazz?"
"Sorry aku harus nyelametin dia."
"Tapi itu sama aja dengan bunuh diri!"
"Aku mau kamu kunci lagi pintu ke atas dan buka nanti setelah aku sampe dengan Wisnu." Jazz tidak menghiraukan protes Milen.
Jazz membuka ruang workshop dan mengambil dua senjata. Satu pistol dengan peredam suara dan satu lagi senapan berlaras panjang. Jazz menjejalkan semua ke ransel dan memasukkan sejumlah magasin. Ketika ia membuka reseleting depan, dia menemukan tabung kaca kecil dari ibunya. Jazz teringat pesan ibunya dan segera menelan kapsul tersebut dengan cepat.
"Jazz, tolong pertimbangkan lagi," pinta Milen. "Bagaimana kalo kamu nggak kembali?" wajah Milen benar-benar panik.
"Aku akan berjanji untuk kembali apapun yang terjadi," sahut Jazz. Dia mengambil kunci mobil cadangan dan menaiki tangga ke atas. Milen mengikutinya dengan cemas. Pintu terbuka dan Jazz menoleh.
"Pastikan kamu memutar hingga berbunyi klik," pesannya kembali. Milen mengangguk dan Jazz melangkah keluar. Milen buru-buru menutup pintu dengan gugup. Malam sangat pekat dan sunyi. Jazz berjalan mengendap menuju garasi. Rumahnya tampak sepi dan Jazz berharap dua zombie yang ia temui tadi siang tidak akan muncul. Begitu masuk ke garasi, Jazz segera masuk ke mobil SUV-nya dan bernapas lega. Sejauh ini berhasil. Dengan gemetar, Jazz memutar kunci mobil dan sontak dua zombie tadi muncul seiring pintu garasi yang terbuka. Keduanya berjalan dengan langkah cepat walau terseok ke arahnya. Jazz membuat mesin mobil meraung dan dengan napas memburu dia menekan pedal gas kuat-kuat serta melindas tubuh mereka dengan geram. Dua sosok yang ia ketahui sebagai tukang kebun dan satpamnya hancur menjadi onggokan daging. Jazz melaju dengan kecepatan sedang dan membuka kaca mobilnya serta menempelkan telapaknya ke pilar. Pintu gerbang depan bergeser dan Jazz melesat keluar menuju arah Sentul.
Sepanjang jalan penuh dengan sosok warga yang masih pontang panting mengungsi. Ada wilayah yang tampak seperti kota mati dan hanya makhluk zombie saja yang mengejar laju mobilnya. Empat puluh menit memacu kecepatan di atas delapan puluh kilometer per jam, Jazz melihat mobil pick up berwarna putih terparkir di depan toko area Sentul. Jazz mengendurkan laju kendaraan dan berhenti dalam jarak seratus meter. Jazz mengambil senapan panjangnya dan membuka jendela mobil sedikit. Dengan menarik napas panjang, ia berdoa. Semoga pengalamannya berlatih menembak kali ini berguna. Kemahirannya dalam bermain game juga dibutuhkan saat ini. Ada sekitar sepuluh zombie mengelilingi mobil Wisnu. Jazz mengangkat ponselnya dan menelepon Wisnu.
'Jazz, gue lihat mobil loe dari jauh'
'Ya, ini gue. Loe bisa merunduk sementara gue mau nembakin itu zombie?'
'Bi-bisa, tapi jangan salah tembak please'
'Doakan gue'
Jazz menarik napas dalam-dalam dan mengarahkan moncong senapan ke arah mobil Wisnu berada. Dengan penuh percaya diri, Jazz membidik satu persatu dan merobohkan semuanya dalam tempo singkat. Jazz memejamkan mata lega dan sejauh ini berhasil. Dia segera mendekati Wisnu dan memberi isyarat padanya untuk segera keluar dari mobil. Wisnu membuka pintu dan berlari dengan tubuh gemetar masuk ke mobil Jazz.
"Sorry Nu, loe mesti buka semua baju dulu," pinta Jazz memastikan jika Wisnu belum tergigit. Wisnu mengiyakan dan membuka semua bajunya tanpa segan hingga tinggal celana dalam. Jazz menyorot dan tubuh Wisnu bersih dari luka.
"Sebelum kita balik ke rumah gue, ada yang mau loe jemput?" tanya Jazz. Wisnu menggeleng dengan bibir masih gemetar.
"Semua keluarga gue mati, Jazz. Gue berhasil kabur pake mobil pick up tetangga dan karena panik, gue nabrak," jawab Wisnu. Jazz tertegun. Sahabatnya tampak masih terguncang dan akhirnya menangis tanpa malu.
"Gue bingung kenapa ini bisa kejadian? Seharusnya ini cuman bentuk khayalan fantasi film kan?" tanya Wisnu menyusut hidungnya. Jazz terdiam. Ia memilih konsentrasi untuk melanjutkan perjalanan kembali ke rumah. Pikirannya juga kalut.
Begitu memasuki gerbang rumahnya dan memarkir mobil, Jazz ingin memastikan rumahnya aman dari zombie. Dibantu Wisnu, Jazz juga membereskan tubuh mbok Tum dan juga dua pegawainya yang terlindas ke dalam tong sampah besar. Saat mengeruk dengan sekop, keduanya muntah beberapa kali. Jika mereka tidak menyingkirkan segera, maka tidak menutup kemungkinan binatang lain, seperti tikus, menyantap dan berubah menjadi zombie. Jazz menyiram tubuh tersebut dengan bensin dan membakarnya.
"Kita ke bunker," ajak Jazz begitu usai. Wisnu mengangguk dan mengikuti Jazz menuju ke belakang.
Wajah Milen begitu lega ketika melihat Jazz kembali dengan selamat. Secara refleks ia memeluk pemuda itu. Jazz seketika sungkan dan salah tingkah.
"Ini Wisnu," cetus Jazz mencoba menghilangkan kegugupannya. Keduanya berjabat tangan dan mereka masuk.
"Jadi juga kamu merealisasikan tempat ini, bro!" seru Wisnu. Jazz tertawa kecil dan menyerahkan minuman dingin pada Wisnu dan Milen.
"Akhirnya justru tempat ini yang saat ini paling aman," sahut Jazz.
"Bagaimana kondisi luar?" tanya Milen sambil meneguk kaleng.
"Yang pasti tukang martabak dan nasgor nggak jualan Mil," jawab Jazz getir. Candanya Justru menimbulkan kepiluan di hati masing-masing.
"Semua seperti kota mati dan aku nggak tau apakah ada yang selamat atau tidak, tapi ada beberapa wilayah yang masih sibuk mengungsi," papar Jazz.
"Tidak ada channel berita yang melakukan siaran sedikit pun. Sepertinya invasi ini mengambil alih total semuanya," balas Milen.
"Pilihan terbaik saat ini bertahan sementara kita mencari cara yang tepat buat mencari perlindungan dari pemerintah," harap Wisnu.
"Besok pagi, aku akan menjalankan drone dan memeriksa semua wilayah yang bisa terjangkau. Aku harus menemukan di mana kedua orang tuaku," terang Jazz. Wisnu dan Milen menyetujuinya.
"Gue akan bantu," ucap Wisnu. Jazz tersenyum dan menepuk pundak sahabatnya.
"Loe ahli drone terbaik saat ini, bro. jelas loe yang pegang kendali besok," cetus Jazz yang mengakui kelihaian Wisnu.
"Masih sulit dipercaya," desis Milen dengan wajah berduka. Matanya bengkak tampak habis menangis.
"Ingin berharap semoga ini tidak akan jadi seperti residen evil. Karena jika itu terjadi, welcome to hell. Kita memasuki era human termination," ungkap Jazz. Ketiganya terdiam dalam pikiran masing-masing. Tidak ada yang berniat tidur malam itu. Pikiran mereka masih mencerna satu persatu kejadian dan mencoba menerima dengan nalar dan logika. Benarkah ini masa 'exit humanity time'?