Chereads / EXIT HUMANITY / Chapter 1 - The Beginning

EXIT HUMANITY

🇮🇩TR_Sue
  • 14
    Completed
  • --
    NOT RATINGS
  • 28.4k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - The Beginning

Ada tiga hal yang selalu menjadi kegiatan Jazz setiap hari. Kuliah, main game dan membangun sarang impiannya. Jazz adalah seorang pemuda yang anti sosial dan memilih menghabiskan waktu untuk menekuni hal yang hanya dia sukai. Rajata Trian Sumantri, pemuda berusia sembilan belas tahun itu akrab dipanggil Jazz. Ibunya adalah seorang dokter dan ayahnya ilmuwan yang bekerja untuk negara. Tidak setiap hari Jazz bertemu kedua orang tuanya. Mereka terlalu sibuk bekerja dan hampir tidak ada waktu untuknya. Jazz tidak pernah memikirkan hal tersebut. Ia tahu, tanggung jawab ibu dan ayahnya sangat besar.

Bertempat tinggal di sebuah wilayah dingin di kota Bogor, orang tuanya membangun rumah yang cukup mewah di area perkebunan. Jazz hidup berkelimpahan harta. Sebagai anak tunggal, Jazz tidak memiliki hal menarik untuk ia lewatkan bersama saudara kandung seperti teman lainnya. Entah apa rencana Jazz ketika memutuskan membangun bunker yang dilengkapi berbagai alat teknologi yang super canggih. Diam-diam Jazz juga merancang senjata sendiri yang konsepnya dia tiru dari fitur game.

Hari itu seperti hari sebelumnya. Jazz bangun pagi-pagi dan sarapan. Jam sembilan adalah jadwal kuliahnya. Jazz menempuh pendidikan di universitas yang menjadi salah satu terbaik di negeri merah putih ini. Karena otak cerdas yang menurun dari kedua orang tuanya, tahun ini adalah tahun terakhir Jazz sebelum menyandang gelar sarjana tehnik.

"Mama akan kembali tiga hari lagi," ucap ibunya sambil menentang tas kerja Ibunya adalah wanita yang sangat cantik dan pintar.

"Ya. Seperti biasa bukan?" tanggap Jazz ringan. Ibunya tersenyum dan mengecup dahi putranya.

"Kondisi saat ini sangat mencekam Jazz. Mama bahkan mendengar hal buruk di beberapa negara mulai menemukan penyakit menular yang tidak ditemukan penyebab dan obatnya," sahut Rina, ibunya.

"Aku tahu Ma. Itukah sebabnya papa nggak pulang?" tanya Jazz penuh pengertian. Ibunya mengangguk dengan lesu. Telepon ibunya berdering dan ia mengangkat. Beberapa saat wajah ibunya meredup dan menutup panggilan dengan wajah pias.

"Indonesia sudah terjangkiti. Ada dua pasien yang sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit Mama," ucap ibunya dengan suara gemetar.

"Mama harus pergi, kamu sarapan sendiri ya?" pinta ibunya. Jazz tersenyum lembut.

"Pergilah Ma. Hati-hati," balas Jazz. Ibunya mengangguk dan meraih sesuatu dari dalam tasnya.

"Simpan dan bawa kemana pun kamu pergi. Jika sesuatu terjadi, telan kapsul ini dan imunitas tubuhmu akan meningkat," ucap ibunya sambil mengangsurkan tabung kecil kaca berisi sebutir kapsul.

"Apa ini Ma …," tanya jazz terkesiap.

"Sesuatu yang ayahmu sedang kembangkan untuk bisa menjadi penyelamat rakyat kita nanti," jawab ibunya dengan suara lirih. Rina mengecup dahi putranya cukup lama dan bergegas dengan langkah cepat, pergi. Jazz menatap punggung ibunya yang menghilang. Apa yang terjadi sekarang?

***

Jazz merapikan laptop dan bukunya ke dalam tas. Dengan cepat ia menenteng ransel dan melenggang keluar kelas. Kuliah baru usai dan Jazz tidak lagi memiliki jam kuliah berikutnya. Rencananya ia akan pulang dan melanjutkan proyek senjata terakhirnya. Jazz berjalan menuju parkiran dan berpikir untuk membeli beberapa keperluan di toko listrik.

"Jazz!"

Jazz menoleh dan melihat seorang gadis berambut pendek mendekatinya. Jazz lupa nama gadis itu.

"Aku bisa pinjam modul yang kemarin kamu kerjakan? Aku kehilangan semuanya karena ketinggalan di kereta," ucap gadis itu lagi.

"Aku nggak punya dalam bentuk hard copy," sahut Jazz dengan datar.

"Bisa kirim ke email aku?" tanya gadis itu penuh harap.

"Email kamu?" tanya Jazz meraih ponselnya. Gadis itu menyebutkan akun emailnya beserta nomor telepon.

"Milen, namaku," ucap gadis itu memberikan namanya. "Aku tahu kamu nggak bakal kenal siapa aku," lanjut Milen lagi. Jazz menyipitkan mata dan memandang Milen dengan senyum mengambang.

"Aku mahasiswa yang tidak pernah disadari keberadaannya," balas Jazz dengan sedikit sinis. Milen hanya tersenyum tipis.

"Karena kamu tidak pernah beredar, tapi aku tahu siapa kamu. Kutunggu email kamu ya," sahut Milen dan berbalik meninggalkan Jazz. Milen cukup manis dan Jazz menyukai sikapnya yang tidak basa basi ataupun cerewet seperti perempuan lain yang Jazz pernah ia kenal. Pemuda itu menaiki motor sportnya dan melaju meninggalkan parkiran kampus.

***

Jazz mengantri di kasir dengan keranjang yang berisi kebutuhannya. Ada tiga orang di depan dan Jazz mulai tidak sabar. Mendung mulai terlihat semakin pekat. Bogor tidak pernah luput dari guyuran air dari langit setiap hari. Walaupun begitu Jazz menyukai tinggal di kota hujan ini. Akhirnya satu orang lagi di depan. Jazz memilih melihat layar televisi yang tergantung di belakang kasir. Mungkin sepuluh menit lagi gilirannya. Berita breaking news menarik perhatian Jazz untuk memusatkan konsentrasi penuh.

"… saat ini wilayah sekitar RSP sudah dalam kondisi siaga dan warga sedang dihimbau untuk segera mengungsi. Lolosnya pasien yang diduga mengidap penyakit bahaya setelah kembali dari luar negeri di sinyalir merupakan pasien dengan diagnosa yang sama dengan negeri tetangga …," seketika semua orang yang berada di toko tersebut saling berpandangan. Raut ngeri terpancar dari wajah masing-masing. Jazz maju dan meminta untuk segera melakukan pembayaran. Kasir itu terlihat gugup.

Suara sirine meraung dari luar dan orang-orang berlari dengan panik. Jazz menoleh keluar dan pemandangan horror terlintas di depannya. Seorang pria tampak sedang menggigit wanita yang menggendong bayi dan darah muncrat dari leher wanita tersebut. Seluruh pengunjung toko dan pegawainya berhamburan panik.

"Hei!!!" teriak Jazz refleks. Dia melupakan tentang keranjangnya dan berlari keluar. Jazz menarik bayi dari rengkuhan ibunya dan menendang pria yang berwajah hitam mengerikan dengan sekuatnya. Pria itu terpental dan tertabrak mobil yang melintas dengan telak. Tidak ada yang peduli!

"Selamatkan bayiku," pinta wanita berwajah oriental itu dengan susah payah memegang lehernya. Jazz ingin mengatakan sesuatu namun seketika benaknya dipenuhi bayangan film dan game zombie yang pernah ia tonton dan mainkan. Seseorang yang pernah digigit akan turut berubah dengan cepat!

"Maaf, aku tidak bisa menolongmu," ucap Jazz dengan gugup dan mundur perlahan. Wanita itu memberikan gendongan kainnya dan mengangguk sedih. Jazz menerima dan berlari menjauh mencari sepeda motornya. Suasana menjadi panik dan semua orang berlarian di jalanan. Belum banyak yang berubah menjadi makhluk tadi, tapi kepanikan melanda semua warga yang berada di daerah Padjajaran tersebut. Jazz memandang bayi yang ada dalam dekapannya dan bingung apa yang harus ia lakukan. Bayi itu tidak menangis dan hanya terdiam bingung melihatnya. Bayi yang cantik bermata sipit. Jazz melepas ransel dan memasukkan bayi tersebut ke dalam. Setelah menaruh ransel di depan dadanya, Jazz menyalakan motor. Otaknya harus berpikir keras dan cepat untuk mencari rute yang mudah di capai. Semua akan mengungsi karena peristiwa barusan. Hingga detik ini Jazz belum ketahui asal usulnya.

"Jangan menangis ya, kita ketemu mamaku dulu," ucap Jazz pada bayi perempuan tersebut. Tangannya memasang helm dengan sigap. Motor meraung dan Jazz siap menarik gas untuk melaju. Teriakan dari belakang membuatnya urung dan menoleh. Milen berlari dengan wajah pucat.

"Bolehkah aku ikut?" tanyanya penuh harap. Jazz mengangguk sementara para monster mulai berlari dengan kaki terseok dari arah Milen berlari. Motor melaju di trotoar dan menghindari orang-orang yang berlari dengan panik. Milen terkejut saat tahu ada bayi dalam ransel Jazz.

"Ibunya tewas!" seru Jazz keras mengalahkan suara motor.

"Apa yang terjadi Jazz!" balas Milen terdengar takut. Jazz menggelengkan kepala dan menyimpan pertanyaan yang sama dalam benaknya. Dunia sudah kiamatkah?