Misty memandang pantulan dirinya di cermin. Bibirnya menyunggingkan senyum kepuasan tatkala melihat dirinya dalam balutan kaos putih garis-garis hitam dengan celana jeans serta mantel coklat yang membalut tubuhnya. Sepatu sneaker putih biru siap membawa gadis itu menuju kampus barunya.
"Sudah siap menjadi mahasiswa baru?"
Misty menoleh dan melihat Zach dalam balutan setelan kerja biru muda. Gadis itu menyunggingkan senyuman melihat sang ayah baptis. Sejak kejadian terjatuhnya Misty di atas tubuh Zach, gadis itu berusaha keras menyingkirkan perasaannya. Dia erus mengucapkan kalimat 'Zach adalah ayah baptisnya' sebagai mantra agar Misty tidak jatuh cinta pada pria itu.
"Sangat siap. Tapi aku merasa gugup." Misty mengambil tasnya dan berjalan menghampiri Zach.
Misty berhenti di hadapan Zach kemudian mengambil tas selempang yang tergantung di bahunya. Dia menunjuk tablet yang dibelikan oleh Zach.
"Aku juga membawa ini. Kupikir akan beguna nantinya."
"Tentu saja akan berguna. Sekarang teknologi sedang sangat maju. Bahkan dalam dunia seni pun juga mengalami kemajuan. Kalau kau sudah siap aku akan mengantarmu."
Misty memicingkan matanya. "Kau yang mengantarku? Kupikir semalam kau mengatakan jika Jeremy yang mengantarku."
"Aku berubah pikiran. Kupikir karena hari ini adalah hari pertamamu masuk kuliah, kau pasti merasa sangat gugup. Karena itu aku memutuskan untuk mengantarku."
"Kau benar-benar ayah yang pengertian, Zach."
Mata Zach berbinar. "Benarkah? Syukurlah jika kau berpikir seperti itu. Aku berusaha untuk menjadi ayah yang baik untukmu, Misty."
Ayah. Benar, itulah yang seharusnya kau pikirkan, Misty. Dia ayahmu. Ucap Misty meyakinkan dirinya sendiri.
"Kau melakukannya dengan sangat baik, Zach. Sebaiknya kita pergi sekarang. Aku bisa terlambat."
"Baiklah, Mon cœur."
Zach pun berbalik berjalan menjauhi kamar Misty. Begitu halnya dengan Misty. Gadis itu berjalan di samping Zach.
"Oh, ya. Sebelum aku lupa, aku ingin memberitahumu jika akhir pekan ini kita diundang makan malam di kediaman keluarga Boulanger. Sebagai permintaan maafnya untukmu." Ucap Zach.
"Permintaan maaf? Memang apa yang kelaurga Boulanger lakukan padaku?" bingung Misty karena sama sekali tidak mengenal nama Boulanger.
"Kau ingat wanita yang memarahimu karena kau menumpahkan minuman di tasnya?"
Misty menganggukkan kepalanya. "Ada apa dengan wanita itu?"
"Dia adalah istri Pierre Boulanger, seorang teman pengusahaku. Mengetahui istrinya bersikap tidak baik padamu, mereka ingin menjamu kita sebagai ungkapan permintaan maaf."
"Ah... Wanita itu. Tapi aku tidak mau berurusan dengannya. Apakah tidak bisa kita tidak perlu pergi?" Misty memandang Zach yang membukakan pintu mobil untuknya.
"Bukankah sangat tidak sopan menolak permintaan maaf seseorang?"
Gadis itu memasang wajah cemberut dengan kepala tertunduk. Akhirnya gadis itu masuk ke dalam mobil. Zach menutup pintu mobil itu kemudian memutar menuju tempat duduk di belakang kemudi mobil sportnya.
"Kau benar. Sangat tidak sopan menolak permintaan maaf seseorang. Tapi aku tidak ingin bertemu dengan wanita mengerikan itu, Zach. Bagaimana jika dia bersikap buruk lagi padaku?" gerutu Misty mengenakan sabuk pengamannya.
Zach melakukann hal yang sama. Pria itu menghidupkan mesin mobilnya lalu menoleh pada gadis di sampingnya.
"Dia tidak akan melakukannya, Misty. Percayalah padaku. Mrs. Boulanger sudah mengetahui kau adalah gadis yang amat penting untukku. Karena itu dia tidak akan menyakitimu lagi." Zach melajukan mobilnya meninggalkan rumahnya.
"Jadi dia menghargaiku karena dia tahu jika aku sangat penting untukmu. Jika aku hanya Misty Connors yang tinggal di Florida, dia pasti tidak akan pernah menundukkan kepalanya padaku." Misty menoleh ke arah jendela mobil.
Kedua tangan Zach menggenggam erat kemudinya. Dia harus mengakui jika ucapan Misty memang benar. Jika Misty bukan anak baptisnya, orang-orang seperti Nichole Boulanger tidak akan menghormatinya.
"Mau bagaimana lagi, Misty. Kekuasaan mengalahkan segalanya. Dan kekuatan dari kekuasaan adalah uang. Kita tidak bisa memaksa semua orang untuk menjadi malaikat baik hati. Bahkan aku dan juga kau tidak bisa menjadi malaikat baik hati."
Misty menghembuskan nafas berat. Dia memikirkan ucapan Zach. Dia pun membenarkan ucapan pria itu. Tidak ada orang yang suci di dunia ini. Bahkan orang terbaik sekalipun pasti pernah mengalami kesalahan.
"Baiklah. Kita akan pergi makan malam akhir pekan ini. Tapi kau harus berjanji tidak akan meninggalkanku di sana sendirian, barang semenit sekalipun."
"Bahkan tidak untuk buang air kecil?" tanya Zach dengan binar mata jahilnya.
"Zach!" Pekik Misty membuat Zach tertawa.
"Aku hanya bercanda. Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu. Aku kupastikan aku akan mengelem tanganku."
"Itu jauh lebih meyakinkan. Dan satu lagi." Misty mengangkat jari telunjuknya.
"Apa itu?"
"Jangan pernah mengantarku ke kampus lagi."
Zach yang terkejut menoleh ke arah Misty sekilas. "Aku tidak boleh mengantarmu ke kampus lagi? Tapi mengapa? Apakah kau malu diantarkan olehku?"
Misty menghela nafas berat mendengar rentetan pertanyaan Zach. Kemudian gadis itu menggelengkan kepalanya. Dia memiliki alasan tersendiri mengapa dia meminta hal itu.
"Tidak, Zach. Aku sama sekali tidak malu. Hanya saja aku memikirkan alasan lain."
"Alasan apa itu?" tanya Zach tidak sabaran.
"Seperti yang kita bicarakan tadi mengenai wanita mengerikan tadi, aku tidak ingin semua teman kampusku mengetahui jika kau adalah ayah baptisku. Aku tidak ingin mereka menghormatiku atau ingin berteman denganku hanya karena kau. Karena itu jika kau mengantarku terutama dengan mobil mewah ini, akan tampak sangat mencolok."
Zach terdiam berusaha memahami pemikiran Misty. Dia yakin putri baptisnya pasti ingin memiliki teman yang tulus dengannya. Bukan karena ada alasan tertentu yang mengaitkannya dengan dirinya. Akhirnya Zach mengehela nafas berat.
"Baiklah. Aku tidak akan mengantarmu. Kalau begitu mulai besok, Jeremy yang akan mengantarmu."
"Jeremy? Bukankah akan sama saja jika dia yang mengantarku?"
Zach memicingkan matanya. "Jadi bagaimana caranya kau akan pergi ke kampus?"
"Aku bisa naik Metro saja."
"Apa? Naik Metro?" Zach terkejut mendengar permintaan putri baptisnya.
Misty menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat. "Kau sudah mengajarkanku sedikit bahasa Perancis. Karena itu aku pasti tidak akan tersesat."
"Tapi kau tidak akan merasa nyaman di Metro, Misty. Aku sangat mencemaskanmu jika kau terluka saat berdesak-desakkan dalam kereta."
"Tidak akan, Zach. Aku sudah terbiasa. Aku justru tidak nyaman duduk di mobil mewah ini. Aku terlalu takut jika merusak barang-barang di mobil ini."
"Omong kosong. Kau tidak mungkin melakukannya."
"Ayolah, Zach!. Kumohon!"
Zach benar-benar kesal karena tidak bisa menahan dirinya ketika Misty menunjukkan ekspresi memohonnya. Akhirnya pria itu menghela nafas berat.
"Baiklah. Tapi kau juga harus berjanji jika terjadi apapun, kau harus menelponku."
Misty menganggukkan kepalanya dengan sangat semangat. "Aku pasti akan melakukannya. Aku berjanji."
Akhirnya Zach ngantarkan Misty menuju kampus barunya. Dia berharap keputusan Zach untuk menuruti Misty adalah benar. Dia tidak ingin memaksa Misty.
* * * * *