Chereads / Monárch / Chapter 46 - Chapter 45 - Devil

Chapter 46 - Chapter 45 - Devil

Itu adalah deskripsi skill nya, tapi Vainz tahu dia tidak benar-benar memiliki kemampuan untuk memahami bahasa lain berdasarkan otaknya sendiri.

Vainz sudah menyadarinya sejak awal, dia bisa memahami beberapa kata yang Satanya ucapkan, namun pergerakan bibir Satanya tidak seperti yang Vainz tahu.

Aku yakin Satanya tidak menggunakan bahasa Indonesia.

Itu seperti ada dinding tidak nyata yang mengitari Vainz, kata apapun yang melewati tembok itu akan di terjemahkan sebelum akhirnya sampai ke telinganya, dan sebaliknya, kata apapun yang Vainz ucapkan akan di terjemahkan-saat melewati tembok itu-sebelum kata itu sampai ke lawan bicaranya.

Jika aku benar-benar memikirkan hal ini dengan sungguh-sungguh, bukankah skill ini terlalu curang?

Bahasa adalah pengetahuan, untuk benar-benar bisa memahami pengetahuan itu seseorang harus benar-benar belajar dan mempraktekkannya berkali-kali dan bertahun-tahun (untuk orang biasa setidaknya).

Dan saat ini Vainz mempunyai skill yang membuatnya bisa berbicara dalam tiap bahasa, skill curang yang bisa membuatnya berbicara dalam semua bahasa.

Dan itu hanya 100 poin!!

Jika ada seseorang yang mengetahui hal ini, mungkin aku akan dicaci-maki hmm..

Vainz melirik Satanya yang sedang menatapnya dengan ekspresi agak pucat.

Dia menyeret dua Kobold sekarat ke depan Satanya.

"*****."

Vainz mengulangi kata yang sama seperti yang dia ucapkan beberapa saat lalu, namun Satanya hanya menatapnya dengan tanda tanya di wajahnya.

Err.. apakah kata 'bunuh' masih belum bisa di terjemahkan?

mmm...

Vainz merapal burn lance dan menusuk punggung Kobold di depannya.

Kobold itu menjerit kesakitan dan Vainz bisa melihat ekspresi Satanya yang berubah menjadi gelap.

"*****."

Vainz menunjuk kobold didepannya dengan burn lance saat dia mengatakan kata itu pada Satanya dengan ekspresi datar.

Satanya tidak mengerti apa yang Vainz ucapkan.

Namun dia mengerti apa maksud pria itu sejak awal.

Tuan Vainz ingin aku membunuh.

Dia meremas pedang yang dia terima dari Vainz beberapa saat lalu saat kalimat itu terlintas di benaknya.

Satanya melirik Kobold di bawahnya.

Kobold itu merintih kesakitan, mungkin karena dia sadar bahwa memohon pada Vainz akan sia-sia jadi dia bergantung pada Satanya.

Puluhan emosi dan pertanyaan mengalir ke kepalanya saat mata Satanya bertemu dengan tatapan kobold itu.

"Tua-"

"*****."

Satanya ingin mengatakan sesuatu, namun Vainz merebut kesempatan itu dan mengucapkan kata yang sama seperti sebelumnya.

Dengan wajah dan nada datar yang tidak berbeda dari sebelumnya.

Satanya melihar Vainz dari sudut matanya, dia tersentak dan wajahnya memucat saat dia melihat tatapan sedingin es yang diarahkan kepadanya.

Gulp.

Satanya mulai panik saat hawa dingin mulai merayap di punggungnya.

Dia tidak pernah melihat Vainz dalam keadaan seperti itu sebelumnya-Sebenarnya dia pernah.

Satanya mengingat waktu itu, saat dia bangun kesiangan dan Vainz menyiramkan air ke kepalanya.

Saat itu dia melihat sisi dingin Vainz untuk pertama kalinya, itu adalah momen yang tidak bisa dia lupakan.

Dia terlihat sangat dingin.

Itu adalah hal yang terlintas di kepalanya saat itu, namun sekarang, Vainz yang saat ini sedang berada di depannya terlihat bukan hanya dingin.

Tuan Vainz terlihat seolah dia tidak merasakan apapun saat melakukan hal kejam seperti membunuh.

"*****."

Satanya menundukkan kepalanya-berpikir-selama beberapa saat.

Namun beberapa saat itu terasa sangat lama bagi Vainz, jadi dia mengucapkan kata itu lagi.

Berbeda dengan sebelumnya, Vainz membuat nada bicaranya serendah mungkin sambil menambah penekanan pada setiap huruf.

Satanya bergetar hebat saat suara dingin dan dalam yang seolah berasal dari dasar bumi itu masuk ke telinganya.

Jantungnya berdetak sangat cepat hingga titik dimana Satanya berpikir mungkin dadanya akan meledak.

Berikutnya Satanya merasa sangat sesak, seolah-olah oksigen di dunia itu adalah hal yang sangat langka, dia tidak bisa bernafas dengan benar.

Satanya melepaskan pedang di tangannya dan memegang dadanya yang terasa seperti akan meledak.

Vainz menatap Satanya dengan sedikit pertanyaan di benaknya.

Kenapa bocah ini?

Aku hanya menyuruhnya membunuh kan?

Aku tidak menyuruhnya untuk melakukan hal lain, aku hanya ingin melihat apakah dia bisa naik level atau tidak.

Walaupun aku sangat yakin dia bisa naik level, tapi tidak ada salahnya mencoba memastikan.

…..Lalu, kenapa dia terlihat sangat kesulitan untuk melakukan hal itu?

Vainz menyentuh dagunya sambil mengamati Satanya saat memikirkan hal itu.

Satanya tidak ingin membunuh.

Dia sudah sering melihat pembantaian sejak dia masih anak-anak, para devil yang lebih kuat akan menindas yang lemah untuk merebut wanita mereka.

Penindasan selalu memulai perkelahian, dan perkelahian selalu memulai pembantaian.

Saat ayahnya terbunuh, Satanya kehilangan banyak hal.

Dan dia tidak ingin membuat orang lain mengalami hal yang sama.

Aku tidak ingin membuat orang lain mengalami hal yang sama!

Aku tidak ingin!

Aku tidak bisa!

Satanya melihat Vainz yang tengah berpikir dari sudut matanya.

Tuan Vainz mungkin sedang berpikir apakah aku layak berada di sampingnya atau tidak.

Saat kalimat itu terlintas di kepalanya perutnya yang sudah dia isi dengan daging beberapa menit lalu mulai terasa sakit.

"*****."

Suara Vainz menggengema di telinga Satanya.

Suara yang bahkan lebih berat dan dingin dari sebelumnya itu membuat kaki Satanya kehilangan tenaga.

Satanya meraih pedang di depannya dan merangkak ke arah Kobold yang sekarat.

Satanya menutup matanya sesaat.

Dia mengangkat pedang di tangannya dan bersiap menusuk kepala kobold itu saat tatapan mereka bertemu.

Satanya membulatkan tekadnya.

Dia sudah diselamatkan dari neraka yang pernah dia sebut rumah oleh Vainz.

Dia sudah dirawat selama beberapa hari terakhir dengan sangat baik oleh Vainz.

Dia sudah menerima sesuatu yang hebat, sebuah nama yang juga berasal dari Vainz.

Dan saat ini dia sudah memperoleh sesuatu yang dia inginkan, dianggap sebagai orang dewasa oleh Vainz.

Satanya tidak bisa membuang semua itu.

Sebuah kilatan perak muncul di mata satania. Kilatan besi.

Dia menggenggam erat pedang di tangannya dan dengan seluruh kekuatannya Satanya menusuk dada Kobold di bawahnya.

Satu tusukan-Kobold itu menjerit dengan sisa-sisa tenaganya.

Namun Satanya belum selesai, dia tahu bahwa dia lemah.

Satu tusukan darinya tidak mungkin bisa membunuh Kobold yang jauh lebih kuat darinya.

Karena itu Satanya menusuk Kobold itu lagi, lagi, lagi dan lagi.

Suara Kobold di bawahnya perlahan menghilang dan satanya beralih ke Kobold kedua.

Seperti sebelumnya dia menusuk Kobold itu dengan sekuat tenaga.

Jeritan penuh rasa sakit kobold itu bergema di telinganya.

Namun Satanya tidak peduli.

Dia tidak peduli, dia hanya ingin menunjukkan sesuatu pada Vainz.

Jika dengan membunuh aku bisa menunjukkan sesuatu itu, maka aku akan membunuh.

Aku akan terus membunuh!

Aku akan bertarung!

Aku akan melakukan apapun demi Tuan Vainz!

Tanpa Satanya sadari, dia mulai menyeringai saat memikirkan hal itu.

"Err.…"

Vainz menatap Satanya yang menyeringai lebar saat dia terus menusuk mayat di bawahnya.

Dia masih waras kan?

Maksudku.. orang mana yang akan tersenyum saat membunuh? Bukankah itu berarti dia physcopath atau semacamnya?

Tidak …jika kuingat lagi..., Bukankah aku sendiri sering melakukan hal itu?

…. Apakah ini efek nama itu?

Memperkuat ikatan.. apakah dia meniru kepribadianku?

Ugh.. membayangkan gadis seperti ini dengan kepribadian sepertiku...

Ngomong-ngomong bagaimana dengan statusnya?

Level : 4 HP : 38/38

Race : Devil MP : 26/26

Class : - SP : 29/29

23/29

Resistance : 21

Physical Atk : 31 Physical Def : 24

Magic Atk : 12 Magic Def : 13

Intelligence : 40 Agility : 31

Title : -

Active Skills :

• Stab LV 4

Passive Skills :

• Fear Resistance LV 7 • Mental Steel LV 2

Magic Skills : - .>

Ho-Oh!!!

Seperti yang diharapkan!

Dengan begini aku punya satu lagi perisai hidup.

Hehe, semuanya menjadi semakin mudah Sekarang~

Vainz mendekati Satanya.

Tapi, fear resistance? Aku tidak ingat dia punya skill ini sebelumnya hmm...

Tetap saja, ini hebat!

Aku merasa harus memberikan penghargaan padanya.

Vainz mengusap kepala Satanya dengan senyum yang cerah.

Satanya yang melihat hal itu mulai meneteskan air mata dan melompat ke arahnya.