Chereads / Monárch / Chapter 50 - Chapter 49 - Demon Time

Chapter 50 - Chapter 49 - Demon Time

Simbol-simbol dalam lingkaran magic hitam di depan Vainz perlahan berhenti berputar saat Lamia di atas lingkaran itu kelihatannya sudah kehilangan nyawanya.

Namun, saat tubuh Lamia yang duduk tegak itu perlahan terjatuh, simbol-simbol dalam lingkaran magic itu mulai bergerak lagi.

Setelah beberapa detik berputar, lingkaran magic itu perlahan menghilang dan sesosok makhluk seukuran Vainz dengan dua tanduk hitam dan kulit merah gelap muncul dari dalam lingkaran magic itu.

Vainz bisa merasakan tali... Semacam koneksi baru di otaknya yang mirip dengan Skeletal tiba-tiba muncul saat makhluk itu sempurna menunjukkan wujudnya.

"Wahai Summoner!"

Vainz agak kaget saat mendengar suara berat dan dalam makhluk itu, namun dia tetap mempertahankan ekspresi datar miliknya.

Seekor Demon yang berhasil Vainz summon dengan black magic level 8, dan satu nyawa sebagai pengorbanannya.

Saat ini Demon itu berlutut di hadapannya dengan diam, tidak menunjukkan gerakan dan emosi apapun.

Kelihatannya dia tidak liar... hmm, terlalu dini untuk menyimpulkan hal itu ehh.

Vainz mengalihkan perhatiannya pada Satanya yang kelihatannya agak ketakutan.

Apakah karena demon itu species yang lebih superior darinya?

…. Entahlah, mari kita uji saja demon ini.

"Apakah kau akan menyerangku?"

"Tidak, wahai Summoner."

…hmmm...

Vainz memanggil Skeletal Warrior yang sudah memulihkan diri untuk mendekatinya.

"Undead ini adalah makhluk panggilanku, dengan kata lain statusnya sama sepertimu.. jika aku menyuruhnya menyerangmu dan kau tidak kuijinkan untuk bergerak, apakah kau akan tetap melawan?"

"Tidak, wahai Summoner."

"Hmmm.… Kenapa?"

"Karena itu bertentangan dengan perintah anda, wahai Summoner."

"Ohh.… Aku mengerti,.."

Vainz menepuk kepala Satanya.

"Gadis ini memiliki posisi yang lebih tinggi dari undead ini, dengan kata lain... Apa kau mengerti?"

"Mengerti wahai Summoner."

Vainz mengangkat tangannya dari kepala Satanya dan membuka mulutnya dengan tatapan dingin.

"Potong Lengannya."

Satanya tersentak saat mendengar perintah Vainz, namun dia segera bergerak maju dan mengangkat pedang di tangannya untuk menebas lengan kanan demon didepannya.

Vainz cukup terkejut saat melihat bagaimana Satanya bisa dengan mudah mengayunkan pedang yang hampir sebesar tubuhnya sendiri itu, namun dia lebih terkejut dengan fakta bahwa demon itu tidak memberikan reaksi apapun.

Saat lengan yang dia gunakan untuk berlutut telah dipotong, demon itu jatuh ke tanah.

Namun dia segera bangkit dan sebagai gantinya demon itu menggunakan lengan kirinya untuk berlutut.

"…..cukup meyakinkan.. tapi,.."

Skeletal Warrior yang menerima perintah mental dari Vainz, mengangkat pedang berkaratnya dan menusuk bahu demon itu.

Tapi, sama seperti sebelumnya, selain suara yang dibuat demon itu saat merasakan sakit, tidak ada reaksi lainnya.

"Great,… aku sudah cukup yakin sekarang! .. Satanya, penggal kepalanya."

Vainz tersenyum lebar saat membuat pernyataan itu.

Di sisi lain Satanya dengan senyum tipis mulai mengangkat pedang di tangannya dan segera mematuhi perintah Vainz.

Satu ayunan pedang Kobold King, dan kepala demon itu terjatuh ke tanah.

Satanya menatap kepala demon itu beberapa saat sampai sudut matanya menangkap tangan Vainz yang terulur padanya.

"Ayo."

Satanya meraih tangan itu dengan seringai lebar dan pipi yang memerah.

Vainz mengaktifkan 3 skill nya, membuat Satanya juga terkena efek skill itu dan berjalan kembali ke tempat sebelumnya dengan gerakan yang cukup lambat.

Water magic, lightning magic, dan black magic.

Itu adalah tiga elemen yang Vainz gunakan di lantai ini, Elemental yang tidak pernah dia sentuh sebelumnya ternyata bisa menyelamatkannya.

Dan elemen yang selalu dia andalkan sejak awal, Fire Magic justru tidak berguna.

Vainz tersenyum kecut saat memikirkan hal itu dan membuka daftar shop.

Kelima elemen, aku akan memiliki semuanya.

Vainz menggunakan appraisal dan mulai menghafal beberapa mantra yang menurutnya akan sangat berguna.

Setelah beberapa menit menatap layar kaca tipis di depan wajahnya sambil berjalan, Vainz bisa melihat sebuah lubang di dinding gua dengan kain lusuh sebagai pintunya.

Vainz melirik kebelakang.

Ada 11 Skeletal yang mengengam sebuah pedang berkarat dan 6 Skeletal dengan Jubah lusuh yang berjalan dengan jarak yang cukup jauh di belakang Vainz.

Aku merasa harus bersyukur karena tidak ada Lamia yang berjalan-jalan di gua ini.

Vainz melepaskan tangan satanya dan menempatkan gadis itu di belakangnya, berikutnya Vainz mengulurkan tangannya ke balik tirai kain di depannya dan merapal mantra nya.

"[Widen Magic: Call the Demon]!"

Vainz berteriak cukup keras, namun terimakasih pada silence, suaranya tidak terdengar oleh siapapun kecuali dirinya sendiri.

Sebuah lingkaran magic dengan ukuran lebih dari 300 meter tiba-tiba mulai terbentuk di bawah beberapa ratus Lamia yang sedang bersenda gurau.

Itu adalah ukuran yang cukup besar untuk sebuah mantra, sebenarnya hal itu cukup wajar untuk mantra tipe AOE level 10, satu-satunya alasan kenapa mantra level 8 yang Vainz rapal bisa memiliki effect seluas itu adalah karena Widen magic.

Widen Magic level 3 yang memberikan tambahan AOE 300 meter.

Lamia-lamia di atas lingkaran magic itu mulai panik, mereka mencoba keluar dari lingkaran itu namun seolah ada dinding tak terlihat, mereka tidak bisa melangkah keluar dari lingkaran magic hitam di bawah mereka.

Mereka yang ada di luar lingkaran itu juga terlihat sangat panik, mereka mencoba merapal mantra-mantra lain yang Vainz tidak pernah lihat sebelumnya untuk menyerang lingkaran magic itu.

Namun, itu sia-sia.. satu-satunya untuk menghancurkan black magic adalah white magic, dan Vainz sudah tahu bahwa tidak ada satupun Lamia di gua ini yang memiliki elemen light, selain itu mantra yang Vainz gunakan adalah level 8, dengan kata lain mencoba menghancurkannya tanpa elemen counter dan hanya menggunakan mantra tingkat rendah adalah sia-sia.

Saat Vainz memikirkan hal itu, beberapa menit sudah berlalu dan waktu perapalan mantra itu selesai.

2.103 Lamia yang sedari tadi terus menerus berteriak dan berusaha untuk keluar dari atas lingkaran magic hitam itu sekarang diam.

Itu bukan hanya sekedar diam, tubuh mereka memucat dan kaku, jika seseorang mengulurkan tangannya untuk menyentuh kulit humanoid Lamia, satu-satunya hal yang akan mereka rasakan adalah rasa dingin.

Rasa dingin yang tidak menyenangkan dari tubuh yang telah mati.

Mungkin karena para Lamia itu tidak tahu dengan apa yang terjadi pada saudari-saudari mereka, atau justru karena mereka tahu apa yang sudah terjadi, ratusan Lamia yang ada di luar lingkaran magic itu mulai panik, mereka terus berteriak dan menjerit sebelum akhirnya mulai meneteskan air mata.

Namun, baik Vainz maupun mantra itu tidak mempunyai sedikitpun rasa simpati untuk membiarkan mereka berkabung.

Setelah beberapa saat berhenti bergerak, simbol-simbol dalam lingkaran magic itu kembali berputar dan perlahan menghilang.

Para Lamia yang menangis dan histeris mulai berlompatan, meraih tubuh saudari dan teman mereka yang tidak bergerak.

Saat tangan mereka menyentuh kulit para Lamia yang kaku itu, mereka menjadi lebih histeris.

Tangisan dan teriakan yang mengisi gua itu sangat keras dan memekakkan telinga, seolah tidak akan pernah berhenti.

Namun mereka semua berhenti, mereka semua diam saat Sudut mata mereka melihatnya, saat kulit mereka merasakan kehadiran lain di sekitar mereka.

2.103 Demon perlahan bangkit dari sela-sela tumpukan mayat dan segera menyerang para Lamia yang masih berduka.

Demon itu memanjangkan kuku-kuku di jarinya dan melompat ke arah Lamia yang terlihat seperti anak-anak.

Di sisi lain Lamia itu hanya diam, seolah tidak takut pada aura membunuh yang dikeluarkan demon.

Saat jarak mereka sudah sangat dekat, tiba-tiba demon itu merasa ada sesuatu yang melingkari tubuhnya.

Sesuatu yang besar dan kuat, dia melirik perutnya dan melihat tubuh ular yang terhubung dengan Lamia didepannya sedang melilitnya.

Dia mencoba melawan, menggerakkan tubuhnya dan mencakar ular itu, namun sisiknya lebih keras dari yang demon itu duga.

Saat demon itu terus mencoba dengan seluruh kekuatannya, tiba-tiba ada sesuatu yang membuatnya bergidik hingga berhenti mencoba melepaskan diri.

Itu bukan aura membunuh, itu sesuatu yang jauh lebih menakutkan.

Demon itu mengalihkan pandangannya dan melihat Lamia yang melilitnya.

Itu bukanlah wajah seorang gadis yang bersedih, diwajahnya tidak ada sisa-sisa kesedihan sama sekali.

"Pria? Selain itu kau ini ras apa? Aku tidak pernah melihatmu... Sesuatu yang baru dan kuat ….hrmmm~"

Nafsu, adalah satu-satunya yang tergambar di wajah dan mata Lamia itu.

Lilitan Lamia itu semakin kuat, dia mencoba sekuat mungkin untuk melawan namun itu sia-sia.

Demon itu memutar kepalanya dan melihat pemandangan yang sama, hal yang sama terjadi pada semua demon yang datang ke tempat itu setelah dipanggil oleh summoner mereka.

Lamia itu mendekatkan tubuhnya ke demon di genggamannya, nafasnya berat dan terlihat sangat erotis, dia hanya ingin satu hal.

Sebuah benih, seorang pria.

Memangnya kenapa kalau kakak dan temanku mati? Selama aku bisa memiliki keturunan nantinya, semuanya akan baik-baik saja kan?

Lamia itu sedang membuka kain yang menutupi bagian bawahnya saat sebuah Golem tiba-tiba meninju wajahnya.

Pukulan itu tidak benar-benar kuat, namun karena serangan itu datang secara tiba-tiba, Lamia itu tersungkur ke tanah setelah menerima pukulan tepat di pipinya.

Lilitan ekornya melonggar saat hal itu terjadi, demon melepaskan diri dari genggamannya dan mencabik-cabik tubuhnya.

Saat dia berpikir bahwa dia akan mati, sesosok Skeletal tiba-tiba muncul di sudut matanya, Skeletal itu melambaikan tangan dan demon yang menyerangnya itu menunduk dan pergi.

"A-Aku sel-"

Mengabaikan kepala yang menggelinding dan tubuh tercabik-cabik di bawahnya, Skeletal Warrior itu segera maju bersama dengan beberapa Golem yang tuan mereka ciptakan dan menyerang para Lamia.

Limina yang merupakan pimpinan di desa itu adalah seorang perawan, sebagai seorang wanita yang memimpin desa itu agar tetap bertahan, fakta dia masih perawan itu sangat memalukan.

Limina ingin segera melepaskan status itu, dia ingin segera menjadi seorang wanita sejati dan melahirkan anak yang akan melanjutkan perjuangannya untuk mempimin desa itu.

Limina melepaskan kain yang menutupi bagian bawahnya dan mendekatkan tubuhnya pada demon yang ada dalam genggamannya.

"Sedikit lagi~… hanya sedikit lagi...-!?"

Sebuah bola api melesat dari arah pintu masuk dan mengenai kepalanya.

Efek dari bola api itu sendiri tidak begitu menakutkan, namun pengelihatannya yang tiba-tiba kacau saat dia sedang berusaha menikmati waktu-waktu yang dia sudah sangat dambakan membuatnya sangat marah.

Limina melemparkan demon dalam lilitan ekornya ke dinding hingga mati dan mengalihkan perhatiannya ke pintu masuk.

Ada 6 Skeletal berjubah yang terus menerus menyerang desanya.

"Beraninya! Aku adalah pemimpin desa ini! Lamia yang hebat, the great Knight Limina!"

Limina meraih pedang di bawahnya dan bergerak secepat mungkin ke arah 6 skeletal itu, gerakannya sangat gesit, dia terus menghindari cakaran Demon, tebasan Skeletal Warrior, pukulan Golem dan secara bersamaan menyerang mereka dengan pedang di tangannya.

"Hahahahah! Lemah! Makhluk lemah seperti kalian berani menyerang desa-?"

Limina tidak bisa menyelesaikan kalimatnya saat sudut matanya menangkap sosok yang tiba-tiba muncul.

Seorang elves pria dengan penampilan yang sempurna.

Dia tidak terlalu tampan, namun tubuh tinggi dan atletis seperti itu sangat langka di kalangan pria yang menjual rupa mereka seperti Elves.

Limina merubah halauannya.

"Kau menarik! Aku akan membuatmu menjadi milikku-?!"

Seorang gadis kecil dengan sepasang sayap di pinggulnya tiba-tiba keluar dari belakang elves itu dan melompat ke arahnya dengan pedang di tangannya.

Tiba-tiba pemandangan yang Limina lihat berubah menjadi sangat aneh, Elves didepannya dan semua yang bisa dia lihat mulai berputar.

Seolah dunia ini berputar dalam kecepatan tinggi.

K-kenapa ini? Apakah sudah malam? Kenapa semuanya terlihat sangat gelap? Ah... Ini sudah malam... Rasanya sangat mengantuk... Rasanya tempat ini dingin dan nyaman.…