Victoria berjalan menuju ke kamarnya dan mengenakan kaus usang dan celana pendek untuk tidur. Ia menggosok-gosok rambutnya dengan handuk dan menyampirkan handuk itu di punggung kursi.
Lalu ia mengeluarkan obat dari tasnya dan mengaplikasikannya ke tangannya yang terluka. Ia mengingat saat Raymond mencium pipinya. Tiba-tiba, ia merasa pipinya memanas.
Ini tidak boleh terjadi. Ia tidak mengenal Raymond dengan baik. Pria itu membicarakan tentang diska lepas yang diinginkan oleh temannya yang jahat. Apa jangan-jangan Raymond adalah orang yang jahat? Ia masih belum bisa mempercayai pria itu seratus persen.
Sebagai seorang wanita yang dewasa, ia harus bisa menjaga dirinya baik-baik dari segala kemungkinan yang terjadi di dunia ini. Mungkin dia tidak akan bertemu lagi dengan Raymond besok.
Hari ini akan berlalu begitu saja bagaikan sebuah mimpi. Victoria akan memulai sebuah hari yang baru esok hari. Ia hanya perlu beristirahat dan memulihkan tenaga dan pikirannya.
"Aku akan baik-baik saja," kata Victoria pada dirinya sendiri.
Ia berbaring di kasur dan memejamkan matanya. Rambutnya masih lembab, tapi ia tidak peduli. Lalu ia menarik napas dalam-dalam mencoba menenangkan diri, tapi dia tidak bisa. Bayangan akan wajah para preman yang jahat masih menghantui pikirannya.
Tiba-tiba, terdengar suara berisik dari luar. Suaranya terdengar seperti ada tong sampah yang terjatuh. Victoria membuka matanya dengan cepat dan berjalan mendekati jendela. Ia membuka jendelanya perlahan dan melihat ada dua orang aneh yang sedang memperbaiki tong sampah itu ke posisi semula.
Salah satu dari mereka adalah seorang wanita dengan rambut berwarna merah manyala yang diikat tinggi-tinggi di puncak kepalanya. Rambutnya menjuntai panjang hingga ke punggungnya. Tubuhnya tampak berotot. Pakaiannya tampak seperti kostum anime Jepang. Ia memegang sebuah pedang panjang yang tampak besar dan berat.
Victoria menggelengkan kepalanya. Zaman sekarang banyak orang-orang yang aneh. Mungkin malam ini sedang diadakan pesta klub anime Jepang, ia tidak tahu.
Dan satu lagi adalah seorang pria. Rambutnya segelap malam. Ada jambang tipis di dagunya. Tubuhnya tinggi dan tampak kekar, tapi tidak terlihat seperti binaragawan. Ia hanya mengenakan jaket kulit yang menutupi separuh badannya saja, sementara perutnya masih terlihat dan celana panjang yang sewarna dengan tanah.
Victoria tidak berkedip saat ia menatap lekuk abs di perut pria itu. Kulitnya berwarna tan dan jujur saja, pria itu seksi sekali.
Pria itu menoleh padanya hingga pandangan mata mereka saling berserobok. Victoria nyaris kehabisan napas saat menatap wajah pria itu lebih jelas lagi. Pria itu tampan sekali.
Matanya berwarna hijau tampak seperti pepohonan di hutan. Ia menatap Victoria dengan sorot matanya yang tajam. Victoria merasa jantungnya dihujam tepat di tengah-tengah oleh tatapannya.
Rahangnya tampak kokoh, jenis rahang yang tidak mudah hancur saat dihajar oleh tinjuan keras. Lalu bibirnya … Victoria merasa ada sesuatu yang menggelenyar di bagian bawah perutnya.
Caranya menatap seolah merasakan ada sesuatu yang aneh pada Victoria. Dengan cepat Victoria memeriksa dirinya sendiri. Apa jangan-jangan ia lupa mengenakan baju?
Ia sudah mengenakan baju, meski tanpa bra. Rambutnya pasti terlihat acak-acakan. Ia mendadak merapikan rambutnya, tapi pria itu sudah pergi bersama temannya yang membawa pedang.
Sepertinya Victoria mengalami halusinasi. Ia mencari-cari wanita aneh dan pria tampan itu, tapi tidak menemukannya. Mereka seperti yang hilang tertiup angin.
Victoria penasaran. Buru-buru, ia keluar dari kamarnya dan turun tangga. Ibunya sedang menonton TV sendirian di ruang keluarga. Victoria membuka kunci pintu dan keluar untuk memastikannya dengan matanya sendiri.
Jalanan di depan rumahnya sepi, tidak ada siapa-siapa. Samar-samar ia mendengar ada suara anjing menyalak di kejauhan. Itu mungkin suara anjingnya Chuck, tetangganya yang rumahnya berada di ujung jalan.
Victoria mengusap wajahnya dan kemudian masuk lagi ke dalam rumahnya dan tidak lupa untuk mengunci pintu. Ia hendak naik ke tangga ketika ibunya tiba-tiba memanggilnya.
"Vicky. Ada apa?" tanya ibunya.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya melihat-lihat saja."
"Benarkah?" Ibunya menautkan alisnya, tampak tidak percaya pada perkataan Victoria.
Ibunya kemudian mendekatinya dan memandanginya dengan raut wajah yang aneh. "Apa kamu ada janji temu dengan kekasihmu di jendela kamar?"
"Tidak. Ma, untuk apa aku bertemu seseorang di jendela?" Victoria menggaruk-garuk kepalanya dengan frustasi.
"Aku tidak tahu. Untuk bersenang-senang, mungkin."
"Aku bukan tipe gadis seperti itu," ucap Victoria sedikit marah.
"Tidak apa-apa, Vicky. Mama tidak akan melarangmu jika kamu memiliki seorang kekasih."
"Ingat, Mama sudah berjanji tidak akan membahas tentang hal itu lagi. Aku lebih baik tidur. Mama juga harus tidur!" tunjuk Victoria pada ibunya.
Victoria naik tangga dengan cepat, meninggalkan ibunya yang tampak curiga padanya. Silakan saja ibunya curiga padanya, Victoria tidak melakukan sesuatu hal yang salah.
"Hei, tunggu. Ada apa dengan tanganmu?" Ibunya berlari menyusul Victoria ke tangga lalu menarik tangannya. Ibunya memeriksa tangan Victoria yang terluka. Oh tidak.
Victoria menarik tangannya dengan cepat. "Aku baik-baik saja. Tadi sore aku terjatuh dari sepeda," kata Victoria bohong.
"Benarkah? Hmmm, lain kali kamu harus berhati-hati."
"Oke, Ma."
Victoria berharap jika ibunya tidak tahu bahwa ia baru saja berbohong. Lagi pula ibunya mana mungkin percaya jika ia berkata bahwa ia baru saja melawan tiga orang preman seorang diri?
Saat Victoria kembali ke kamarnya, ia menyadari bahwa ia lupa menutup jendelanya. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda di kamarnya. Handuknya menghilang.
Ia berjalan menuju ke jendela, menengok ke kanan dan ke kiri. Namun, ia tidak ada siapa-siapa di sana. Victoria mendesah, lalu ia menutup jendelanya rapat.
Hatinya tidak merasa tenang. Bagaimana jika ada penjahat di kamarnya? Victoria jadi merasa takut. Ia mengecek kamar dan kamar mandinya. Tidak ada siapa-siapa di sana. Ia sendirian.
Akhirnya, Victoria memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur. Langkahnya terhenti ketika ia melihat handuknya yang tergeletak di lantai. Victoria memungutnya dan menaruhnya di kursi.
Tidurnya gelisah, ia berguling ke kanan dan ke kiri. Ia bermimpi menyerang para preman. Kali ini pisau itu menusuk perutnya hingga ia berdarah. Victoria jatuh ke tanah sambil menahan sakit.
Tiba-tiba, muncul pria aneh namun tampan itu di hadapannya dan menolongnya. Pria itu melawan para preman dengan sebuah pedang yang panjang. Gerakannya tampak kabur di matanya.
Victoria berusaha fokus untuk melihat, tapi ia tidak bisa. Para preman berhasil dilumpuhkan dengan sangat mudah. Pria itu kemudian berlutut di sampingnya dan memanggil namanya.
"Victoria …."
Victoria membuka matanya. Ia sedang berada di kamarnya yang gelap karena matahari belum terbit. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Ternyata semua ini hanya mimpi.
Ia menoleh ke samping dan melihat pria aneh itu sedang duduk di kursi sambil membaca buku diarinya. Victoria terkejut, sama halnya dengan pria itu.
Victoria mencari-cari tombol lampu di nakas. Namun, ia terlambat. Saat lampu sudah menyala, pria aneh itu sudah menghilang. Ia menemukan jendelanya dalam keadaan terbuka.