Ratu Inayba tampak tersenyum manis padanya, dan Baron pun balas tersenyum. Ratu Inayba adalah gabungan dari sosok cantik sekaligus keagungan dan kekuatan.
Wanita itu adalah animagus burung rajawali. Aura seorang bangsawan tercermin jelas di wajahnya yang luar biasa sempurna. Tidak heran jika Neyan mendapatkan berkat sayap yang bisa dilipat itu dari ibunya.
"Sudah lama sekali kita tidak saling bersua. Bagaimana kabarmu, Baron?" tanya Raja Valo.
"Aku baik-baik saja. Terima kasih, Yang Mulia. Bolehkah aku tahu apa yang membuat Raja ingin bertemu denganku?" tanya Baron sambil menunduk hormat.
"Baron, kamu tahu jika aku sangat menghormati mendiang ayahmu, Jendral Shiram. Sesuai dengan perjanjian kami di masa lalu, aku ingin agar kamu menikah dengan putriku, Neyan."
Baron menelan ludah. Sang raja bahkan harus bertemu dengannya secara langsung untuk membahas hal ini. Ia jadi merasa tidak enak hati jika ia sampai menolah perintah raja.
"Maafkan aku, Yang Mulia," ucap Baron sambil menunduk memberi hormat. "Aku tidak bermaksud untuk menolak, tapi tidak ada cinta di antara aku dan Putri Neyan. Aku tidak bisa menerima pernikahan ini begitu saja."
Ratu Inayba tampak terkejut mendengar hal ini. Ia menautkan alisnya tampak kecewa. Raja Valo mengangguk perlahan seolah mengerti akan perasaan Baron.
"Apa yang membuatmu tidak menyukai Neyan?" tanya Ratu Inayba dengan nada yang sinis.
"Tidak seperti itu, Yang Mulia," ucap Baron yang merasa tidak enak hati. "Aku menyukainya, tapi hanya sebatas rasa sayang seorang kakak pada adiknya. Itu saja, Yang Mulia. Dia adalah gadis yang cantik dan baik hati." Baron merasa seperti yang sedang mengkopi perkataan Loma.
"Aku sudah membuat perjanjian dengan ayahmu sebelum dia meninggal, Baron," kata Raja Valo tenang.
"Aku mengerti akan hal itu. Yang Mulia sangat dekat hubungannya dengan ayahku hingga kalian membuat perjanjian itu. Sekali lagi, maafkan aku, Yang Mulia. Namun, sepertinya aku tidak dapat menerima perjodohan ini."
Baron masih terus menunduk, tidak berani menatap wajah sang raja dan ratu.
"Kurang ajar!" seru Blaker. "Kamu tidak boleh menolak perintah raja!"
Baron tersentak mendengar teguran dari Blaker, sang penasehat raja. Ia tidak menyukai Blaker. Animagus itu terlalu banyak mengatur dan tampak seperti yang mengintimidasi raja. Baron jadi tersulut emosi.
"Aku memiliki kehidupanku sendiri," ujar Baron tegas. "Mendiang ayahku tidak pernah menyuruhku untuk menikah dengan Putri Neyan. Aku tidak mau menikah jika tidak didasari dengan cinta. Itu cukup adil. Lagi pula, Putri Neyan juga tidak mencintaiku. Kami tidak lebih dari sebatas kakak adik."
Ketika dia berkata seperti itu, ia merasakan kehadiran Neyan di sampingnya. Tubuhnya harum bunga-bungaan yang seketika merebak di aula istana.
Baron menoleh dan terperangah melihat sang putri yang tampak begitu menawan dalam balutan gaun putih. Neyan baru saja melipat sayapnya dan menunduk memberi hormat pada orang tuanya. Wajahnya tampak sedih dan kecewa.
"Neyan …," bisik Baron.
Neyan menoleh sinis pada Baron sekali dan kembali menatap ke arah orang tuanya.
"Apakah Ayah dan Ibu memanggilku?" tanya Neyan dengan sikapnya yang anggun.
"Benar, Anakku," jawab Ratu Inayba. "Kami ingin membicarakan tentang perjodohan kalian."
"Tampaknya, Baron tidak menyetujui pernikahan ini," kata Neyan.
Baron merasa tidak enak hati karena Neyan mendengarnya berkata seperti itu sebelumnya. Ia tidak tahu bagaimana cara memperbaiki keadaan ini. Pada dasarnya, ia tidak mau menikah dengan Neyan atau wanita mana pun juga.
Ia adalah pria bebas, bebas untuk melakukan apa saja yang ia inginkan. Namun, kini ia merasa lemah melihat kesedihan di mata Neyan yang tak terlukiskan oleh kata-kata.
"Mungkin Baron hanya kaget karena dia tidak pernah mendengar tentang perjodohan ini sebelumnya," kata Ratu Inayba.
"Aku sudah sering membicarakan tentang hal ini dengan Baron, tapi dia tidak menyukai gagasan ini. Aku pikir, sebaiknya kita tidak usah melanjutkannya, Ibu." Neyan menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan melalui mulutnya.
"Tidak ada satu animagus pun yang berhak untuk melawan perintah raja!" seru Blaker. "Baron tidak menaruh rasa hormat pada sang raja sedikit pun. Kamu telah membuat Putri Neyan sedih! Yang Mulia Raja harus mengambil tindakan tegas atas kejadian ini!"
Blaker memejamkan matanya dengan khidmat sambil mengangkat dagunya tinggi-tinggi. Baron ingin sekali melempar wajah itu dengan dus pizza.
Raja Valo hanya mengangguk dengan tenang. Ratu Inayba tampak gelisah di singgasananya. "Apa yang harus kita lakukan, Yang Mulia?"
"Baron harus dihukum karena kelancangannya!" seru Blaker.
Neyan menundukkan kepalanya. Baron berharap ia bisa mendengar isi pikiran Neyan. Ia pasti telah membuatnya kecewa. Baron pikir cinta memang tidak bisa dipaksakan.
Itu memang benar. Seharusnya, sepasang suami istri menikah didasari oleh cinta. Untuk hal ini, Baron tidak dapat menerimanya. Neyan berhak mendapatkan pria lain yang lebih baik darinya.
Raja Valo berdeham. "Aku tidak akan terburu-buru menghukum Baron. Aku akan memberikannya waktu tiga hari untuk berpikir." Sang raja menatap Baron dengan tatapan tajam.
"Jika sampai tiga hari kamu masih tidak mau menerima perjodohan ini, aku akan memikirkan tentang hukuman yang layak untukmu. Sebenarnya aku tidak ingin menghukummu. Aku sudah menganggapmu seperti anakku sendiri. Kamu adalah putra dari Jendral Shiram, abdi kesayanganku.
"Aku menyayangimu dan menginginkanmu menjadi menantuku. Coba pikirkan kembali. Aku akan memberikan kekuasaan padamu seperti seorang pangeran."
"Terima kasih, Yang Mulia, tapi aku tidak ingin menjadi seorang pangeran," kata Baron sambil menundukkan kepalanya dengan hormat.
Blaker mendengus kesal, tapi kemudian ia berhasil mengendalikan diri. "Yang Mulia, Anda terlalu baik hati."
"Ayah, aku tidak ingin menikah dengan Baron jika dia tidak menginginkanku. Aku bisa mencari pria lain yang pantas dan sepadan untukku," kata Neyan dengan suaranya yang lembut.
"Kita akan membicarakan tentang hal itu nanti. Aku tidak bisa mengabaikan perjodohan ini, Putriku."
Neyan mengangguk. "Aku akan menurut pada perintahmu, Ayah."
Akhirnya, setelah pembicaraan yang berat ini, Baron diizinkan untuk keluar dari aula utama. Neyan berjalan menyusulnya di belakang.
"Baron!" seru Neyan.
Baron menghentikan langkahnya. Neyan pun terbang dan berhenti tepat di depannya. "Aku harus berbicara denganmu empat mata."
"Katakan saja. Ada apa?"
"Tidak di sini."
Neyan berjalan mendahuluinya. Baron terpaksa mengikutinya. Mereka berjalan melewati koridor. Di luar langit mulai redup. Sebentar lagi matahari akan tenggelam dan malam pun akan segera tiba.
Sekelompok animagus burung terbang ke arah taman istana dan mendarat di tanah, lalu seketika berubah menjadi manusia. Mereka pasti baru saja selesai berpatroli keliling istana.
Udara sore terasa sejuk. Angin berhembus cukup kencang meniupkan rambut Baron. Neyan tampak bergidik sambil menggosok-gosok tangannya. Dengan sebuah 'pop' pelan, Baron berubah menjadi seekor rubah.