Chereads / Baron, The Greatest Animagus (Indonesia) / Chapter 6 - 6. Kekuatan Yang Tersembunyi

Chapter 6 - 6. Kekuatan Yang Tersembunyi

"Kamu bisa melihatnya sendiri." Victoria meluruskan tangannya ke arah pintu. "Pria itu pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal. Itu artinya dia tidak tertarik padaku. Lagi pula, dia itu hanya pria asing biasa yang kebetulan sedang makan di sini. Kamu tidak perlu menjodohkannya denganku."

Courtney mengangkat kedua alisnya. "Ah, ya sudah. Terserah padamu saja. Omong-omong, aku minta maaf karena telah … bersikap keterlaluan tadi."

Victoria mendesah. "Sudahlah. Tidak apa-apa, Courtney. Sekarang sebaiknya kita kembali bekerja."

"Oke," ujar Courtney.

Victoria berjalan menuju ke meja nomor empat belas dan mengelapnya lebih lama dari biasanya. Ia ingin agar meja itu terlihat mengkilap agar jika ada pelanggan lain yang datang akan merasa nyaman.

Sepulangnya bekerja, Victoria pergi ke supermarket untuk berbelanja. Ia membeli roti, telur, apel, daging, susu, keripik kentang, dan masih banyak lagi. Ibunya tidak pernah berbelanja, apalagi memasak. Semua tugas rumah tangga Victoria yang mengurusnya.

Ibunya sudah terlalu sibuk dengan urusan di rumah sakit. Victoria akan menunggu ibunya sore ini. Semoga saja tidak ada operasi mendadak.

Saat Victoria hendak mengambil yogurt, ia merasa seperti ada seseorang yang memperhatikannya dari ujung lorong. Ia berbalik dan menoleh, tapi tidak ada siapa-siapa di sana.

Bulu di lehernya tiba-tiba meremang. Ia mengusap-usap tengkuknya dan kemudian menegakkan tubuhnya. Mungkin itu semua hanya perasaannya.

Victoria berjalan menuju ke lorong daging untuk mengambil beberapa kotak daging sapi dan daging ayam beku. Ia akan memasak spagetti dengan daging ayam dan saus jamur yang creamy.

Lagi-lagi, Victoria merasakan ada yang memperhatikannya dari sudut lorong. Ia menoleh ke sana dan tidak melihat siapa pun di sana.

Victoria jadi merasa takut dan waswas. Ada banyak kejahatan di dunia ini. Sebaiknya, ia segera menyelesaikan acara berbelanjanya dan membayar di kasir.

Selesai membayar dengan kartu kredit milik ibunya, Victoria kemudian meletakkan tas belanjaannya di keranjang di bagian depan sepedanya.

Victoria mengayuh sepedanya, melewati lapangan bola basket yang sepi. Di sebelah lapangan itu terdapat sebuah gang sempit. Ia sempat mendengar suara orang yang sedang kesakitan karena dipukul.

Hatinya merasa tergerak. Maka ia pun menghentikan sepedanya. Saat ini, ia sungguh tidak tahu apa yang sedang ia lakukan. Ia tidak bermaksud untuk menolong orang yang sedang dipukul itu, tapi ia sungguh penasaran.

Lalu, perlahan Victoria memundurkan sepedanya dan melihat seseorang yang ia kenal.

Raymond sedang dihajar oleh beberapa orang preman. Victoria membelalakkan matanya, terkejut. Lalu ia menyandarkan sepedanya di tembok dan segera menghampiri mereka.

"Hei!" seru Victoria.

Preman-preman itu menoleh, menatap padanya.

"Apa yang kamu inginkan, gadis manis? Apa dia pacarmu?" tanya seorang laki-laki yang tidak lebih tua dari Victoria.

"Lepaskan dia!"

Senyuman licik tercetak di wajah preman-preman itu. Mereka pun berjalan perlahan mendekati Victoria. Hal itu membuat Victoria gentar. Namun, ia melihat Raymond jatuh tersungkur sambil memegangi perutnya. Wajahnya menunjukkan rasa sakit yang teramat sangat.

"Hai, cantik, apa kamu mau bersenang-senang dengan kami?"

"Menjauhlah dariku."

Preman-preman itu malah berjalan semakin dekat dengan Victoria. "Jangan malu-malu. Aku tidak akan menggigitmu, kecuali kalau kamu yang memintanya. Aku tidak akan keberatan."

Sesuatu di dalam dada Victoria terasa panas. Ia mengepalkan tangannya dengan erat. Ia bisa merasakan ada getaran yang tidak bisa ia kendalikan.

Victoria berusaha untuk tenang dan berpikir jernih meski ia bisa merasakan jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Tubuhnya terasa panas dan itu terasa tidak nyaman.

Untuk sesaat, Victoria merasakan kekuatan di dalam dirinya bertambah. Ia jadi bisa melihat dengan semakin jelas dan pendengarannya jadi semakin tajam.

Salah satu preman itu mendekatinya dan kini berada tepat di hadapan Victoria. Preman itu tersenyum dengan wajahnya yang menjijikan.

"Oh, ya ampun. Kamu ini adalah gadis yang sangat cantik dan seksi. Aku jadi ingin mencicipimu sedikit saja. Apa kamu mau menghabiskan malam ini denganku? Ayo kita berkencan." Ia mengangkat tangannya dan menyentuh pipi Victoria.

Dengan cepat, Victoria mendorong dada pria itu hingga ia mundur beberapa langkah ke belakang. Pria itu tampak terkejut karena betapa besarnya kekuatan Victoria saat mendorongnya.

Preman itu tampak tersulut emosi. Ia maju dan hendak menyerang Victoria. Tiba-tiba saja, Victoria bisa merasakan getaran saat pria itu hendak maju dan meninjunya.

Victoria segera menundukkan kepalanya, lalu ia menginjak kaki pria itu dengan keras seraya menyikut lehernya dan menampar pipinya dengan punggung tangan.

Waw! Victoria terkejut pada kekuatan dan kecekatannya dalam bergerak. Ini sama sekali bukan dirinya. Ia tidak pernah berkelahi seumur hidupnya. Saat ia masih duduk di bangku SMA pun, ia hanya bisa menerima ketika ada kakak kelas yang merundungnya.

Jadi, semua ini adalah sesuatu hal yang baru dan sangat luar biasa.

Preman yang lain ikut maju dan hendak menyerang Victoria. Rasa takut mendadak menguap seperti asap. Ia bisa merasakan adrenalinnya meningkat.

Victoria melepaskan tasnya dan menjadikannya sebagai senjata. Ia menghajar preman itu dengan tasnya, tepat mengenai wajahnya. Ia kemudian menendang dengan sangat keras hingga pria itu terjengkang ke belakang.

Preman yang lain menguncinya dari belakang, sementara pria satunya lagi hendak menyerangnya dari depan. Kaki Victoria langsung bergerak cepat untuk menendang tepat di selangkangannya hingga preman itu menjerit kesakitan.

Victoria menyikut preman di belakang punggungnya berkali-kali dan berhasil mengenai rusuknya. Pegangan tangan melonggar, Victoria meremas tangan pria itu dan membantingnya ke tanah dengan suara yang keras.

Victoria gelagapan saat melihat pria itu tersungkur di lantai. Ia tidak menyangka jika ia sanggup menganggat pria dengan bobot yang lebih dari tujuh puluh kilogram itu.

Pria dengan badan yang paling besar dan tinggi maju ke depan. Victoria harus mendongak untuk melihat wajahnya yang bengis. Victoria bergerak terlebih dahulu dan meninju perut pria itu, tapi hal itu sia-sia saja. Pria itu hanya bergerak sedikit. Perutnya terasa sangat keras seperti batu.

Lalu pria itu tertawa jahat. "Tidak secepat itu, sayang."

Sebuah tinju melayang dan hampir saja mengenai wajah Victoria. Untung saja, ia sempat untuk menunduk. Jika tidak, hidungnya pasti sudah berdarah.

Victoria menyerang pria itu dengan tendangan yang mengenai selangkangan, membuatnya menggeram penuh amarah. Victoria tertawa keras melihat pria itu menahan sakit. Namun, ia tetap memasang kuda-kuda, khawatir jika pria itu menyerangnya setiap saat.